Kolaborasi Kementerian Desa PDTT dan Perhutani Wujudkan Ketahanan Pangan

marketeers article

Program pencapaian ketahanan pangan (food estate) yang dikejar Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memerlukan partisipasi aktif semua unsur. Melibatkan tidak saja kementerian terkait, namun badan usaha milik negara (BUMN) yang memiliki kapasitas untuk mendukung program tersebut. Inilah yang mendorong adanya kerjasama antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) dan Perum Perhutani dalam mempercepat terwujudnya ketahanan pangan di negara ini.

Sebagai BUMN yang bergerak di sektor kehutanan, Perhutani mengelola kawasan hutan dengan luas kurang lebih 2,4 juta hektare yang ada di Pulau Jawa dan Madura. Perhutani juga bekerjasama dengan 5.293 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang tersebar di sekitar hutan milik Perhutani. Dengan LMDH ini, Perhutani telah memiliki sistem pengelolaan hutan yang bernama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan model bagi hasil. Dengan kerjasama ini masyarakat menerima 25% dari produk hasil hutan.

“Kerjasama ini sudah dirancang sejak dua bulan lalu dan Perhutani dengan 24 ribu karyawan yang ada hingga tinggkat dusun siap menjadi kaki penggerak program Kementerian Desa PDTT. Perlu saya tekankan adalah bagaimana hutan itu untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk rakyat. Karena kalau untuk rakyat ada pengertian boleh dimiliki. Sehingga, mungkin akan ada modifikasi dari PHBM menjadi Pengelolaan Hutan Bersama Desa,” jelas Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar, hari ini (18/5).

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi Marwan Jafar mengatakan bahwa keberadan Perhutani memiliki peran strategis bagi keberadaan Kementerian Desa PDTT, terutama di Jawa dan Madura. Kerjasama ini akan memberdayakan masyarakat desa hutan yang memang belum berdaya secara maksimal. “Kerjasama ini akan menjadi role model di masa depan. Dan, akan segera dibuat program-program teknis dan strategis agar kerjasama ini bisa segera ditindaklanjuti di lapangan,” kata Marwan.

Marwan menambahkan bahwa kerjasama ini tidak secara otomatis menggunakan Dana Desa. Sebabnya, Dana Desa digunakan sesuai hasil musyawarah dari desa tersebut. Bisa digunakan untuk pembangunan irigasi, pembangunan UMKM, pembuatan jalan, dan lainnya. “Tapi, kalau desa itu adalah desa hutan, Dana Desa tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana desa tersebut. Dengan catatan, harus sesuai dengan hasil musyawarah desa tersebut,” jelasnya.

Zona Adaptif

Mustoha menambahkan bahwa dalam rangka mencapai ketahanan pangan tersebut, dimulai tahun ini Perhutani akan mengalokasikan sekitar 267 ribu hektar hutan untuk menanam padi dan jagung. Area ini disebut zona adaptif yang menerapkan jarak tanam lebih lebar dari model konvensional. Jelasnya, bila pada umumnya jarak tanam itu 3 x 3 m, maka jarak tanam di zona itu bisa 2 x 6 m atau 2 x 8 m.

Dengan adanya zona adaptif ini, kapasitas hasil tanaman pangan di area Perhutani akan meningkat dengan drastis. Dalam lima tahun terakhir yang hasilnya hanya 99 ribu ton per tahun akan ditingkatkan menjadi 500 ribu ton per tahun. Lalu, untuk jagung dari 300 ribu ton per tahun menjadi 1 juto ton per tahun.  Dengan begitu, bisa menutup kekurangan suplai jagung yang selama ini harus diimpor oleh pemerintah.

“Segala upaya ini sesuai dengan agenda prioritas pemerintah dalam Nawacita butir ketiga yang menyebutkan bahwa Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan,” jelas Mustoha. 

Related

award
SPSAwArDS