Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah melakukan kajian komprehensif mengenai regulasi non-fungible token (NFT). Tujuannya untuk mencehah transaksi aset kripto sebagai media melakukan pencucian uang atau money laundering.
Direktur Ekonomi Digital Ditjen Aptika Kominfo, I Nyoman Adhiarna mengungkapkan, ada beberapa isu yang berkembang terkait dengan aset kripto di Tanah Air. Beberapa di antaranya sejauh mana teknologi kripto atau blockchain ini diatur.
Dia menyebut memang blockchain yang beredar sudah memiliki semacam nomor identitas. Namun, Bank Indonesia (BI) tetap mengatakan bahwa kripto bukan mata uang, tetapi investasi kripto diatur dalam Kementerian Perdagangan dan diawasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapebpti).
“Kita juga masih ada isu copyright digital hardware di kalangan pelaku inovasi ini. Tetapi, menurut Undang-Undang kita tidak mengatakan hal itu, sebelum NFT itu diatur sebagai aset yang dilindungi,” kata Nyoman dalam dialog daring, dikutip, Jumat (25/2/2022).
Menurut dia, penyedia platrom NFT harus teregistrasi sebagai penyelenggara sistem elektronik dan kontennya harus memenuhi unsur budaya bangsa. Adapun perizinannya harus lintas lembaga dan kementerian.
“Banyak negara juga mengatur isu yang sama. Belum ada kejelasan soal hak cipta. Bahkan hanya diperbolehkan untuk game ekosistem. Sebab ada risiko money laundering yang menjadi isu di berbagai negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nyoman menjelaskan, NFT saat ini telah menjadi sebuah aset digital yang telah menarik minat investasi masyarakat Indonesia hingga global. NFT dikenal sebagai token digital yang unik dan langka serta memilki nilai.
Jika dibeli seseorang, maka tidak bisa lagi dibeli yang lain. Tidak bisa dipecah-pecah dan transparan. Karena kelangkaan ini, maka berharga di komunitas aset ini dan mahal. “Kenapa mahal? Di banyak kasus, ditetukan oleh siapa penjual dan pembeli,” kata dia.
Nyoman melanjutkan, perlu ada kajian yang mendalam untuk dapat mengatur investasi model baru ini. Untuk itu, pemerintah telah melakukan koordinasi dan diskusi dengan berbagai pihak untuk mendapatkan masukan.
Hal tersebut lantara NFT tidak lebih dari fase berikut dari teknologi blockchain. Adapun potensi aplikasi NFT ada di berbagai bidang antara lain digital identity, intelectual property, academi credential, gaming industry, ticketing, art galleries, votting, mucis, dan social media.
“Kami masih dalam tahap awal. Tidak banyak yang menguasai maka kita butuh sering dengan para pakar. Sebab, Kominfo lebih banyak bertanggung jawab dari sisi penyelenggaran sistem elektronik, itu yang kami atur. Lebih kepada tata kelola, kewajiban registrasi, hingga pengamanan data,” pungkasnya.
Editor: Eko Adiwaluyo