Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan, sebanyak 60% dari penduduk di Asia-Pasifik telah menjalani kehidupan di area urban. Pola konsumsi dan gaya hidup yang dijalani masyarakat urban ini disadari turut menyebabkan permasalahan. Mulai dari masalah ekonomi, sosial, hingga lingkungan.
Masalah lingkungan menjadi salah satu masalah utama yang dihdapi oleh masyarakat dunia. Beragam sampah yang diproduksi oleh masyarakat ternyata tidak terselesaikan dengan baik. Pasalnya, setiap tahunnya ada delapan juta ton sampah plastik yang bermuara ke laut. Kalau hal ini diabaikan maka, kehadiran sampah plastik tersebut akan mengganggu kehidupan ekosistem laut. Data WWF menyebutkan bahwa pada tahun 2025 bila masyarakt dunia tidak segera bergerak, maka akan ada satu ton plastik diantara tiga ton ikan.
Tentunya hal ini amat krusial. Terlebih bila kita semua mengetahui bahwa 80% sampah plastik yang ada di lautan ini berasal dari kawasan Asia Selatan dan Tenggara. Menurut Rizal Malik selaku Chief Executive Officer dari WWF Indonesia, setidaknya hanya 40% sampah yang telah didaur ulang.
“Pelaku bisnis harus bisa merubah bisnis modelnya. Dari linier ke sirkular ekonomi,” ujarnya pada ajang Asia Social Innovation Conference di Denpasar, Bali, Kamis (1/11/2018).
Sadar bahwa ancaman terus datang, WWF sudah mulai bergerak untuk bisa perlahan mengatasi permasalahan sampah laut. Saat ini WWF sedang melakukan pilot project di beberapa negara seperti Hong Kong, Vietnam, Indonesia, Filipina, dan Thailand untuk mengatasi permasalahan sampah ini.
WWF mengajak para wirausaha bergerak menuju sirkular ekonomi. Salah satunya dengan menguji serta mengakselerasi teknologi untuk menciptakan sistem manajemen sampah yang sirkular.
Di Indonesia, WWF sudah melakukan beragam inisiatif, salah satunya melalui KSU Sampah Komodo. Setiap bulannya setidaknya ada empat ton sampah yang didaur ulang di kawasan Labuan Bajo dan Pulau Komodo. Sampah-sampah ini berasal dari hotel dan restoran di kawasan tersebut.
Yang dilakukan oleh WWF adalah memberikan insentif dan inovasi melalui penukaran samapah. Kemduain memeberikan ruang publik kesadaran akan sampah plasti. Dan setiap bulannya melakukan gerakan bersih-bersih sampah di pantai bersama masyarakat, operator tur, dan komunitas.
WWF juga kini mendekati para stakeholders di bidang pariwisata untuk menerapakan praktik marine tourism yang bertanggung jawab melalui Signing Blue program. Saat ini sudah ada 83 perusahan pariwisata yang bergabung dengan program tersebut.
Salah satu dari program dan kesepakatan di bawah Signing Blue adalah dengan mundulnya regulasi untuk tidak menggunakan serta melarang adanya konsumsi sampah plastik di kawasan Taman Wisata Komodo.
Editor: Sigit Kurniawan