Kompetitif Namun Progresif, Ini Outlook Bisnis Pariwisata dan Hotel Tahun Depan

marketeers article
Three friends. Young active women carrying big backpacks and standing close to each other while looking at the little mountain river

Kompetitif namun progresif, industri pariwisata dan perhotelan Indonesia diprediksi para pemain dan asosiasi bakal menjumpai banyak tantangan namun juga peluang besar mulai tahun depan. Pasalnya, industri ini akan kebagian angin segar pascatahun politik yang cukup mencekam beberapa waktu terakhir. Stabilitas politik diyakini akan lebih terjamin usai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru.

Momentum Pemilihan Kepala Daerah serentak di tahun depan diyakini tak akan menyulut isu politik yang memanas sebagaimana Pemilihan Presiden. Justru, ini menjadi momentum yang potensial bagi para pemain sektor pariwisata dan perhotelan untuk mulai menuai keuntungan. Akan ada banyak perpindahan orang dengan berbagai aktivitas kampanye yang dilaksanakan, demikian pula kebutuhan akan kamar-kamar hotel atau pun ruang-ruang pertemuan.

“Meski industri perhotelan smpat terpukul lantaran stabilitas politik dan demonstrasi di berbagai daerah, kami optimistis kabinet yang baru dapat mendongkrak pertumbuhan bisnis di sektor ini. Momentum Pemilihan Kepala Daerah dan kejuaraan sepak bola Eropa (UEFA) 2020 menjadi peluang besar bagi para hotelier. Di satu sisi, harga tiket pesawat domestik yang kurang bersahabat masih akan menjadi persoalan klasik yang dihadapi para pemain di tahun depan,” ujar Prita Gero, Assistant Manager Marketing Communications PT Grahawita Santika kepada Marketeers.

Khusus daerah Ibu Kota Jakarta, pasok kamar hotel menurut analisa Colliers International per kuartal tiga 2019 masih akan bertambah dengan estimasi mencapai 2,264 kamar baru di tahun ini. Hotel bintang lima masih menjadi pemasok terbesar (912 kamar), disusul dengan hotel bintang empat (786 kamar), dan hotel bintang tiga (566 kamar).

Di tahun depan, pasok kamar diestimasi tidak akan sebanyak tahun ini. Bahkan, tidak akan bertambah sama sekali pada 2021. Pasok kamar akan kembali bertambah pada 2022 dari jenis hotel bintang tiga (200) dan bintang lima (181).

Sementara, pertumbuhan online travel akan kian agresif dan menciptakan iklim usaha yang kian kompetitif. SEA Internet Economy Report 2019 yang dirilis oleh Google Indonesia menemukan, online travel menjadi sektor yang paling kuat dan stabil di dalam ekonomi internet. Sektor ini tumbuh dari $19.4 miliar pada 2015 menjadi $34.4 miliar pada 2019.

“Kami sangat positif akan outlook bisnis ini ke depan karena persoalan isu politik sekali pun tidak terlalu berpengaruh. Isu politik dan perbedaan pendapat merupakan hal biasa. Feeling saya, dari segi traveling tidak akan berpengaruh. Orang akan tetap melakukan perjalanan,” kata Mikhael Gaery Undarsa, CMO PT Global Tiket Network (Tiket.com).

Pasar online travel di Indonesia hingga 2025 diproyeksi unggul di wilayah Asia Tenggara. Pada 2025, online travel Indonesia diproyeksi akan tumbuh 2,5 kali lipat dengan nilai transaksi mencapai US$25 miliar.

Yang lebih meyakinkan, Ranking Travel and Tourism Competitiveness Index Indonesia berdasarkan catatan World Economic Forum naik dari 42 ke 40 pada kuartal tiga 2019. Colliers International menganalisis, terjadi peningkatan signifikan dari sisi teknologi. Indonesia juga dilihat sebagai salah satu negara berbujet murah, terlihat dari price competitiveness yang cukup tinggi.

Kemudian, terdapat pertumbuhan yang signifikan pada segmen hotel bujet yang dikendarai oleh OYO Rooms dan RedDoorz dengan pertumbuhan mencapai sembilan kali lipat dibandingkan pada 2015. Sementara, kehadiran vacation rental services seperti Airbnb mengalami pertumbuhan sebesar tiga kali lipat dibandingkan 2015.

Di satu sisi, generasi Milenial dan Z bakal memegang kendali besar dalam sektor ini. Mereka akan menjadi penentu tren dan pasar dominan yang menyumbang alokasi pengeluaran lebih banyak ke sektor ini.

“Kita akan menerima bonus demografi menyongsong Indonesia Emas pada 2045. Di dalam bonus demografi itu, ada generasi Z yang akan mewarnai kita di masa tersebut. Ini akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi para pemain di sektor pariwisata,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani.

Pasalnya, telaah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia memperkirakan, dibutuhkan sekitar 2,3 juta tenaga kerja untuk menggerakan ekonomi Indonesia ke depan. Yang menarik, hal ini disumbang dari sektor pariwisata di mana generasi milenial dan Z lebih banyak menyalurkan pengeluaran mereka.

Milenial Tourism akan menjadi tren ke depan, demikian pula dengan sharing economy. Akan ada banyak traveler dengan masa tinggal yang terhitung pendek, mengingat generasi ini tidak memiliki banyak waktu. Alhasil, keputusan mereka untuk berwisata jauh lebih spontan. Review dan harga menjadi dua hal yang menjadi pertimbangan utama bagi pasar pariwisata ke depan.

“Para pemain harus memahami betul isu-isu yang ada di antara generasi ini untuk kemudian menyediakan produk yang bersifat personalisasi bagi mereka,” terang Hariyadi.

Related