Segala sesuatu agaknya tak terlepas dari mitos. Begitu pun dengan kondisi mental seseorang.
Gejala ADHD, misalnya, disebut-sebut bisa makin parah bila orang yang mengalami gangguan tersebut mengonsumsi produk susu.
Banyak yang meyakini pengidap ADHD alias Attention Deficit Hyperactivity Disorder tak boleh mengonsumsi produk susu karena dikhawatirkan gejalanya makin memburuk. Padahal, faktanya tidaklah demikian.
Ahli diet, Madelyn Larouche, dalam laman Well+Good mengatakan belum ada penelitian mengenai hubungan antara susu dan gangguan mental tersebut. Justru, jika konsumsi produk ini dikurangi, pengidap ADHD akan kekurangan kalsium dan vitamin D.
BACA JUGA: Picu Siswi SMK di Kendari Bunuh Diri, Ini Bahaya Membandingkan Anak
“Mengecualikan produk susu tanpa alasan yang diketahui, terlebih jika tidak mengonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D dapat menyebabkan rakhitis pada anak-anak dan/atau osteoporosis pada orang dewasa,” katanya.
Bukan hanya susu, ADHD juga digadang-gadang berkaitan dengan sugar rush. Dalam artian, kondisi tersebut disebabkan karena konsumsi gula berlebihan.
Namun, dugaan ini juga belum terbukti benar. Terlepas dari segala desas-desus yang melingkupinya, sebenarnya apa itu ADHD?
Gangguan Mental Impulsif dan Hiperaktif
Merangkum berbagai sumber, ADHD didefinisikan sebagai gangguan mental yang membuat pengidapnya berperilaku impulsif dan hiperaktif. Gangguan ini lazimnya menyerang anak-anak, yang mana menyebabkan mereka kesulitan memusatkan perhatian.
Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti. Namun, penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko anak terkena gangguan itu, antara lain faktor genetik dan lingkungan.
Di samping itu, penelitian lain menyatakan risiko ADHD pada anak muncul selama masa kehamilan. Boleh jadi, sang ibu terpapar bahan kimia neurotoksin tertentu, seperti timbal dan pestisida organofosfat.
BACA JUGA: Dialami Seunghan RIIZE, Ini Penyebab Orang Tidak Bisa Makan Pedas
Paparan timbal bisa memengaruhi pendidikan anak di masa mendatang, yang lantas juga berkaitan dengan kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif. Adapun paparan pestisida organofosfat berpotensi memiliki efek buruk pada perkembangan saraf anak.
Tak cuma itu, paparan rokok selama kehamilan juga berpotensi menimbulkan perilaku ADHD pada si kecil. Sejumlah studi membuktikan anak-anak yang terpapar alkohol dan obat-obatan saat dalam kandungan lebih mungkin mengalami gangguan tersebut.
Gejala ADHD
Gejala utama ADHD adalah sulit memusatkan perhatian, sekaligus berperilaku impulsif dan hiperaktif. Penderita gangguan ini umumnya tidak bisa diam dan mudah lupa akan hal yang dilakukan.
Gejala ADHD pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa sejatinya berbeda-beda. Pada anak, misalnya, gejala yang dimaksud adalah kurangnya perhatian, hiperaktif-impulsif, atau kombinasi keduanya.
Selain itu, anak juga cenderung mengalami kesulitan untuk memperhatikan dan tetap teratur, mengalami kegelisahan yang berlebihan, juga memiliki masalah dengan pengendalian diri atau perilaku impulsif.
Sementara itu, gejala ADHD pada remaja ditunjukkan dengan perilaku berupa kesulitan fokus saat mengerjakan sesuatu, sering melakukan kesalahan saat melakukan tugas, bermasalah dengan manajemen waktu, serta sering melupakan barang atau kehilangan barang pribadi.
Adapun gejala ADHD pada orang dewasa tak berbeda jauh dengan perilaku yang muncul saat remaja. Bedanya, gejala tersebut juga bisa disertai dengan penyalahgunaan zat tertentu seperti alkohol.
Selain itu, orang dewasa yang mengalami ADHD juga cenderung memiliki tantangan dalam hubungan dengan pasangan, keluarga, atau rekan kerja, dan sering mengalami kecelakaan atau cedera.
ADHD sebenarnya tak bisa disembuhkan sepenuhnya. Meski begitu, gangguan ini dapat diatasi dengan pemberian obat guna meredakan gejala dan membantu penderitanya hidup normal.
Penanganan ADHD yang dimaksud, bisa dengan obat-obatan atau psikoterapi. Perlu diketahui kalau orang tua, keluarga, pengasuh, dan guru di sekolah juga membutuhkan bimbingan untuk menghadapi anak dengan ADHD.
Editor: Ranto Rajagukguk