Oleh Hermawan Kartajaya, Founder and Chairman M Corp.
Pre: The Post-Flying Geese Era
Salah satu teori yang menonjol tentang perkembangan Asia adalah model flying geese yang muncul pada tahun 1930-an. Model ini awalnya diperkenalkan oleh seorang ekonom Jepang bernama Kaname Akamatsu.
Flying geese merupakan simbol perkembangan ekonomi dengan Jepang sebagai pemain utama di antara negara-negara Asia lainnya. Namun, arsitektur ekonomi Asia saat ini memiliki pola yang berbeda.
China telah meningkat secara signifikan selama dua dekade terakhir. Dalam hal PDB, China saat ini adalah ekonomi terbesar kedua, tepat di belakang Amerika Serikat.
PDB AS pada tahun 2021 adalah US$ 24,01 triliun, sementara PDB China adalah US$ 17,70 triliun. Lebih lanjut, perang dagang terhadap China yang digaungkan Amerika Serikat di era Donald Trump menunjukkan bahwa China memiliki posisi strategis yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Perang dagang ini memberikan dampak yang signifikan bagi negara-negara lain di Asia. Pabrik-pabrik AS berpindah dari China ke negara-negara Asia lainnya, seperti Vietnam, Thailand, Indonesia, dan India.
Perusahaan seperti Adidas, Nike, dan Apple merupakan beberapa contoh perusahaan yang telah memindahkan beberapa pabriknya ke negara-negara Asia lainnya. Dinamika ini tentu juga memunculkan tantangan sekaligus peluang baru bagi perusahaan-perusahaan Korea.
Dengan makin eratnya hubungan ekonomi dan budaya antara Indonesia dan Korea, potensi merek-merek asal Korea (K-Brands) untuk tumbuh di negeri ini sangat besar.
Why: Five Drivers of Change
Untuk menganalisis lebih jauh prospek K-Brands di Indonesia, saya akan menggunakan konsep 5 Drivers of Change (5D) yang meliputi dinamika teknologi, politik-hukum, ekonomi, sosial-budaya, dan pasar.
Technology
Saat ini terdapat tren yang positif terkait dengan infrastruktur digital dan green energy di Indonesia. Berkembangnya perusahaan e-ride dan e-commerce di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat gairah pasar yang sangat besar di sektor teknologi digital.
Gairah ini menjadi makin intens di saat pandemi karena adanya akselerasi digital transformation di tingkat individu maupun institusi. Hal ini terbukti dengan data yang menunjukkan bahwa annual growth rate dari ICT Indonesia adalah 17,7%, yang diharapkan pada tahun 2022 volume pasar dari industri ini akan ada di kisaran US$ 16,5 miliar.
Political-Legal
Sejak pemerintahan Presiden Moon Jae-In, Korea Selatan telah melakukan inisiatif diplomatik terpadu pertamanya untuk memajukan hubungan ekonomi dengan ASEAN dan India. Inisiatif ini dikenal sebagai “New Southern Policy” (NSP).
NSP merupakan perpanjangan dari kebutuhan Korea Selatan untuk mendiversifikasi hubungan ekonomi dan strategisnya di tengah ketidakpastian yang ditimbulkan oleh persaingan antara sekutu terdekatnya, Amerika Serikat, dan mitra dagang terbesarnya, China.
Dengan meningkatkan hubungan dengan India dan Asia Tenggara, khususnya di bidang ekonomi, Korea Selatan berharap dapat melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan oleh perdagangan dan gesekan strategis antara dua kekuatan besar. NSP menunjukkan bahwa Korea Selatan cukup tertarik untuk meningkatkan kehadiran ekonomi dan strategisnya dengan negara-negara Asia lainnya, dan Indonesia adalah salah satunya.
Di dalam sektor energi bersih, Indonesia merupakan negara yang meratifikasi Perjanjian Paris melalui pembuatan UU No.16 Tahun 2016. Dengan diratifikasinya Perjanjian Paris, Indonesia memiliki komitmen untuk meminimalkan penggunaan energi kotor dan mengubahnya menjadi energi bersih.
Indonesia juga telah menentukan target untuk mereduksi emisi sebanyak 29%. Di sinilah perusahaan Korea bisa mengambil peranan.
Economy
Dari sisi hubungan bilateral, Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK- CEPA) diperkirakan memperkuat potensi ekonomi kedua negara. Joint Study Group (JSG) menyimpulkan bahwa IK-CEPA akan meningkatkan kesejahteraan (welfare) sebesar US$ 7,97 juta dan PDB sebesar 0,03% untuk Indonesia.
Sementara itu, Korea akan mengalami peningkatan kesejahteraan sebesar US$ 1,5 miliar dengan pertumbuhan PDB sebesar 0,13%. Perjanjian ini diharapkan akan meningkatkan industri-industri dan bidang berikut ini: otomotif, perikanan, konstruksi, pariwisata, dan kebudayaan.
Beranjak ke skala yang lebih besar, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) diharapkan sebagai kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia yang terdiri atas sejumlah besar negara. Menurut Bank Dunia, perjanjian ini akan mencakup 2,3 miliar orang atau 30% dari populasi dunia, menyumbang US$ 25,8 triliun sekitar 30% dari PDB global, dan menyumbang US$ 12,7 triliun, lebih dari seperempat perdagangan barang dan jasa global, serta 31% dari arus masuk FDI global.
Social-Culture
Faktor lain yang mendorong kuatnya pertumbuhan produk- produk Korea di Indonesia adalah melalui pendekatan sosial budaya yang dikenal dengan Hallyu. Menurut Pusat Kebudayaan Korea, China dan Jepang adalah negara-negara awal yang merasakan dampak Hallyu.
Sejak tahun 2010, gelombang tersebut mulai melebarkan pengaruhnya ke Asia Tenggara. Pengaruhnya masuk lewat drama, musik, makanan, sastra, dan bahasa. Menurut Twitter Korea, Indonesia menempati urutan pertama dalam jumlah penggemar K-Pop pada tahun 2022, diikuti oleh Filipina, Korea Selatan, Thailand, dan Amerika Serikat sebagai kelima.
Market
Selama bertahun-tahun, jumlah merek Korea tumbuh pesat di Indonesia, mulai dari produk elektronik hingga kecantikan. Menurut Campaign Asia, Samsung masih konsisten menempati posisi nomor 1 merek elektronik di Indonesia, disusul LG di posisi ketiga.
Produk kecantikan Korea juga menunjukkan pertumbuhan positif. Dalam survei produk perawatan kulit dan kecantikan yang dilakukan oleh Rakuten Insight, per Juli 2021, 43% responden di Indonesia yang menggunakan produk kecantikan Korea, mengatakan bahwa produk tersebut merupakan 25% hingga 50% dari produk kecantikan yang mereka miliki.
What: Human Entrepreneurial Marketing
Perubahan-perubahan yang sudah dibahas sebelumnya akan berdampak pada dinamika pelanggan dan persaingan. Sebelum merumuskan strategi dan taktik yang tepat, dinamika ini harus dipahami.
Competitor: Global Company vs Local Company
Dalam segi persaingan setidaknya perusahaan-perusahaan Korea Selatan akan dihadapi dengan dua tipe perusahaan, yaitu perusahaan global dan perusahaan lokal. Perusahaan global yang menjadi kompetitor utama adalah sesama perusahaan dari Asia Timur (Perusahaan Tiongkok dan Jepang) serta dari Barat (Amerika Serikat dan Eropa).
Sedangkan perusahaan lokal yang akan menjadi penantang utama bisa berupa BUMN maupun perusahaan swasta.
Customer: Youth-Women-Netizen
Terdapat tiga segmen besar yang dapat menjadi target pasar di Indonesia, yaitu youth, women, dan netizen. Menurut United Nations Populations Fund (UNFPA), populasi anak muda di Indonesia adalah sebesar 28% dari seluruh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada tahun 2020, terdapat 133,54 juta penduduk Indonesia yang merupakan perempuan. Sedangkan berdasarkan data dari Statista, 201,37 juta penduduk Indonesia telah memiliki akses terhadap internet pada tahun 2021.
Dari sini, dapat dilihat bahwa setidaknya 76,8% dari penduduk Indonesia telah terbiasa menggunakan teknologi digital.
Company: Humane Entrepreneurial Marketing
Sejak tahun lalu, saya sudah mulai memperkenalkan model Humane Entrepreneurial Marketing (HEM) sebagai paradigma baru perusahaan di masa pascapandemi ini. Saya percaya paradigm ini relevan bagi perusahaan-perusahaan Korea saat ini.
HEM merupakan integrasi dari model Humane Entrepreneurship yang digagas oleh Prof. Kim Ki Chan dari Korea Selatan dan model Entrepreneurial Marketing yang saya kembangkan sendiri. Di dalam model tersebut, Kim Ki-Chan menggambarkan bahwa idealnya perusahaan harus bisa mengintegrasikan antara enterprise cycle dengan humane cycle.
Lingkaran yang pertama menekankan pentingnya inovasi agar fokus perusahaan untuk mendapatkan profit bisa optimal. Sedangkan humane cycle lebih menekankan pentingnya empati agar karyawan di dalam perusahaan bisa mengoptimalkan potensinya.
Di dalam masing-masing cycle itu saya menambahkan spirit creativity, innovation, entrepreneurship dan leadership (CI-EL). Inilah model HEM
yang merupakan perpaduan pemikiran Indonesia dan Korea Selatan.
How: Strategic Marketing to Win Indonesian Market
Paradigma Humane Entrepreneurial Marketing selanjutnya perlu diterjemahkan ke dalam bentuk strategi pemasaran yang lebih praktis. Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan Korea Selatan dalam pengembangan strateginya:
Customer Management
Fokus strategi pertama adalah untuk get, keep and grow customers. Berdasarkan data tahun 2020, Indonesia memilikiPDB per kapita US$ 3.869,59.
Ini menjadi sinyal potensi kelas menengah yang cukup besar. Merek-merek Korea yang umumnya menawarkan kualitas tinggi tentu pas untuk segmen pasar ini. Pertumbuhan youth segment dari generasi milenial (Y) dan centennial (Z) juga menjanjikan peluang besar.
Hubungan yang terjalin dengan segmen ini sejak dini akan menjadi modal penting bagi keberlanjutan merek-merek Korea di masa depan.
Product Management
Samsung selama ini selalu berada di posisi atas merek elektronik di Indonesia. Hal ini karena keberhasilan merek Korea ini dalam mengembangkan fitur-fitur berkualitas serta desain yang elegan. Samsung juga bisa menawarkan banyak produk dengan kisaran harga yang luas, namun konsisten dalam menjaga kualitas.
Strategi semacam ini terbukti sukses untuk masuk ke segmen menengah yang tidak semata-mata mencari harga paling rendah.
Brand Management
Secara emosional, merek-merek Korea sudah memiliki ikatan dengan konsumen di Indonesia. Beberapa merek, terutama untuk kategori elektronik, otomotif dan kosmetik, sudah memiliki konsumen loyal di Indonesia.
Tentunya masih perlu banyak inisiatif lain bagi merek-merek Korea untuk lebih mendekatkan diri pada konsumen di negeri ini. Itulah kenapa saya berinisiatif untuk mendirikan Korea Indonesia Management Association (KIMA).
Tahun ini, salah satu agenda utama KIMA adalah pemberian K-Brand awards kepada merek-merek Korea dari berbagai kategori. Inisiatif ini diharapkan dapat membuat merek-merek Korea lebih dikenal dan diapresiasi oleh konsumen di Indonesia.
Post: Momentum of G20 Presidency
Saat ini, Indonesia adalah presiden G20. Dalam periode tersebut, Indonesia membawa tiga isu utama yaitu (1) arsitektur kesehatan global, (2) transformasi digital, dan (3) transisi menuju energi berkelanjutan.
Ketiga isu utama tersebut sejalan dengan tema G20 tahun 2022 “Recover Together, Recover Stronger”. Slogan ini menunjukkan bahwa kita percaya pada tahun 2022, pandemi akan mereda dan dunia akan beralih ke endemi.
Perusahaan Korea dapat membantu Indonesia untuk mencapai visi tersebut dengan berinvestasi dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional Indonesia. Ketiga fokus yang diusung Indonesia selama masa Presidensi G20 ini harus dilihat sebagai peluang untuk mengetahui apa yang menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Majalah Marketeers edisi Mei 2022.