Platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, menghadapi masalah serius dalam hal iklan. Hal ini diungkap dalam laporan terbaru dari Kantar yang dirilis oleh Advanced Television.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa sekitar 26% pemasar berencana mengurangi anggaran iklan mereka di platform X tahun depan. Lebih mengkhawatirkan lagi, kepercayaan pengiklan terhadap X berada pada titik terendah dalam sejarah.
Laporan Kantar, yang didasarkan pada wawancara dengan 18.000 konsumen dan 1.000 pemasar di seluruh dunia, menyoroti seberapa jauh bisnis periklanan X telah merosot sejak Elon Musk mengambil alih perusahaan tersebut.
BACA JUGA: Sinopsis Film Subservience, Kala Megan Fox Jadi Robot AI yang Posesif
Selama setahun terakhir, sejumlah pengiklan besar telah menghentikan atau memperlambat pengeluaran mereka di platform ini, dengan alasan kekhawatiran tentang penyebaran ujaran kebencian dan konten berbahaya lainnya.
Elon Musk sendiri juga terlibat dalam berbagai perseteruan dengan pengiklan besar. Dia juga menuduh pengiklan melakukan ‘pemerasan’ dan baru-baru ini menggugat beberapa perusahaan global atas tuduhan melakukan boikot ilegal terhadap platform X.
Dikutip dari laporan EndGadget, Kamis (5/9/2024), salah satu temuan utama dalam laporan Kantar adalah bahwa hanya 4 persen pemasar yang merasa bahwa X adalah platform yang aman bagi merek mereka.
Ini menyoroti krisis kepercayaan yang sedang dialami perusahaan tersebut dalam upayanya menarik pengiklan.
BACA JUGA: Lima Tren Fesyen Berkelanjutan di Kuartal III-2021
X belum memberikan komentar resmi terkait laporan tersebut. Namun, dalam pernyataannya kepada Financial Times, perusahaan mengklaim bahwa platform mereka kini menawarkan tingkat keamanan merek yang lebih kuat, kinerja yang lebih baik, dan kemampuan analitik yang lebih canggih dibanding sebelumnya, serta mencatat bahwa penggunaan platform berada pada level tertinggi sepanjang masa.
Kendati demikian, tantangan bagi X untuk memulihkan kepercayaan pengiklan tampaknya masih besar, terutama di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang lingkungan konten di platform tersebut.
Editor: Eric Iskandarsjah