Kurs dollar Amerika Serikat (AS) hari ini menguat. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali ditutup melemah sebesar 45 poin di level Rp 15.516 pada perdagangan Jumat (5/1/2024).
Pelemahan rupiah disebabkan Greenback yang melonjak pada minggu ini karena semakin banyak pedagang pasar uang yang meyakini The Fed akan mulai memotong suku bunga pada awal tahun 2024.
Ibrahim Assuaibi, pengamat pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka menuturkan, dari sisi eksternal menguatkan kurs dollar hari ini disebabkan oleh cakupan penuh potensi pemotongan bunga yang masih belum jelas kapan akan terjadi.
Alat CME Fedwatch melihat para pedagang menurunkan ekspektasi terhadap penurunan suku bunga pada Maret 2023 menjadi 62% dari sebelumnya 72% pada pekan lalu.
BACA JUGA: Rupiah Kembali Ditutup Melemah di Level Rp 15.490 per US$
“Pasar sekarang fokus pada data nonfarm payrolls untuk bulan Desember yang akan dirilis. Angka ini diperkirakan menunjukkan lebih banyak pendinginan di pasar tenagar kerja meskipun pedagang tetap khawatir atas kekuatan yang tidak terduga setelah data klaim pengangguran mingguan dan data gaji swasta yang lebih kuat dari perkiraan akan dirilis awal pekan ini,” kata Ibrahim melalui keterangannya, Jumat (5/1/2024).
Faktor eksternal lainnya yang memengaruhi pelemahan rupiah yakni pasar tenaga kerja yang melemah dan inflasi yang lebih lemah. Kedua faktor ini kemudian menjadi pertimbangan utama The Fed memangkas suku bunganya.
BACA JUGA: Coldplay Konser di Jakarta, Ekonom: Tidak Berdampak bagi Nilai Rupiah
“Meskipun keduanya telah melemah secara substansial dalam beberapa bulan terakhir, para pedagang masih belum yakin apakah hal tersebut akan cukup mendorong pelonggaran moneter agresif oleh The Fed pada 2024,” ujarnya.
Sementara itu, dari sisi internal, Ibrahim menilai pemerintah optimistis kinerja neraca perdagangan Indonesia masih akan mencatatkan surplus pada tahun 2024. Adapun hingga November 2023, neraca perdagangan tercatat surplus 43 bulan berturut-turut dengan nilai US$ 33,63 miliar.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan pada November 2023 ditopang oleh surplus neraca komoditas non migas sebesar US$ 4,62 miliar. Capaian ini disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan atau nabati, serta besi dan baja.
Sedangkan, neraca perdagangan untuk komoditas migas menunjukan defisit sebesar US$ 2,21 miliar. Utamanya, komoditas penyumbang defisit yaitu hasil minyak dan minyak mentah. Di sisi lain, pemerintah juga menetapkan target neraca perdagangan Indonesia pada 2023 surplus sebesar US$ 38,3 miliar hingga US$ 38,5 miliar.
Artinya, capaian yang sebesar US$ 33,63 miliar masih beum mencapai target yang ditentukan. Angka tersebut menurun US$ 16,91 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$ 50,54 miliar.
Guna untuk terus mencapai dan mempertahankan surplus neraca perdagangan, pemerintah berupaya untuk menemukan pasar baru dan mengembangkan nilai tambah perdagangan.
“Agar neraca perdagangan tetap surplus, maka kerja keras seluruh stakeholder yang ada dan kata kuncinya adalah kolaborasi, menemukan pasar-pasar baru sebagai nilai tambah,” ujar Ibrahim.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz