Langkah Penting Mengurangi Risiko Kelangkaan Air dalam Rantai Pasok
Rantai pasok barang memainkan peran krusial, menjadi simpul yang memperlancar ekonomi dunia. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, simpul tersebut menjadi makin kompleks dan rentan.
Berbagai tantangan, seperti konflik, politik, hingga perubahan iklim, telah memperlambat rute utama perdagangan dunia, sehingga banyak perusahaan dihadapkan pada risiko besar. Kerentanan yang muncul dalam rantai pasok ini sebagian besar diakibatkan oleh perubahan iklim dan ketidakberlanjutan dalam pengelolaannya.
Oleh karena itu, rantai pasok harus dibangun dengan daya tahan yang mampu beradaptasi dengan perubahan ekstrem cuaca dan bencana alam. Selain itu, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan juga menjadi bagian penting dalam upaya menjaga keberlangsungan sistem rantai pasok.
Lembaga nirlaba global, CDP, melakukan kajian mendalam mengenai tantangan ini dengan menggunakan data dari berbagai perusahaan besar. Dalam risetnya, CDP menganalisis 3.163 perusahaan dengan pendapatan tahunan di atas EUR/US$ 250 juta. Dari jumlah tersebut, 50% atau sebanyak 1.542 perusahaan melaporkan telah mempersiapkan diri menghadapi risiko air dalam rantai pasok mereka.
BACA JUGA: Pentingnya Membangun Ekosistem Sinergis Antarlembaga di Indonesia
“Beberapa langkah yang diambil termasuk memasukkan klausul standar pengelolaan air dalam kontrak kerja sama dengan pemasok, mengumpulkan data terkait air, dan meningkatkan kesadaran publik. Upaya kolaboratif juga mulai dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk menghadirkan inovasi demi menangani isu air ini,” kata Patricia Calderon, Global Head of Water CDP dalam laporan resminya yang dilansir Marketeers pada Kamis (26/9/2024).
Satu dari lima perusahaan dilaporkan menghadapi risiko rantai pasok yang berpotensi menimbulkan kerugian finansial besar, yang diperkirakan mencapai US$ 77 miliar. Selain itu, 79 perusahaan memperkirakan aset senilai US$ 7 miliar rentan terhadap dampak buruk kelangkaan air, pangan, serta masalah regulasi dan reputasi.
Data tersebut menyoroti bahwa ancaman terhadap persediaan air makin meningkat, dan dampak finansialnya kian terasa. Tanggung jawab besar terletak pada perusahaan-perusahaan yang terkena dampak risiko air paling besar, dan mereka harus bekerja sama dengan pihak pemasok untuk mengatasi tantangan ini.
Riset CDP menunjukkan beberapa strategi yang digunakan perusahaan, seperti insentif finansial, kontrak yang lebih ketat, dan kolaborasi erat dengan pemasok. Sebanyak 14% perusahaan, atau 443 perusahaan, bahkan memberikan insentif kepada eksekutif senior, termasuk anggota dewan, untuk meningkatkan pengelolaan air di seluruh rantai pasok.
Beberapa perusahaan juga memberikan insentif langsung kepada kepala bagian atau staf pengadaan barang untuk memastikan keberlanjutan.
“Pentingnya kerja sama antara pembeli dan pemasok agar keberlanjutan menjadi norma bisnis sangat ditekankan. Jika kolaborasi ini gagal, risiko air akan terus meningkat, dan begitu pula dengan dampak finansial yang ditimbulkan,” ujar Patricia.
Langkah-Langkah Penting untuk Masa Depan
BACA JUGA: Langkah Danamon Dalam Mendorong Mobilitas Karyawan Berskala Global
Dalam laporannya, CDP menawarkan enam langkah penting yang dapat diambil oleh perusahaan untuk memperkuat daya tahan rantai pasok terhadap risiko air. Pertama, melakukan asesmen risiko dan dampak rantai pasok.
Kedua, menetapkan target global yang jelas. Ketiga, memberikan insentif kepada eksekutif perusahaan.
Keempat, memasukkan klausul pengelolaan air sebagai persyaratan untuk pemasok. Kelima, bekerja sama erat dengan pemasok barang. Terakhir, menyediakan insentif dan dukungan bagi pemasok.
“Membangun daya tahan rantai pasok dan mengurangi risiko air tidak hanya akan menjaga stabilitas ekonomi dunia, tetapi juga membantu menciptakan keberlanjutan jangka panjang. Namun, upaya ini membutuhkan standar yang lebih tinggi dan kolaborasi kolektif antara perusahaan, pemerintah, dan pemangku kepentingan agar tantangan ini bisa diatasi secara efektif,” kata Patricia.
Editor: Ranto Rajagukguk