Telemedisin atau layanan kesehatan berbasis teknologi menjadi hal yang banyak dibicarakan sepanjang tahun 2020 lalu. Layanan ini seakan menjadi solusi di tengah krisis kesehatan. Masyarakat tetap bisa menikmati layanan kesehatan dengan nyaman di rumah masing-masing tanpa perlu mengunjungi rumah sakit.
Hal ini mendorong perkembangan bisnis telemedisin sepanjang tahun 2020. Sejumlah aplikasi kesehatan mengalami peningkatan pengguna berkali-kali lipat. Beberapa aplikasi bahkan all-out berinovasi demi memenangkan persaingan pasar.
Aliansi Telemedik Indonesia (ATENSI) yang beranggotakan 28 aplikasi kesehatan digital melihat hal ini sebagai peluang untuk industri telemedisin. Di era pandemi, peluang untuk memperkuat industri ini sangat besar dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sehingga, industri bisa tetap kuat setelah pandemi berakhir.
“Telemidisin berhasil menjadi medium yang membantu negara mewujudkan akses kesehatan yang merata. Untuk itu, sektor ini perlu diperhatikan agar pertumbuhannya berkelanjutan,” kata dr. Mariya Mubarika, Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Kolaborasi menjadi jalan yang diambil ATENSI untuk mendukung keberlanjutan industrinya. Organisasi ini menggandeng United Nations Development Programme (UNDP) sebagai badan yang dianggap bisa mendorong perkembangan industri telemedisin, bahkan setelah pandemi.
Dalam kolaborasi ini ATENSI dan UNDP akan memaksimalkan data dan informasi terverifikasi mengenai industri telemedisin di Indonesia. Nantinya, data ini akan menjadi landasan bagi peraturan untuk membentuk ekosistem telemedisin yang lebih sehat.
“Harapannya, aturan ini dapat mendorong penggunaan telemedisin karena masyarakat akan merasa nyaman. Data juga akan dimanfaatkan untuk membangun ekosistem telemedisin yang terintegrasi,” jelas Purnawan Junadi, Ketua Umum ATENSI.
Dikatakan oleh Norimasa Shimomura, Resident Representative UNDP Indonesia, industri telemedisin Indonesia memang sudah maju, namun masih berada di tahap perkembangan awal. Perannya yang besar dalam penanganan COVID-19 di Indonesia berhasil menjadi katalisator industri ini dalam membangun advokasinya di masyarakat.
“Namun, secara data, pelaku industri ini masih belum memahami perilaku penggunanya, sehingga masih banyak yang harus diperbaiki,” tutupnya.
Editor: Ramadhan Triwijanarko