Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merangkum aduan yang diterima akibat pemblokiran layanan yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada pekan lalu. Aduan tersebut dikumpulkan dari pos pengaduan #SaveDigitalFreedom.
Pos pengaduan #SaveDigitalFreedom diperuntukan bagi masyarakat yang dirugikan akibat pemblokiran akibat pemberlakuan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020. Total terdapat 213 pengaduan masuk masyarakat yang masuk selama tujuh hari Pos Pengaduan dibuka terhitung sejak 30 Juli 2022.
Hanya 62 Pengadu yang melampirkan bukti kerugian yang mana total kerugian diestimasikan mencapai Rp 1.556.840.000. Adapun masalah yang paling banyak diadukan terkait dampak pemblokiran Paypal yang mencapai 64%.
“Pertama, tindakan pemblokiran dengan alasan tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) justru mengorbankan masyarakat dengan timbulnya kerugian yang besar dan meluas khususnya pada pekerja industri kreatif,” ujar LBH Jakarta dalam siaran tertulisnya, Senin (8/8/2022).
Pola permasalahan yang diadukan masih meliputi empat pola permasalahan yang disampaikan sebelumnya. Pertama, hilangnya akses terhadap layanan-layanan yang berhak didapatkan Pengadu dengan berbayar pada situs-situs yang diblokir seperti Steam, Epic dan beberapa situs lainnya.
Kedua, hilangnya penghasilan. Tidak dapat diaksesnya Steam, Epic dan lainnya misalnya, menghilangkan penghasilan Pengadu yang menggunakan layanan tersebut untuk mendapatkan penghasilan seperti atlet esports hingga developer.
Selain itu, pemblokiran Paypal juga mengganggu sistem transaksi dan pencairan dana pendapatan banyak freelancer dan pekerja kreatif. Ketiga, hilangnya pekerjaan. Diblokirnya Paypal dalam beberapa waktu lalu telah mengakibatkan banyak pengadu kehilangan klien dan gagal melakukan kesepakatan kerja.
Keempat, pengadu yang mengalami doxing akibat menyampaikan protes dan penolakan terhadap pemblokiran dan pemberlakuan Permenkominfo No 5/2020.LBH Jakarta menilai tindakan pemblokiran tidak sesuai dengan standar dan mekanisme HAM.
Pembatasan akses internet tidak dapat dilakukan sewenang-wenang karena prinsipnya akses internet adalah hak asasi manusia yang terkait dengan hak atas informasi, hak kebebasan berekspresi hingga hak memperoleh kehidupan yang layak. Pembatasannya diatur secara limitatif dalam pasal 19 ayat (3) Kovenan Hak Sipol, Pasal 28J ayat 2 UUD 1945 hingga Prinsip Siracusa yang secara garis besar syaratnya harus diatur dalam undang-undang, tujuan yang sah, adanya keperluan, hingga mekanisme pembuktian yang transparan, adil dan imparsial melalui forum pengadilan.
Tindakan upaya paksa pemblokiran dengan alasan tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tidak memiliki legitimasi pembatasan yang diatur dalam UU melainkan hanya pada level peraturan pelaksana Permenkominfo 5/2020 sehingga melanggar standar HAM.
“Berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta bersama masyarakat akan mempersiapkan gugatan kepada Menkominfo untuk membatalkan tindakan dan kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang serta melanggar hukum dan HAM tersebut,” kata LBH Jakarta.
Editor: Ranto Rajagukguk