Oleh Hermawan Kartajaya, Founder and Chairman M Corp.
PRE: A BRIEF LEADERSHIP SAFARI
Siapa itu pemimpin? Bagaimana untuk menjadi seorang pemimpin? Dua pertanyaan di atas menjadi topik yang telah banyak dibahas oleh para pakar kepemimpinan sejak puluhan tahun silam.
Pendapat-pendapat mereka pun telah dipublikasikan dalam banyak buku dan jurnal. Jika disederhanakan, ragam pendapat tersebut bisa dikelompokkan ke dalam dua kategori.
Pertama, kepemimpinan adalah tentang memengaruhi orang lain. Karena itulah, seorang pemimpin perlu membangun karismanya agar orang-orang di sekelilingnya bisa ia pengaruhi secara efektif.
BACA JUGA: The Political Year 2023? Cheer Up! The Reform and Rise of Indonesia
“Kepemimpinan adalah tentang pengaruh, tidak lebih tidak kurang”, demikian ujar pakar kepemimpinan John C Maxwell.
Inilah asumsi yang kami gunakan saat menyusun buku WOW Leadership tahun 2014 silam. Di dalam buku tersebut, kami menjelaskan setiap orang bisa menjadi pemimpin meski tidak memiliki jabatan tertentu.
Kuncinya adalah membangun karisma melalui enam aspek yang ada di dalam dirinya, yakni fisik, intelektual, emosional, sosial, personal, dan moral. Angela Duckworth (2017) secara lebih spesifik menyoroti pentingnya memiliki passion serta kegigihan untuk bisa meraih kesuksesan.
BACA JUGA: CI-EL and PI-PM: New Competencies for New Generation
Dia menyebutnya dengan Grit. Meskipun tidak secara khusus mengaitkannya dengan kepemimpinan, sesungguhnya Grit ini adalah salah satu aspek yang perlu dimiliki seseorang untuk bisa melebarkan pengaruhnya kepada orang lain.
Tanpa ada passion dan kegigihan, seorang pemimpin tidak akan bisa tampil tangguh di dalam situasi-situasi yang penuh tantangan. Agar pengaruhnya efektif, seorang pemimpin juga harus memahami kapan waktu yang tepat bagi dirinya untuk turun tangan.
Tidak semua masalah harus ia tangani sendiri. Di level strategis, secara khusus Ram Charan (2013) membahas tentang hal ini dalam buku Boards that Lead.
Ia menyatakan Dewan Komisaris harus bisa memainkan perannya secara efektif di dalam sebuah perusahaan. Sebagai pihak yang mewakili pemegang saham, mereka harus tahu kapan waktu yang tepat untuk terjun langsung, kapan harus berkolaborasi dengan para Direksi, kapan harus melakukan pengawasan dan kapan harus lepas tangan.
Kedua, kepemimpinan adalah tentang mengembangkan orang lain. Pendapat kedua ini adalah lanjutan dari yang pertama.
Setelah orang lain secara sukarela mengikuti apa yang Anda katakan atau Anda lakukan, selanjutnya Anda memiliki tanggung jawab untuk membawa mereka menjadi pribadi yang lebih baik Apa yang dikatakan oleh Jack Welch, mantan orang nomor satu di General Electric, berikut ini mewakili pendapat kedua tentang kepemimpinan tersebut.
“Sebelum Anda menjadi seorang pemimpin, kesuksesan adalah tentang mengembangkan diri sendiri. Saat Anda sudah menjadi seorang pemimpin, kesuksesan adalah tentang mengembangkan orang lain.”
Contoh pemikir yang membahas kepemimpinan dari sudut pandang ini adalah Liz Wiseman dan Rajeev Peshawaria. Liz Wiseman (2010) menyatakan bahwa seorang pemimpin yang baik harus bisa menjadi multiplier.
Mereka adalah para pemimpin yang bisa membangkitkan potensi yang dimiliki oleh anak buahnya. Kehadirannya bisa merangsang kreativitas serta meningkatkan produktivitas anggota tim.
Sementara itu, Rajeev Peshawaria (2017) berargumen bahwa karyawan akan bisa bekerja lebih optimal jika pemimpin memberikan kebebasan kepada mereka untuk menentukan tingkat partisipasinya di dalam organisasi. Bagi yang mengejar karier serta kompensasi ekstra, biarkan mereka untuk bekerja ekstra pula.
Sebaliknya, untuk mereka yang sudah merasa cukup dengan kompensasi yang “biasa-biasa saja”, biarkan pula bekerja secukupnya.
WHY: HARMONIZING PI-PM AND CI-EL
Sebelum membahas lebih lanjut terkait konsep kepemimpinan di masa pascapandemi ini, mari kami segarkan lagi pemahaman Anda terhadap konsep PI-PM dan CI-EL. Di dalam berbagai seminar dan tulisan sebelumnya, kami sudah sering menyatakan organisasi perlu menjaga sinergi antara productivity, improvement, professionalism dan management (PI-PM) dengan creativity, innovation, entrepreneurship serta leadership (CI-EL).
Mengharmoniskan PI-PM dan CI-EL tentunya bukan berarti proporsi keduanya harus sama rata (fifty-fifty). Bukan seperti itu. Tergantung kondisi yang dihadapi perusahaan dan organisasi.
Di dalam situasi krisis, kami percaya bahwa CI-EL harus lebih menonjol peranannya dibandingkan PI-PM. Para pemimpin perusahaan BUMN, perusahaan swasta, maupun instansi pemerintahan tidak lagi bisa bekerja dengan cara-cara lama.
Productivity and Creativity
Dengan produktivitas Anda akan bisa menghasilkan produk-produk secara tepat dan efisien. Sementara itu, kreativitas akan menghasilkan produk-produk baru yang lebih relevan.
Meskipun demikian, pandemi COVID-19 telah menjadikan cara berpikir kreatif makin dibutuhkan. Perubahan besar yang terjadi dalam pemanfaatan teknologi dan cara manusia berinteraksi menuntut adanya solusi-solusi baru.
Sekadar berpikir single loop, mengulang-ulang apa yang pernah dilakukan tidak cukup lagi. Anda harus berpikir lebih kreatif! Inilah saatnya perusahaan menghasilkan lebih banyak ide-ide baru!
Improvement and Innovation
Kedua konsep di atas sering dianggap serupa, padahal sebenarnya tidak sama. Jika Anda berpikir untuk meningkatkan kualitas layanan yang sudah ada, maka itulah yang disebut improvement.
Namun, jika Anda membuat solusi layanan baru yang sebelumnya tidak ada di perusahaan, maka itulah contoh innovation. Di masa pandemi ini, karena kreativitas menjadi semakin penting, maka innovation, sebagai saudara kembarnya menjadi makin dibutuhkan juga.
Saat solusi lama menjadi tidak relevan dengan kondisi post-normal ini, maka improvement tidak cukup lagi. Yang Anda butuhkan adalah innovation.
Harus ada lompatan radikal untuk menciptakan solusi yang baru. Bukankah sebuah bola lampu tidak diciptakan dari lilin yang diperbaiki terus-menerus?
Professionalism and Entrepreneurship
Sebagaimana pasangan-pasangan konsep yang telah dibahas sebelumnya, spirit professionalism dan entrepreneurship sama-sama dibutuhkan sebuah organisasi atau perusahaan. Jika professionalism diadopsi secara kebablasan, yang akan terbentuk adalah sebuah organisasi yang kaku, terlalu statis serta birokratis.
Sebaliknya, dosis entrepreneurship yang tidak proporsional akan menjadikan organisasi kacau seolah tanpa sistem dan aturan. Namun, di dalam situasi krisis sebagaimana saat pandemi COVID-19, organisasi perlu menambah dosis entrepreneurship di dalam tubuhnya.
Christy Wyskiel (2020), Direktur Eksekutif dari Johns Hopkins Technology Ventures, dalam sebuah wawancara menyatakan esensi dari entrepreneurship adalah identifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi dan bergerak secepat mungkin untuk membawa produk yang tepat ke pasar.
“Inilah yang dibutuhkan masyarakat selama situasi krisis sebagaimana pandemi COVID-19 ini,” demikian kesimpulannya.
Management and Leadership
Selama hampir 20 tahun, dua pakar kepemimpinan dari Harvard melakukan riset dan observasi terhadap para pemimpin dari berbagai organisasi di sektor bisnis dan publik. Secara khusus, mereka mengamati perilaku para pemimpin itu di saat organisasinya berada pada situasi krisis.
Kesimpulannya? Di dalam krisis, para pemimpin tadi cenderung terlalu banyak melakukan manajemen namun kurang menunjukkan kepemimpinan (over-managed and under-led) (McNulty & Marcus, 2020).
Apa sebenarnya perbedaan antara management dan leadership? Sederhananya, management fokus pada penyelesaian tugas dan pekerjaan, sedangkan leadership fokus pada manusia yang mengerjakan tugas tersebut.
WHAT: LEADER-MANAGER
Meskipun berbeda, peran leader dan manager bukanlah buah simalakama yang hanya bisa dipilih salah satu saja. Justru Anda harus bisa menyinergikan keduanya.
Tren working from home (WFH) yang terjadi selama pandemi menuntut adanya cara baru dalam komunikasi dan koordinasi tim. Manajemen proyek pun harus bisa dilakukan lewat rumah masing-masing.
Ini adalah lingkup peran dari management. Namun, jangan lupa bahwa krisis yang hadir tiba-tiba ini juga memengaruhi mental setiap orang di dalam organisasi dan perusahaan.
Ada yang demotivasi karena pengurangan gaji, ada yang cemas melihat angka penyebaran virus yang terus tinggi, ada yang stres karena beban kerja justru semakin tinggi, dan sebagainya. Tentu mereka butuh dukungan, arahan dan juga motivasi. Inilah peran dari leadership.
Keduanya sama-sama penting untuk diterapkan. Karena itulah kami menyusun model Leader-Manager Merah Putih di bawah ini. Model ini menjelaskan seorang pemimpin harus bisa mengharmoniskan berbagai dikotomi yang ada di dalam organisasinya.
HOW: HARMONIZING DICHOTOMIES, CREATING AGILE CAPABILITIES
Di dalam model Leader-Manager yang telah digambarkan sebelumnya tercermin dua peran penting yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin di organisasinya. Pertama menyinergikan berbagai dikotomi yang ada dan yang kedua menciptakan tim yang memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi.
Harmonizing Dichotomies
Ada berbagai peran dan fungsi di dalam organisasi yang sekilas terkesan saling bertentangan namun sebenarnya justru bisa saling menguatkan. Misalnya saja antara fungsi pemasaran dan keuangan.
Pemasaran ibarat gas yang perlu diinjak agar organisasi Anda bisa melaju dengan cepat. Sementara itu, keuangan layaknya rem yang menjaga agar organisasi tidak kebablasan dalam melakukan pengeluaran.
Mana yang lebih penting? Tentu saja organisasi membutuhkan keduanya. Dengan pemasaran, organisasi bisa menemukan dan menangkap peluang-peluang yang muncul di tengah jalan.
Berbagai produk, program maupun ide yang dihasilkan juga akan lebih mudah diterima pelanggan. Sementara itu, keuangan juga tidak kalah penting peranannya.
Analisis keuangan yang detail akan menjadikan keputusan-keputusan pemasaran lebih mudah dievaluasi hasilnya. Seorang leader-manager juga perlu menyinergikan pemanfaatan human dan technology di dalam organisasinya.
Teknologi memang menjadikan banyak hal bisa dilakukan lebih efisien. Namun, pendekatan dengan human tetap memberikan sentuhan emosional yang lebih besar.
Semuanya kemudian harus didukung dengan proses internal yang unggul dan kompetitif. Tanpa itu, fungsi-fungsi lain tidak akan bisa berjalan secara optimal
Creating Agile Capabilities
Peran berikutnya dari seorang leader-manager adalah menciptakan anggota tim yang bisa beradaptasi dalam menghadapi perubahan. Inilah cara seorang pemimpin untuk mengembangkan anggota timnya di masa penuh tantangan seperti saat ini.
Kami membagi kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan ini ke dalam tiga jenis:
– Creative producer
Mereka adalah tim operasional yang senantiasa mengacu pada standard operating procedure di dalam organisasi. Kinerjanya efektif dan efisien.
Namun di sisi lain, mereka juga terbuka untuk melihat kemungkinan-kemungkinan ide baru yang bisa diterapkan. Begitu ada perubahan, baik secara internal maupun eksternal, mereka bisa beradaptasi dengan lebih cepat.
– Innovative improver
Ini adalah tim produk maupun program yang bisa menyeimbangkan antara perbaikan-perbaikan kecil yang kontinyu dengan inovasi-inovasi besar yang bisa mengubah banyak hal. Saat kondisi normal, perbaikan-perbaikan memang cukup dilakukan dalam skala kecil dan terbatas.
Inilah yang disebut improvement. Namun di era pascanormal ini, banyak lompatan-lompatan baru yang bisa dilakukan. Inilah innovation.
– Entrepreneurial professional
Kelompok ketiga ini menggambarkan karyawan yang profesional dalam bekerja namun juga memiliki jiwa entrepreneurship tinggi. Karyawan seperti ini tidak hanya menunggu saat terjadi perubahan.
Mereka bisa melihat peluang yang muncul, mau berkolaborasi dan berani mengambil risiko.
POST: LEADER-MANAGER FOR BETTER INDONESIA
Ada alasannya kenapa model Leader-Manager ini menggunakan warna dasar merah-putih. Alasan pertama adalah untuk menunjukkan dikotomi-dikotomi yang sebenarnya bisa menghasilkan energi luar biasa saat disinergikan.
Alasan kedua tentu karena model tersebut disusun untuk mendukung lahirnya para pemimpin-pemimpin baru di negeri ini. Bukan pemimpin biasa, tetapi para leader-manager yang bisa membawa organisasinya sukses melalui perubahan.
Bukankah ini sesuatu yang dibutuhkan negeri ini di semua lini? Sebagai langkah awal, konsep dasar Leader-Manager ini sudah kami perkenalkan ke Telkom Corporate University.
Telkom bersama Pertamina memang diminta untuk mengembangkan program pelatihan bagi para direksi dari seluruh BUMN lainnya. Tentu saja ini peran yang sangat strategis mengingat BUMN merupakan salah satu garda terdepan pembangunan ekonomi bangsa.
Itulah kenapa di dalam model Leader-Manager yang kami susun ada kata “AKHLAK”. Ini merupakan akronim dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif.
AKHLAK sendiri merupakan budaya perusahaan yang dikampanyekan oleh Kementerian BUMN untuk seluruh Badan Usaha Milik Negara yang ada di negeri ini. Di jajaran kementerian BUMN sendiri sebenarnya sudah ada nama-nama besar yang bisa menjadi contoh Leader-Manager di negeri ini.
Sebut saja Pahala Mansury dan Kartika Wirjoatmodjo. Sebelum masuk ke pemerintahan dengan posisi sebagai Wakil Menteri BUMN, mereka telah merasakan tantangan sebagai pucuk pimpinan di perusahaan swasta maupun BUMN.
Pahala bahkan sudah merasakan industri yang sangat beragam: keuangan, perbankan, transportasi udara dan juga industri minyak dan gas bumi. Kemampuan untuk mengatasi tantangan yang beragam inilah yang dibutuhkan para pemimpin kita saat ini.
Melalui model yang kami kembangkan ini tersimpan harapan agar ada lebih banyak leader-manager yang bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat di negeri ini.