Mark Zuckerberg, CEO Meta membuka peluang kemungkinan bahwa platform Metaverse buatannya bisa membantu orang berinteraksi dengan avatar virtual yang dicitrakan seperti sosok asli. Hal itu termasuk sosok yang dicintai dan telah meninggal.
Dilansir dari Reuters, Selasa (3/10/2023), Zuckerberg telah menggunakan teknologi baru untuk memindai wajah pengguna dan membangun model virtual 3D mereka. Meski ide untuk menciptakan avatar virtual terhadap sosok yang sudah meninggal sangat kompleks lewat Virtual Reality (VR) dan Artificial Intelligence (AI), namun tak menutup kemungkinan itu bisa terealisasi.
“Ada beberapa kemungkinan. Jika seseorang kehilangan orang yang dicintai dan sedang berduka, mungkin ada cara-cara untuk berinteraksi atau menghidupkan kembali kenangan tertentu yang dapat membantu,” kata Zuckerberg dalam sebuah wawancara.
Namun, sekalipun bisa dijalankan, dia menilai teknologi dengan tujuan semacam itu akan menjadi “tidak sehat”. Oleh karena itu, dia harus memastikan lebih jauh mengenai dampaknya.
“Saya bukan ahlinya. Jadi saya pikir kami harus mempelajari dan memahaminya dengan lebih detail,” ujarnya.
Pengeluaran raksasa teknologi itu telah melonjak sejak mereka mulai berinvestasi di platform media sosial VR masa depannya, Metaverse. Data dari bulan Juli menunjukkan meski pendapatan iklan Meta meningkat pesat dan berhasil memangkas biaya serta melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perusahaan telah mendulang pengeluaran karena pengembangan metaverse, proyek-proyek AI, dan cost hukum.
Pekan lalu, Meta juga mengumumkan versi terbaru dari headset VR-nya, Quest 3 yang akan dijual seharga US$ 499 dan mulai dikirimkan pada 10 Oktober. Zuckerberg mengatakan Meta berfokus pada membangun masa depan hubungan manusia yang mana orang akan berinteraksi dengan versi hologram teman atau kolega mereka lewat bot AI yang dibangun untuk membantu mereka.
“Dalam waktu dekat, dunia fisik dan digital akan menyatu dalam apa yang kita sebut sebagai metaverse,” ujarnya.
Namun, para pengamat menyoroti transformasi Meta untuk membangun dunia realitas virtual yang baru lebih lambat dari yang diharapkan sehingga merugikan perusahaan miliaran dolar AS. Para ahli juga melihat minat global terhadap headset realitas virtual rendah.
Survei terbaru oleh Piper Sandler menemukan kurang dari 1% remaja AS menggunakan headset realitas virtual secara rutin, dengan kurang dari sepertiga dari 5.690 remaja yang disurvei memiliki perangkat VR. Hanya 7% dari responden berencana untuk membeli headset VR dan lebih dari setengahnya mengatakan mereka ragu-ragu atau tidak tertarik.
Dihadapkan dengan tantangan ketidakpastian dalam ekonomi global dan penurunan iklan online, perusahaan teknologi ini memangkas lebih dari 20.000 pekerja. Sementara itu, Apple juga telah meluncurkan headset VR-nya sendiri, Vision Pro, yang diharapkan menjadi produk terpentingnya sejak iPhone.
Perangkat VR Apple memungkinkan orang melihat aplikasi yang diproyeksikan di atas ruangan tempat mereka berada. Hal itu memungkinkan pengguna untuk terbebas dari batasan layar.
Akan tetapi, headset VR Apple memiliki harga yang lebih mahal. Banderolnya mencapai US$ 3.499, sementara yang terbaru dari Meta dijual dengan harga sekitar US$ 500.
Editor: Ranto Rajagukguk