Lima Anak Muda Ini Pilih Pulang Kampung dan Membangun Negeri

marketeers article

Kuliah dan berkerja di luar negeri mungkin menjadi salah satu impian generasi muda sekarang ini. Siapa yang tidak ingin mencobanya? Mengemban gelar sarjana dari universitas top di dunia dan berkerja di perusahan mentereng dengan gaji yang menggiurkan. Namun, tidak semua yang sudah kuliah di luar negeri langsung tergiur untuk berkerja di perusahaan mentereng tersebut. Ada lho anak muda Indonesia yang memilih pulang kampung dan membangun negeri dengan ilmu yang mereka dapatkan.

Iming-iming kesuksesan bekerja di perusahaan bergengsi di negara-negara besar di dunia tidak membuat lima sosok ini tergiur. Mereka memilih kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu mereka di negeri sendiri. Tujuannya tak lain adalah untuk memberikan kontribusi nyata untuk memajukan Indonesia agar tidak kalah bersaing dengan negara lain. Berikut adalah lima anak muda yang rela pulang kampung dan membangun negeri:

Crystal Widjaja, SVP Business Intelligence GO-JEK 

Nama Crystal Widjaja memang sudah tidak asing. Beberapa waktu lalu paras cantik perempuan berkacamata ini menghiasi beragam acara teknologi dan media di Indonesia. Crystal lahir dan besar di Texas, Amerika Serikat. Pada umur 24 tahun, dia mantap buat pulang kampung ke Indonesia dan bergabung dengan Go-Jek. Keinginan untuk dapat memberikan dampak sosial yang lebih besar bagi perubahanlah yang mendorong perempuan berkacamata ini pulang ke Indonesia. Sekarang Crystal diberikan tanggung jawab memimpin divisi business intelligence. Lulusan University of California, Berkeley jurusan Metode Empiris ini sebelumnya sempat bekerja di beberapa startup di California.

Brian Limiardi, Head of Business Development Kioson

Ketidakmerataan penetrasi digital ke daerah lapis kedua menjadi alasan Brian Limiardi pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Kioson. Salah satu lulusan terbaik University of Illinois at Urbana-Champaign jurusan Computer Engineering ini merasa memiliki kesamaan misi dengan Kioson, yakni ingin merangkul lebih banyak masyarakat untuk mengenal dunia digital yang selama ini masih dirasa sulit bagi masyarakat di kota lapis kedua di Indonesia. Akses layanan digital yang dapat dinikmati dengan optimal di kota-kota besar nyatanya masih sulit bagi masyarakat daerah.

Sebelum bergabung dengan Kioson, Brian telah berkarier di Goldman Sachs New York City selama dua tahun sebagai Derivative Technology Analyst. Pehobi karting ini kemudian sempat menjalani masa studi MBA selama 1,5 tahun di Yale School of Management. Namun, memasuki sisa semester akhirnya, niat Brian untuk kembali ke tanah air semakin mantap. Pemuda berusia 24 tahun ini memutuskan untuk berkontribusi langsung lewat Kioson guna mendukung masyarakat daerah lebih mudah mendapatkan akses layanan digital, sehingga semua orang bisa online dan semakin termudahkan dalam memenuhi kebutuhan harian mereka.

Haryanto Tanjo, CEO dan Co-Founder Moka 

Kredit foto: infokomputer.grid.id

Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) seringkali mengalami hambatan dalam pengelolaan penjualan, karena mereka masih menerapkan cara manual. Hal tersebut terjadi karena sistem pengoperasian modern memerlukan biaya mahal. Hal ini dirasakan pula oleh Haryanto Tanjo ketika menjalankan bisnis e-commerce di San Fransisco. Berangkat dari pengalamannya tersebut, Haryanto tercetus ide untuk membuat suatu solusi pembayaran terintegrasi dengan POS mobile yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang usaha, utamanya pelaku UMKM dengan biaya yang terjangkau.

Ide ini dirasa sangat pas dengan kondisi pasar di Indonesia. Alumni UCLA Anderson ini kemudian meluncurkan Moka. Melalui Moka, Haryanto ingin mendorong pelaku UKM untuk mulai memanfaatkan pengelolaan penjualan secara digital. Dengan demikian, segala jenis transaksi akan terekam secara real time kapan pun dan di mana pun transaksi penjualan dilakukan.

Meskipun demikian, ide Haryanto dapat dikatakan masih terbilang baru dan tak begitu dikenal oleh pelaku UMKM, sehingga poin edukasi layanan produk menjadi bagian tersulit. Namun, tantangan tersebut tidak menyurutkan tekad Haryanto untuk merangkul lebih banyak UMKM untuk menggunakan teknologi guna memudahkan bisnis mereka.

Zakka Fauzan Muhammad, VP Product Bukalapak

Zakka adalah alumni dari Freie Universitat Bozen, Italy sekaligus merupakan karyawan ke-17 yang bergabung dengan Bukalapak pada tahun 2013. Ketika memutuskan untuk bergabung dengan Bukalapak, kala itu masih dalam tahap awal pengembangan.

Zakka diberikan kepercayaan untuk memegang tanggung jawab dalam hal product expansion yang kemudian membawa peningkatan pesat bagi Bukalapak yang di tahun 2017 lalu telah mencapai angka 11,2 juta pengguna dan lebih dari 1,3 juta penjual di akhir tahun 2016. Selama periode kariernya tersebut, Zakka turut berkontribusi dalam memberdayakan para pelaku UKM yang memasarkan produknya secara online di Bukalapak.  Sebelum bergabung dengan Bukalapak, Zakka banyak memiliki pengalaman dalam bidang pengembangan proyek dan system analyst/software developer di Bandung.

Garri Juanda, Co-Head of Marketplace Tokopedia

Kredit foto: Kumparan.com

Garri sempat memutuskan tidak kembali ke Boston untuk melanjutkan kuliah S2-nya jurusan administrasi bsinis di Harvard Business School pada tahun 2016 lantaran ingin memberikan kontribusi lebih di Tokopedia. Pekerjaan yang ia lakoni dalam periode singkat tiga bulan tersebut membuat Garri terpacu untuk dapat terus membantu lebih banyak pelaku UMKM Indonesia maju dan sukses dengan cara berjualan online.

Tekad dan semangat ini tetap ia pegang teguh hingga akhirnya ia kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya untuk bekerja secara full time di Tokopedia pada tahun lalu. Sebelumnya, Garri sempat merintis karier di perusahaan e-commerce Jepang, Rakuten selama empat tahun. Dalam masa dua tahun pertama, kariernya melesat cepat. Garri yang sebelumnya diberikan tanggung jawab sebagai product manager kemudian dipromosikan sebagai lead corporate planning.

 

Related