Sejak diresmikan pada Mei 2020, LinkAja mengklaim terus mengalami peningkatan minat akses uang elektronik syariah di Indonesia. Hal ini didorong dengan perubahan cara transaksi masyarakat dari konvensional menjadi elektronik.
“Sejak lama, potensi pasar syariah, termasuk keuangan syariah di Indonesia sangat menjanjikan untuk dikembangkan mengingat jumlah masyarakat muslim dan minatnya terhadap produk-produk syariah yang tinggi,” kata Haryati Lawidjaja, Direktur Utama LinkAja.
Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk halal tergolong besar. Pada tahun 2019, Data Kementerian Keuangan mengungkapkan adanya kontribusi ekonomi halal terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar US$ 3,8 miliar. Tidak hanya itu, ekonomi syariah juga mampu menarik US$ 1 miliar investasi asing dan 127.000 lapangan kerja baru pada tahun yang sama.
Angka ini menghadirkan prediksi kontribusi ekonomi syariah yang lebih tinggi pada tahun-tahun ke depan. Haryati menambahkan, dengan adanya peluang ini dan perubahan lanskap ekonomi yang semakin digital, tidak dapat dipungkiri kalau ke depannya layanan keuangan syariah akan semakin diminati.
“Menurut data Otoritas Jasa Keuangan, saat ini, tingkat literasi keuangan konvensional mencapai 32,72% sedangkan literasi keuangan syariah hanya berada di angka 8,93%. Artinya, peluangnya masih sangat besar untuk berkembang dan dikembangkan,” lanjut Haryati.
Saat ini, LinkAja tengah terlibat dalam program Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Dibesut langsung oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), LinkAja melalui layanan LinkAja Syariah menjadi layanan yang memancing pembangunan sistem keuangan syariah digital di Indonesia.
Editor: Ramadhan Triwijanarko