Generasi Z atau Gen Z yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 dinilai sebagai kalangan yang memiliki literasi keuangan rendah dibandingkan seniornya. Sebab, sebagian besar uang yang didapatkan habis hanya untuk memenuhi kebutuhan tersier.
Josua Pardede, Chief Economist Permata Bank menuturkan belakangan ini sebagian besar Gen Z menghabiskan uangnya untuk healing seperti menonton konser dan traveling. Dengan demikian, kemampuan untuk menabung dan berinvestasi sangatlah rendah.
BACA JUGA: 5 Tips Viral Marketing 2024 untuk Curi Perhatian Gen Z
“Saya kira perencanaan keuangan untuk Gen Z sangat penting agar awareness-nya meningkat. Kalau hanya spending tanpa investasi pasti akan memberikan dampak negatif, bukan hanya untuk perbankan tapi juga kehidupannya di kemudian hari,” kata Josua dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Josua menyebut untuk memenuhi kebutuhan healing Gen Z, tak jarang mereka menggunakan dana pinjaman. Hal ini terpotret dari fenomena banyaknya kawula muda yang terjerat pinjaman online atau pinjol.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Membuat Marketing Plan yang Tepat untuk Bidik Gen Z?
Tidak hanya itu, tingginya kebutuhan untuk Gen Z untuk healing tercermin dari konsumsi transportasi, komunikasi, restoran dan hotel yang meningkat pada tahun 2023. Bahkan, diperkirakan pada tahun ini pola yang sama masih akan terus terjadi.
“Gen Z ini tabungan atau saving-nya sedikit tapi maunya banyak. Makanya sekarang banyak sekali yang terjerat pinjol dan saya pikir cara-cara seperti itu sangat tidak tepat,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Josua mendorong perbankan agar memperbanyak produk-produk yang menyasar Gen Z. Terutama terkait dengan edukasi literasi keuangan sehingga mereka bisa memanfaatkan uangnya dengan lebih bijak.
Perbankan perlu mengeluarkan pinjaman yang secara khusus membidik Gen Z untuk sektor-sektor produktif. Produk tersebut ditetapkan dengan bunga yang rendah sehingga bisa menjadi solusi keuangan yang tepat.
Editor: Ranto Rajagukguk