Industri pertelevisian Tanah Air tengah menghadapi kondisi yang cukup sulit. Para pemain dihadapkan dengan kemajuan industri digital yang menggiring audiens ke alam baru yang disebut dunia maya. Kondisi ini membuat para pemain TV tidak boleh egois dan jeli dalam berbisnis. Hal inilah yang menjadi perhatian Emtek Group.
Lama berkiprah di perusahaan teknologi seperti Microsoft, Kartuku, dan BlackBerry Messenger, Adrian Anwar menjadikan SCTV sebagai perusahaan media pertama tempat ia berkarier. Hadirnya Adrian pun disinyalir untuk memuluskan proses integrasi omni-channel yang tengah dibangun Group Elang Mahkota Teknologi (EMTEK). Di SCTV sendiri, peraih Best Industry Champions 2018 dari sektor media ini menilai bahwa positioning yang kuatlah yang membawa pertumbuhan bisnis TV free to air mereka.
“Di tengah tekanan belanja iklan yang menurun dalam dua tahun terakhir, SCTV dan Indosiar (secara grup) mampu berkembang dengan mempertahankan positioning masing-masing. Para pengiklan datang dari pelaku bisnis yang membidik pasar-pasar yang dikuasai oleh SCTV, yaitu generasi muda atau di Indosiar adalah program dangdut dan talent search,” ujar Adrian Senior Vice President Surya Citra Media – EMTEK.
Menurutnya, konten lokal saat ini menjadi amunisi yang kuat untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia. “Local content is still the king,” katanya. Salah satu studi kasus yang unik datang ketika SCTV membandingkan liga sepak bola dari luar negeri dengan laga antara Persija vs Persib.
“Rating laga Persija vs Persib ternyata jauh mengungguli. Begitu juga dengan pertunjukan musik dan film,” kata Adrian.
Dengan mengandalkan konten lokal dan beragam strategi, Adrian optimistis SCTV masih bisa tumbuh double digit hingga akhir tahun 2018. Di balik pertumbuhan itu, tantangan menarik datang dari penonton usia muda. Mereka bakal berpindah-pindah platform untuk mencari konten yang mereka sukai.
Bukan memilih platform A atau B, tetapi penonton usia muda mengonsumsi platform A, B, dan C selama konten yang mereka cari ada di sana. Konten ini pun menembus batas platform, mulai dari TV, mobile, online, bahkan acara-acara yang dihadirkan secara offline. Dengan kata lain, para milenial saat ini tidaklah loyal terhadap satu brand atau platform hiburan.
Karenanya, antarplatform harus saling bertukar konten. Misal, ada satu konten yang menarik di TV akan digiring ke media digital atau media sosial agar menjadi bahan perbincangan. Artis-artis layar kaca pun ikut meramaikan dan menjadi pemanis dengan jutaan follower mereka di kanal-kanal digital. Begitu juga sebaliknya. Banyak selebgram misalnya, yang diboyong ke depan layar kaca untuk menarik audiens TV.
Kondisi ini pun menguntungkan bagi para pemilik bisnis media. Dengan terbentuknya ekosistem itu, agregasi audiens lebih mudah terjadi. Audiens di kanal digital bisa diboyong ke kanal TV. Dan sebaliknya, mereka yang tidak biasa menonton TV namun mengikuti seorang selebritis di kanal digital bisa tergiring untuk menonton TV. Agregasi audiens inilah membuat Adrian dan tim untuk membangun satu portofolio media yang sangat luar biasa dan menjawab kebutuhan para pengiklan.
“Konsumen saat ini mencari konten dari multiplatform. Sejak bangun tidur hingga tidur lagi, mereka mengonsumsi platform media yang berbeda-beda. Bisnis ini tak bisa berdiri sendiri dan masing-masing platform harus fokus terhadap bisnis inti mereka,”jelas Adrian.
Meski begitu, Adrian mengatakan TV masih menjadi mesin untuk menjangkau audiens yang paling efektif. Hal ini dikarenakan penetrasi TV di Indonesia mencapai 97%. Sementara, penetrasi internet masih sekitar 55% sampai akhir 2017. Jadi, perusahaan atau pemilik merek yang ingin mencari brand awareness dan mendapatkan reach paling besar, TV masih menjadi pilihan yang paling tepat.
Tentunya, awareness saja tidak cukup. Mereka acap kali membutuhkan engagement dengan audiens mereka. Untuk urusan engagement, Adrian menyarankan agar pemilik brand menggunakan platform digital yang bisa menjadi wadah komunikasi dua arah dengan audiens. Sedangkan conversion rate paling efektif ditingkatkan lewat e-commerce dan payment.
“Dari sini, kami memiliki membangun omni-channel. Kami memiliki KapanLagi Universe yang berisi para publisher digital, Vidio.com sebagai video streaming, media sosial BBM, e-commerce Bukalapak, serta payment DANA. Inilah platform media baru yang kami miliki untuk menjawab semua interaksi dengan konsumen,” tambah Adrian.
Untuk menyukseskan semua itu, tentu dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa menjaga visi misi perusahaan. Baginya, seorang pemimpin harus mampu make other people great. Penting bagi pemimpin untuk membangun tim yang bisa berkembang dan kuat secara individu dan tim. Ketika para anggota tim bisa dibangun dengan baik, otomatis akan terbangun budaya dan lingkungan dengan performa tinggi. Bukan hanya tim, klien dan partner pun harus diperhatikan agar mereka bisa menunjukkan performa maksimal.
“Ketika itu terjadi, kita sebagai pemimpin otomatis akan merasakan kesuksesan. Di EMTEK Group, saya bermimpi mewujudkan visi perusahaan dalam lima tahun ke depan, yakni menjadi media of choice dari seluruh masyarakat Indonesia. Apa pun platform medianya,” tutup Adrian.