Pemerintah Indonesia sempat mendapatkan tekanan dari Amerika Serikat (AS) lantaran adanya Undang-Undang Inflation Reduction Act (IRA). Kebijakan ini akan memuat pemberian insentif dan subsidi terkait dengan energi hijau, namun sayangnya AS tak memasukkan nikel dari Indonesia dalam UU IRA.
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) menuturkan terkait dengan penyelesaian IRA, AS sudah memberikan titik terang. Dalam kunjungan ke Paman Sam, dia beberapa kali berbicara dengan Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo, dengan USTR, sampai berkunjung ke Gedung Putih membahas IRA.
BACA JUGA: Olah Nikel Jadi Baterai, RI Dapat Nilai Tambah 642 Kali Lipat
“Saya pikir pada November nanti sudah ada solusi mengenai IRA ini,” katanya saat konferensi pers Indonesia Sustainability Forum 2023 di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Menurutnya, IRA memperketat kriteria mineral logam yang dapat menerima insentif kendaraan listrik yang dialokasikan pemerintah AS selepas 2023. Namun, sayangnya nikel dari Indonesia sebelumnya tidak masuk ke dalam beleid tersebut karena kebanyakan digunakan oleh smelter milik Cina.
BACA JUGA: Setop Ekspor Nikel, Pendapatan Hilirisasi RI Tembus US$ 30 Miliar
Aturan tersebut bertujuan untuk menghilangkan ketergantungan AS pada Cina dalam pengembangan rantai pasokan baterai kendaraan listriknya. Tak hanya Indonesia, sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) juga sepakat untuk melobi AS agar dapat masuk ke dalam kriteria penerima kebijakan Inflation Reduction Act. Nilai investasi IRA sendiri diketahui mencapai US$ 370 miliar.
Luhut mengungkapkan pihaknya telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk mengurus masalah ini. Adapun Satgas ini dipimpin oleh Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kementerian Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin.
Dia menyebut Satgas ini telah menjalankan tugas dalam menjalin komunikasi dengan pemerintah AS dan mencari solusi penyelesaiannya. Dengan adanya titik temu, Luhut menuturkan ini dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Menurutnya, bukan hanya untung bagi pihak Indonesia. Namun, dari pihak AS, satu-satunya negara yang bisa mengimpor bahan baku baterai dari Indonesia.
“Jadi ke depannya akan saling menguntungkan terutama untuk membangun dan meningkatkan produksi kendaraan listrik,” ucapnya.
Sebelumnya, Indonesia juga telah mengusulkan perjanjian perdagangan bebas terbatas limited free trade agreement (FTA) untuk beberapa mineral yang dikirim ke AS sehingga perusahaan-perusahaan dalam rantai pasokan baterai kendaraan listrik yang beroperasi di negara tersebut dapat memperoleh manfaat dari kredit pajak AS.
Saat ini, Indonesia tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS. Namun, produk nikelnya makin berperan penting dalam rantai pasokan.
Proposal pengajuan limited FTA itu sekaligus mengikuti jejak Jepang yang lebih dahulu mengamankan kerja sama investasi dan dagang dengan AS di bawah kerangka IRA.
Editor: Ranto Rajagukguk