Lupakan Dunia dan Berpalinglah pada ASEAN yang Baru

marketeers article

Mungkin judul di atas terkesan terasa bombastis atau berlebihan. Namun, kesan itu bisa salah karena memang benar adanya bahwa ASEAN saat ini menjadi poros kekuatan ekonomi baru yang patut diperhitungkan.

Philip Kotler, Bapak Marketing Modern, dalam bukunya “Think New ASEAN!” (McGraw Hill, 2015), mengatakan dalam executive summary-nya, “Forget the world, think new ASEAN.” Buku yang ditulis bersama Hermawan Kartajaya dan Hooi Den Huan ini mengupas secara mendalam tentang ASEAN yang telah bertransformasi sedemikian rupa menjadi kekuatan baru di dunia. Tak tanggung-tanggung, ia menyebut think new ASEAN. 

Di pengantarnya, Kotler memaparkan bagaimana globalisasi yang sekian lama berlangsung ini mengubah wajah dunia saat ini. Selama tiga dekade terakhir, globalisasi menjadi tema “seksi” yang didiskusikan di kalangan negarawan, pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, mahasiswa, aktivis, dan sebagainya.

Suka tidak suka, globalisasi merupakan proses yang terus maju, tidak bisa diulang, atau balik arah. Globalisasi ini menyentuh fungsi-fungsi utama dalam sistem dunia ini, seperti ekonomi, politik, sosial, dan teknologi. Kotler menegaskan, pemenang dalam globalisasi ini bukanlah negara-negara kaya. Pemenangnya adalah mereka yang mampu mengadopsi kebijakan pasar terbuka untuk mengatur arus kapital dan teknologi dalam rangka mengelola perdagangan lintas batas secara kompetitif.

Bagaimana dengan ASEAN? Sejarah ASEAN memang tidak bisa lepas dari konteks Asia. Dulu, relasi antara negara-negara Asia sangat terdorong oleh ikatan sosial, politik, dan ekonomi. Pakar ekonomi Jepang Kaname Akatmasu menyebut kekuatan ekonomi Asia dengan formasi “flying geese” atau “angsa-angsa terbang” yang membentuk huruf V. Istilah itu dipopulerkan Akatmasu pada tahun 1930-an dan munculkan lagi pada tahun 1961 melalui bukunya berjudul A Theory of Unbalanced Growth in the World Economy. Di sini, Jepang digambarkan sebagai angsa pemimpin yang terbang paling depan. Jepang diklaim memimpin secara ekonomi dan membelakangi Asia Tenggara, China, dan Asia Selatan yang notabene merupakan kawasan industri Jepang berada.

Sayangnya, pada tahun 1997/1998 gelombang krisis ekonomi menghantam kawasan ini, menciptakan aneka kekisruhan di lini lain, seperti hukum, politik, dan sosial yang ujungnya adalah krisis kepercayaan. Soeharto, misalnya, harus turun dari tahkta kepresidenan karena hantaman krisis tersebut. Perbankan Jepang kolaps. Formasi angsa terbang pun buyar dan akhirnya bubar.

Paska krisis, lanskap geopolitik di Asia pun berubah. Kekuatan ekonomi baru muncul, seperti China dan India di samping Jepang yang terus bangkit. Di sisi regional, negara-negara yang tergabung dalam organisasi ASEAN seperti Indonesia juga mulai bangkit. ASEAN menjadi kawasan perdagangan yang aktif dan solid.

Hal itu terbukti ketika pada tahun 2008 krisis ekonomi menghantam Amerika Serikat dan berlanjut pada krisis di kawasan Amerika Utara dan Eropa, beberapa negara di kawasan Asia justru menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang bagus. China dan India menjadi dua negara yang mencolok dalam hal itu. Pada tahun 2008, India tumbuh 8-9%, tak beda jauh dengan China. Setelah proses pemulihan bertahap, ekonomi di AS dan Eropa mulai bertumbuh lagi.

Di tingkat regional Asia Tenggara, beberapa negara ASEAN yang memiliki potensi pasar tersembunyi, seperti Myanmar dan Vietnam, mulai terbuka dan tampil. Dan, negara-negara pendiri ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mendorong terintegrasinya pasar ASEAN dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah sekian lama berjalan.

Kawasan ASEAN menjadi kekuatan baru. Hermawan Kartajaya dalam The 7th Annual Kellog Innovation Network (KIN) ASEAN Forum 2016 mengatakan Indonesia dan ASEAN bakal menjadi kekuatan penyeimbang di tengah fenomena global yang memiliki tiga kekuatan utama yang meliputi dunia Islam, Barat, dan China.

Kawasan ini tentunya makin mencolok justru ketika pada tahun-tahun ini, Amerika Serikat mencoba berkonsolidasi melalui kempemimpinan Donald Trump dan Eropa yang tergoyang dengan hengkangnya Inggris dari Uni Eropa. Sementara, negara-negara Asia, khususnya ASEAN, muncul dengan potensi-potensi yang tak bisa dianggap enteng.

Jadi, Anda masih ragu untuk melupakan dunia dan berpaling pada ASEAN yang baru?

 

*Tulisan ini merupakan bagian dari serial Road to The 3rd ASEAN Marketing Summit bertajuk “ASEAN & INDONESIA: Opportunities from the East” yang akan digelar pada Kamis, 7 September 2017 di The Raffles Jakarta, Indonesia. Info selengkapnya: www.aseanmarketingsummit.com

Related