Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia kian terbantu dengan perkembangan digital yang ada. Produsen nasional mulai kebagian kue dari pemain asing, bahkan respons pasar terhadap produk lokal pun diakui pemain cukup positif. Mimpi besarnya, Indonesia bisa menjadi lima besar pemain global, mampukah?
Industri TPT nasional diyakini Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kemenperin Muhdori dapat tumbuh hingga 4%-6% 2018. Tahun lalu, sektor ini mampu tumbuh sebesar 3,45%, melonjak tajam dibanding 2016 yang mencapai 1,76%.
“Sebesar 30% pakaian jadi dari hasil industri tekstil kita adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, sedangkan 70% untuk ekspor,” papar Muhdori di Jakarta, Selasa (04/09/2018).
Di kesempatan lain, desainer muda asal Indonesia, Anthony Tandiyono mengatakan perkembangan industri fesyen di Indonesia memang telah membawa dampak yang signifikan dan memacu pertumbuhan industri TPT.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, nilai ekspor industri TPT nasional mencapai USD12,58 miliar pada 2017 atau naik 6% dibanding tahun sebelumnya. Selain itu, sektor ini menyumbang ke PDB sebesar Rp150,43 triliun di 2017.
“Khusus untuk industri shoes and sport apparels, produksi kita sudah melewati China. Bahkan, di Brasil, kita sudah menguasai pasar di sana hingga 80%,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Lebih lanjut, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian dasar (basic clothing) menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan pakaian fungsional di pasar domestik maupun ekspor.
Saat ini, pemerintah tengah berupaya membuat perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memperluas pasar ekspor TPT lokal. “Salah satu sasaran ekspor industri TPT kita sekarang, yakni Amerika dan Eropa,” tambah Muhdori.
Pasalnya, produk TPT negara tetangga seperti Vietnam bisa masuk ke pasar Amerika dan Eropa dengan tarif bea masuk 0%, sedangkan bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia masih dikenakan 5%-20%. “Untuk itu, perlu adanya bilateral agreement tersebut,” ujarnya.
Pada 2018, Kemenperin mematok ekspor industri TPT sebesar USD13,5 miliar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,95 juta orang. Tahun 2019, ekspornya diharapkan bisa mencapai USD15 miliar dan menyerap sebanyak 3,11 juta tenaga kerja. “Sektor ini mampu memberikan share ekspor dunia sebesar 1,6 persen,” imbuhnya.
Yang jelas, Airlangga menegaskan, jika ingin industri ini berjalan menjadi pemain lima besar dunia, harus ada kerja sama yang baik untuk menarik investasi perusahaan penghasil serat berkualitas. “Ini juga bertujuan guna menguragi impor,” tutur Airlangga.
Kemudian, mendorong pemanfaatan teknologi digital seperti 3D printing, automation, dan internet of things. Transformasi ini diyakini dapat mengoptimalkan efisiensi dan produktivitas. “Jadi, kami akan membangun klaster industri tekstil terintegrasi dengan terkoneksi teknologi industri 4.0,” imbuhnya.