Masa Depan Cerah Industri Esports

marketeers article
Professional gamer playing online games tournaments pc computer with headphones, Blurred red and blue background.

Oleh Audi E. Prasetyo, Vice President of Marketing & Media, GGWP.ID

Beberapa belas tahun lalu saat video gim populer masih sebatas dimainkan di rumah atau rental, banyak orang yang beranggapan bahwa bermain gim akan berdampak negatif pada kemampuan sosial seseorang.

Justru saat ini, video gim terutama esports malah menjadi sebuah social currency bagi seseorang untuk mencari teman dan masuk ke sebuah lingkaran pertemanan baru.

Pada tahun 2007, sebuah video gim berjudul DotA dan Counter-Strike mulai menjamuri berbagai warnet di Indonesia dan hal ini pun menjadi tren baru bagi para gamers rumahan. Kedua gim tersebut biasa dimainkan bersama-sama di warnet setelah pulang sekolah atau kuliah, dan juga di hari libur.

Ketika bermain, mereka berkomunikasi secara intens, bahkan sampai setelah bertanding. Obrolan mereka tentu tidak jauh-jauh dari topik gim yang mereka mainkan.

Tetapi jika dibandingkan dengan kondisi sekarang, saat itu jumlah pemain dan penonton gim esports masih sangat terbatas. Sebagai gambaran misalnya kompetisi internasional Dota 2 berbahasa Indonesia hanya mampu meraih sekitar ribuan concurrent viewers (jumlah penonton secara bersamaan), jauh berbeda dengan sekarang yang bisa dengan mudah mencapai puluhan ribu, bahkan jutaan orang!

Pada saat artikel ini ditulis, gelaran piala dunia gim esports Mobile Legends: Bang Bang bertajuk M3 World Championship, dilansir dari Escharts.com, mencatatkan terdapat lebih dari 2,6 juta orang yang tengah menonton kompetisi ini bersamaan secara daring di berbagai platform, seperti Youtube dan Facebook.

Angka tersebut hampir mengalahkan pertandingan The International 10 (Dota 2) di angka 2,7 juta, dan Worlds 2021 (League of Legends) di angka 3,5 juta, di mana keduanya merupakan gim yang harus dimainkan menggunakan PC.

Berkembangnya jumlah penonton ini menjadi indikator peningkatan status esports di masyarakat, khususnya pada kalangan Generasi Z.

Berdasarkan riset yang GGWP.ID lakukan pada bulan September 2020, esports gamers di Indonesia didominasi oleh Gen Z sebesar 90 persen, di mana generasi milenial hanya menempati porsi 7 persen saja. Dari 90 persen itu, hampir 95% mereka bermain esports mobile.

Generasi Z memang sudah terbiasa dengan kehadiran gawai pintar dan internet sedari mereka kecil, dan tak heran juga kalau video gim lah yang menjadi cara bagi mereka untuk menentukan pertemanan. Terlebih, mereka sudah terbiasa menggunakan gawai pintar sejak dini.

Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia memang telah memperlambat laju perekonomian, dan Indonesia pun tak luput dari imbasnya. Di banyak negara dengan tradisi olahraga yang kuat, seperti Inggris, memang masih bisa melangsungkan kompetisi, namun tertutup bagi penonton.

Kondisi itu tidak terjadi pada dunia video gim dan esports. Dengan tiadanya kontak fisik antar pemain, ditambah dengan penonton yang tidak harus hadir secara fisik di arena pertandingan, membuat industri ini tidak merasakan guncangan berarti selama pandemi.

Di Indonesia, Baparekraf Game Prime, sebuah ajang pameran video gim dan esports, yang biasa digelar secara offline pun harus mengubah format acaranya menjadi online. Namun, keseruan acaranya tetap terjaga, karena konten-konten seperti eksibisi gim lokal, kelas untuk pengembang gim, hingga turnamen esports dapat dilakukan secara online.

Jangkauan internet yang sudah semakin luas dan murah, hingga platform livestreaming khusus gim yang kini sudah marak di Indonesia membuat orang-orang mampu menikmati video gim dan esports secara daring tanpa perlu berkerumun.

Menurut laporan Niko partners, selama masa pandemi, waktu yang dihabiskan oleh gamers untuk bermain gim meningkat 50-75 persen. Di Tiongkok, penonton esports mobile juga bertumbuh sebesar 75-100 persen.

Studi dari Esports Charts juga melaporkan bahwa pandemi membuat peningkatan pada viewership esports. Berdasarkan laporan SuperData dari Nielsen, selama Maret 2020, jumlah uang yang dihabiskan untuk belanja gim digital mencapai 10 miliar dolas AS, atau sekitar 155 triliun rupiah, meningkat sebelas persen dari Maret 2019.

Kenyataan ini memunculkan peluang bisnis baru dan segera dimanfaatkan para penerbit gim seperti Tencent misalnya, untuk aktif menggelar berbagai kompetisi secara daring, seperti PMPL, PMWL, dan PINC.

Stasiun televisi lokal pun tidak tutup mata dan segera mengambil a slice of the pie dengan menayangkan program-program berbau esports, baik turnamen kompetitif, hingga acara kasual seperti talk show.

Tahun depan, tren peningkatan penonton dan pemain esports ini tentu akan terus meningkat, seiring dengan semakin membaiknya prasarana pendukung seperti jaringan internet 4G dan 5G, dan juga harga perangkat mobile yang semakin terjangkau, yang dapat diakses hampir seluruh lapisan masyarakat di seluruh Indonesia.

Kemajuan dari teknologi menjadi katalis utama perkembangan esports di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Bermula dari sebuah permainan multiplayer yang dimainkan dengan PC (personal computer), hingga kini sebagian besar penikmat esports di belahan timur dunia beralih ke perangkat mobile.

Sekarang adalah saat yang tepat untuk menyelam di industri esports, wanna jump on the hype train?

 

*Rubrik ini merupakan rubrik kolaborasi Marketeers x GDP 

Related

award
SPSAwArDS