Industri pendukung jasa konstruksi dinilai masih memiliki prospek bisnis menjanjikan di masa depan. Seiring dengan pembangunan infrastruktur yang kian gencar, upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas sektor konstruksi pun diperlukan guna mendukung industri pendukung lainnya.
Beberapa sektor industri yang merupakan pendukung jasa sektor konstruksi, antara lain industri semen. Sektor ini memiliki kemampuan kapasitas nasional sebesar 120 juta ton per tahun. Selain itu, industri keramik memiliki kapasitas produksi mencapai 550 juta meter persegi.
“Salah satu langkah strategis di tengah kondisi tekanan ekonomi global, harus ada kerja sama yang baik antara pemerintah dengan para pelaku industri, sehingga sektor ini mampu tumbuh positif. Namun demikian, kami masih terus dorong untuk semakin meningkatkan permintaan di pasar domestik bagi sektor-sektor tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (29/01/2020)
Adapun sektor lain, seperti industri kaca juga sudah memiliki kapasitas yang mencukupi. Sementara, industri baja secara bertahap akan mewujudkan Indonesia sebagai negara penghasil baja sebesar 10 juta ton per tahun. Agus optimistis, sektor-sektor industri pendukung jasa konstruksi akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.
Pada triwulan III tahun 2019, sektor konstruksi menyumbang sebesar 10,60% terhadap PDB nasional. “Kami yakin, industri konstruksi nasional bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Apalagi, produk-produknya telah mampu berdaya saing di kancah global,” tegas Agus.
Pada 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 419,2 triliun yang digunakan untuk fokus pembangunan jalan, jalur kereta api, bandara, bendungan serta rusun dan perumahan.
Hal ini bisa dimanfaatkan bagi sektor industri pendukung jasa konstruksi guna membuka peluang bisnis. “Belum lagi yang dialokasikan pihak swasta dalam bentuk proyek investasi mendirikan pabrik dan pembangunan kawasan industri,” imbuh Agus.
Saat ini, terdapat 103 kawasan industri yang telah beroperasi dengan cakupan wilayah mencapai 55 ribu hektare. Selain itu, terdapat 15 kawasan industri yang masih berada dalam proses konstruksi dan 10 kawasan industri pada tahap perencanaan.
Dalam upaya untuk mendukung pengembangan ekonomi yang inklusif, pemerintah berusaha mendorong pembangunan kawasan industri di luar Jawa. Pengembangan pusat-pusat ekonomi baru ini akan terintegrasi dengan pengembangan perwilayahan, termasuk pembangunan infrastruktur, sehingga dapat memberi efek yang maksimal dalam menumbuhkan ekonomi setempat dan nasional.
“Pada periode ini, melalui RPJMN 2020-2024, pemerintah kembali mendorong penyebaran industri ke luar Pulau Jawa, melalui pengembangan kawasan industri prioritas,” tutur Agus.
Pada 2020-2024, ada 27 kawasan industri prioritas yang direncanakan, yaitu 14 kawasan industri di Pulau Sumatera, enam di Kalimantan, satu di Madura, satu di Jawa, tiga di Sulawesi dan Kepulauan Maluku, satu di Papua, serta satu di Nusa Tenggara Barat.
Menperin menambahkan, dalam pelaksanaan jasa konstruksi, pihaknya aktif mendorong optimalisasi penggunaan produk dalam negeri pada proyek-proyek tersebut. “Telah banyak peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah agar penggunaan produk dalam negeri di semua sektor dapat terus ditingkatkan,” imbuhnya.
Secara khusus, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian telah mengamanatkan kewajiban penggunaan produksi dalam negeri dalam setiap pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal tersebut dimaksudkan agar nilai tambah industri dalam negeri dapat ditingkatkan, serta memiliki daya saing yang tinggi.
“Kami berharap dukungan dari Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) dan pihak-pihak terkait lain untuk mengoptimalisasikan penggunaan produk lokal dalam setiap pelaksanaan proyek. Sebab, kalau bukan kita, siapa lagi yang akan memberdayakan industri dalam negeri. Kalau bukan sekarang, kapan lagi industri dalam negeri mampu berdaya saing di tengah kompetisi global,” pungkas Agus.