Masuki Norma Baru, Apa Kabar Kontribusi Industri RI Bagi PDB?

marketeers article
stacked euro coins

Saat ini tengah terjadi norma baru dalam kontribusi industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di tingkat dunia, tidak ada lagi sumbangan sektor manufaktur kepada ekonomi negara yang mencapai 30%. Lantas, apa kabar kontribusi industri Indonesia bagi PDB saat ini?

Data World Bank 2017 menunjukkan, saat ini negara-negara industri di dunia, kontribusi sektor manufakturnya terhadap perekonomian berkisar 17%. Namun, ada lima negara yang sektor industri manufakturnya mampu menyumbang di atas rata-rata tersebut, yakni China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), Jerman (20,6%), dan Indonesia (20,5%). Merujuk data ini, memang tidak ada negara di dunia yang mencapai 30%.

“Ini realitas baru. Kita tidak bisa menyamakan konteks sekarang pada paradigma ekonomi yang lalu. Ketika membandingkan kontribusi industri pada tahun 2001 dengan era saat ini, tentunya berbeda. Meski waktu itu kontribusi industri hampir 30% dan Indonesia hampir takeoff, tetapi berhenti karena krisis ekonomi yang dipicu oleh keuangan. Cukup panjang dampaknya. Selain itu, kita dininabobokan oleh commodity booming,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (30/12/2018).

Adapun negara-negara dengan kontribusi industri di bawah rata-rata 17%, antara lain Meksiko, India, Italia, Spanyol, Amerika Srikat, Rusia, Brasil, Perancis, Kanada dan Inggris.

“Bahkan, sekarang pertumbuhan ekonomi global tidak lagi dua digit. Di China saja single digit. Namun, Indonesia merupakan negara terbesar di Asean, ekonominya sudah masuk dalam klub USD1 triliun, atau sepertiga dari ekonominya Asean,” ujar Airlangga.

Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia mampu mencapai 5,2% atau di atas rata-rata perolehan Asean sebesar 5,1%. Artinya, Indonesia berperan penting dalam memacu perekonomian di Asean.

Menperin menambahkan, Asean merupakan mesin kedua terbesar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dunia, setelah kontribusi dari China. Kawasan Asia Tenggara yang memiliki lebih dari 500 juta jiwa penduduk ini, dinilai menjadi pasar potensial dalam membangun basis produksi manufaktur.

“Dengan adanya perang dagang antara China dan Amerika Serikat, Indonesia juga diuntungkan. Pertama, investasi di antara kedua negara itu meminta negara lain untuk ikut berpatisipasi, termasuk Indonesia,” tuturnya. Selain itu, adanya rencana relokasi perusahaan China ke Indonesia untuk menghindari tarif akibat perang dagang tersebut.

Kemudian, kebijakan Belt and Road dari China, juga menguntungkan bagi Indonesia. Sejumlah investor dari Negeri Tirai Bambu itu membidik Indonesia menjadi salah negara tujuan utama untuk ekspansi.

Melihat kondisi tersebut, menurut Airlangga, saatnya Indonesia membangkitkan kembali sektor industri sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah saat ini fokus menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memudahkan berbagai perizinan usaha.

“Kalau kita melihat, purchasing manager index (PMI) manufaktur Indonesia, selama tahun 2018 itu di atas level 50 atau berada tingkat positif. Artinya, mood manufaktur Indonesia untuk ekspansi cukup tinggi,” jelasnya.

Related