Vero Advocacy, konsultan hubungan pemerintah dan Kadence International, lembaga riset pasar global mengeluarkan hasil penelitian terbaru bertajuk Turning Hopes into Realities: Empowering Southeast Asia’s Youth Through Policy Change.
Dalam penelitian ini terpotret Gen Z dan Milenial di Indonesia paling pesimistis akan karier mereka dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
Survei membuktikan sebanyak 89% responden Milenial dari Indonesia yang berusia 27-43 tahun percaya bahwa kualitas hidup secara keseluruhan akan meningkat dalam lima tahun ke depan. Sementara itu, 87% responden Gen Z yang berusia 18-26 tahun menyatakan optimisme mereka akan masa depan.
BACA JUGA: 10 Profesi Masa Depan yang Diminati oleh Gen Z
Angka-angka ini lebih tinggi dibandingkan Singapura yang mana Gen Z hanya memiliki persentase 74% dan Milenial sebanyak 68%. Kemudian responden dari Malaysia di kalangan Gen Z sebesar 85% dan Milenial 72%.
Untuk responden di Filipina dari kalangan Gen Z memiliki persentase 85% dan Milenial 84%, dan Thailand dari kalangan Gen Z sebesar 89 serta Milenial 86%. Angka tersebut sedikit lebih rendah dari Vietnam di kalangan Gen Z sebesar 90% dan Milenial 87%.
BACA JUGA: 15 Aplikasi Wajib untuk Kehidupan Digital Gen Z
“Studi ini melibatkan lebih dari 2.700 Gen Z dan Milenial di enam negara ASEAN, termasuk 453 responden dari Indonesia,” kata Nattabhorn Buamahakul, Managing Partner Vero Advocacy melalui keterangan resmi yang diterima Marketeers, Senin (25/11/2024).
Kendati demikian, optimisme akan kualitas hidup yang lebih baik ini disertai dengan tantangan-tantangan kritis yang membutuhkan perhatian. Survei ini mengidentifikasi beberapa masalah utama yang dihadapi oleh generasi muda di Indonesia di antaranya kesempatan kerja, kualitas pendidikan, dan kemudahan akses layanan kesehatan.
Dari sisi kesempatan kerja, data membuktikan Gen Z dan Milenial di seluruh negara pada survei ini, banyak anak muda yang merasa tidak yakin dengan masa depan karier mereka. Kekhawatiran ini sangat terasa di Indonesia, yang mana 88% dari Gen Z dan 89% dari Milenial memandang pekerjaan sebagai masalah yang signifikan.
“Tingkat kepuasan terhadap kesempatan kerja hanya mencapai 42%, salah satu yang terendah di ASEAN. Dengan adanya tantangan ini, generasi muda Indonesia semakin gencar menyuarakan peningkatan lapangan kerja dan layanan ketenagakerjaan untuk mendukung aspirasi mereka serta membangun masa depan yang stabil,” katanya.
Tidak hanya itu, akses terhadap pendidikan berkualitas merupakan masalah yang mendesak bagi generasi muda Indonesia, dengan 73% responden Gen Z dan 76% responden Milenial menyuarakan keprihatinan mereka terhadap akses pendidikan.
Tingginya biaya menjadi penghalang utama bagi generasi muda untuk mendapatkan pendidikan, sehingga membatasi peluang mereka dalam bersaing pada industri kerja yang kompetitif.
Akibatnya, kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan hanya mendapatkan peringkat kepuasan 41% di antara responden, yang mana mengindikasikan ketidakpuasan di kalangan tersebut.
Bagi generasi muda Indonesia, solusinya tidak hanya terletak pada pengurangan biaya pendidikan, tetapi juga peningkatan pengembangan profesionalisme bagi para pendidik, untuk memastikan bahwa mereka siap dalam memenuhi tuntutan lanskap pendidikan yang berkembang dengan cepat. Adapun untuk akses terhadap kesehatan, berada di peringkat ketiga sebagai tantangan paling signifikan di kalangan anak muda, dengan 44% dari setiap generasi menyatakan bahwa hal tersebut merupakan penghalang bagi masa depan mereka.
Kekhawatiran ini sangat relevan mengingat dampak jangka panjang dari pandemi COVID-19 dan potensi krisis kesehatan pada masa depan. Meskipun kebijakan layanan kesehatan di Indonesia memiliki tingkat kepuasan tertinggi di angka 51%, banyak generasi muda yang menyerukan peningkatan kualitas layanan kesehatan dan aksesibilitas yang lebih besar, karena mereka menganggap layanan dan perawatan yang ada saat ini terlalu mahal.
“Mereka menggarisbawahi kecemasan seputar kemampuan mereka untuk mendapatkan perawatan medis yang diperlukan di masa depan,” kata Nattabhorn.
Editor: Ranto Rajagukguk