Mayoritas Orang Maluku Masih Belanja Tradisional

marketeers article
Rian Mohamad Yusuf, Direktur URALA Indonesia saat melakukan survei di Maluku Utara. Sumber gambar: pers rilis.

URALA Indonesia, perusahaan digital marketing dan public relation (PR) agency melakukan riset pemasaran di wilayah Maluku Utara. Dari hasil yang didapatkan, mayoritas masyarakat di wilayah tersebut masih melakukan pembelanjaan secara tradisional atau offline.

Rian Mohamad Yusuf, Direktur URALA Indonesia mengatakan survei yang dilakukan di lima kota utama Maluku Utara, yakni Ternate, Tobelo, Jailolo, Sofifi, dan Weda ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat masih sangat bergantung pada toko-toko sembako atau kelontong yang berlokasi dekat dengan tempat tinggal mereka. Sebanyak 54% responden menyatakan bahwa mereka lebih memilih berbelanja secara offline karena jarak yang dekat, memungkinkan mereka untuk membeli kebutuhan dengan mudah tanpa perlu menunggu dan transaksi dilakukan secara tatap muka.

BACA JUGA: Riset Konsumen: Orang Indonesia Tidak Bisa Lepas dari Belanja Offline

Dia menyebut kenyamanan ini menjadi salah satu alasan utama masyarakat setempat masih melakukan pola belanja tradisional.

“Dari jumlah 372 responden, hanya 7% mengaku pernah melakukan transaksi dan belanja online. Sementara untuk pemasaran digital, platform Facebook menjadi yang paling dominan di sini setelah pemasaran melalui TV dan out of home (OOH),” kata Rian melalui keterangan resmi yang diterima Marketeers, Rabu (18/9/2024).

BACA JUGA: Apa Pertimbangan Konsumen Belanja Online dan Offline?

Fakta ini menyoroti perbedaan signifikan dalam kebiasaan belanja antara wilayah perkotaan dan daerah yang lebih terpencil. Di Maluku Utara, dengan jarak yang relatif dekat antartempat, berbelanja secara offline di toko sembako atau kelontong dinilai lebih efisien dari segi biaya, waktu, dan jarak.

“Kemudahan akses ke toko-toko ini menjadi faktor kunci yang membuat masyarakat lebih memilih berbelanja secara langsung,” ujarnya.

Sementara itu, untuk teknik pemasaran tradisional di Maluku Utara, kata Rian, masih memiliki daya saing yang kuat dibandingkan dengan pemasaran digital yang belum sepenuhnya mendominasi wilayah tersebut. Tercatat, sebanyak 38% responden mengaku sering melihat iklan produk melalui banner atau poster di jalanan.

Sementara itu, 54% responden memilih televisi dan 50% menganggap Facebook sebagai saluran pemasaran digital yang paling sering diakses. Rian menyebut infrastruktur dan investasi baik dari pemerintah maupun swasta sangat penting untuk meningkatkan gairah bisnis di wilayah yang dikenal dengan sebutan kepulauan rempah-rempah ini.

“Akses dan aktivitas di dunia digital, khususnya dalam berbelanja, masih belum populer secara luas di Maluku Utara dan sekitarnya. Namun, penduduk dan fasilitasnya secara bertahap bergerak menuju modernisasi, yang dapat ditingkatkan dengan integrasi teknologi dalam waktu dekat,” tutur Rian.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS