Sejauh ini, media sosial biasa dipakai hanya sebagai perpanjangan dari tim marketing sebuah perusahaan yang menawarkan program penjualan atau kampanye tertentu. Bisa dikatakan banyak perusahaan dan merek yang menggunakan hanya sebatas memindahkan strategi konvensional mereka ke media sosial. Mereka hanya menggelontorkan promo, promo dan promo. Padahal esensinya, media sosial adalah cara baru bagi perusahaan untuk berkomunikasi.
Masih banyak yang harus dipelajari oleh para pemilik merek. Masih banyak perusahaan yang menentukan target atau KPI mereka di media sosial adalah sekadar jumlah follower atau fan page like tinggi. Bukan tidak benar. Namun di sisi lain, hal itu bisa menjadi ajang bagi para agensi atau yang diberikan tugas, untuk membeli follower karena goal-nya hanya itu.
“Seharusnya, perusahaan kembali pada tujuan dari setiap media sosial itu sendiri. Bisa untuk meningkatkan exposure dari merek, customer engagement, atau masih banyak lagi. Jadi, kalau kita tak engage dan berusaha dekat dengan audiens kita, sama saja perusahaan hanya menyebarkan brosur melalui kanal digital,” jelas Joh Juda, Head of Analysis at PT Generasi Digital Internasional (GDILab).
Hal tersebut juga diamini Daniel Hagmeijer dari Mirum Jakarta, sebuah agensi digital. Menurutnya, seringkali banyaknya like dan follower ini tidak ada korelasinya dengan pendapatan dari bisnis itu sendiri. Bisa jadi high engage tapi tidak berefek ke bisnis atau sebaliknya.
“Kalau mau mengukur, lihat brand perception, purchase intense setelah melihat konten yang disajikan. Namun, cara mengukurnya ada biayanya sendiri dari pihak ketiga seperti Facebook dan Nielsen. Memang, ada biaya yang harus dikorbankan, tapi hal ini sebanding dari pada pengukurannya salah dan tidak sesuai,” jelas Head of Strategist Mirum Jakarta ini.
Menurut Joh, banyak sekali fungsi dari sebuah media sosial. Contoh lain adalah sebagai media riset untuk mendengarkan secara langsung suara konsumen. Hal ini pun sudah mulai banyak digunakan oleh perusahaan untuk menyusun strategi dan melempar strateginya kembali ke media sosial.
Meski begitu, cukup banyak juga merek yang mampu memaksimalkan media sosial dengan baik. Seperti yang dilakukan Aqua dengan #AdaAqua yang mampu menuai banyak respons hingga menjadi viral. Atau praktik dari Gold’s Gym yang berhasil memanfaatkan media sosial sebagai kanal direct selling dan kanal word of mouth (WOM) mereka.
Hindari Alergi Data
Joh menggarisbawahi pentingnya data yang dihasilkan dari sebuah media sosial dari aktivitas pemantauan. Para pemilik merek, khususnya UKM jangan sampai alergi data. Saat ini, mungkin baru perusahaan besar saja yang memiliki divisi Research and Development (RnD) sendiri untuk mencari dan mengolah data.
Kendala yang banyak ditemukan adalah data ini kebanyakan masih digantikan dengan feeling dan intuisi mereka. Kebanyakan hal ini terjadi di pimpinan perusahaan generasi yang lebih tua yang telah memiliki pengalaman bertahun-tahun memegang perusahaan. Sementara generasi X dan Millennials yang punya startup bisa tumbuh lebih cepat karena mereka data driven.
“Hal yang terpenting adalah kita memiliki data, bisa mengakses data, dan bisa membaca data. Jangan sampai tuna data. Biasanya dalam hal ini dibutuhkan seorang analis. Sementara untuk monitoring kinerja perusahaan di media sosial, ada empat pilar yang harus selalu kita monitoring, yakni brand kita sendiri, lanskap industrinya, audiens, dan kompetitior,” jelas pria yang juga founder @fotodroids ini.
Pertama, soal brand. Penting bagi merek untuk melihat performa mereknya di media sosial yang mereka miliki. Lalu, merek tersebut bisa melihat kondisi industrinya di media sosial. Pertanyaannya adalah apakah perusahaan baru atau lama harus memiliki media sosial? Lihat dulu industrinya. Pertanyakan lagi industrinya, apakah industrinya liquid dan banyak diperbincangkan di media sosial? Kalau tidak, apakah industrinya sedang turun?
Selanjutnya, mengenai audiens. Anda harus mencari tahu apa yang target audiens perbincangkan. Lakukan segmentasi lebih detil di kanal media sosial tersebut. Terakhir, soal kompetitor. Penting bagi merek untuk memantau apa yang sudah dilakukan kompetitornya di media sosial. Jangan sampai, perusahaan itu tertinggal jauh dari yang kompetitor lakukan. Lalu, poin apa saja yang perlu perusahaan analisis?
Editor: Sigit Kurniawan