Sebagian besar orang mendefinisikan kecantikan perempuan dengan atribut, seperti kulit putih, punya berat badan ideal, memiliki rambut lurus hitam, hidung mancung, dan sebagainya. Inilah mitos dan stigma yang beredar yang kemudian dijadikan oleh merek-merek kecantikan sebagai bahan untuk memasarkan produknya. Misalnya, mengklaim produknya dapat memutihkan kulit atau meluruskan rambut.
Setiap budaya memiliki definisi kecantikan masing-masing. Di Indonesia, persepsi masyarakat tentang kecantikan kurang lebih sama dengan yang sudah tersebut. Namun demikian, saat ini stigma kecantikan yang beredar di masyarakat telah digeser oleh beberapa merek.
Dove menggeser persepsi bahwa cantik itu tidak harus berambut lurus, panjang, atau hitam saja. Melalui format lagu dan video musik bertajuk Rambutku Mahkotaku, merek ini mengajak konsumen untuk lebih percaya diri, apa pun gaya rambut mereka.
“Kami secara inklusif berkomitmen untuk mendukung semua perempuan Indonesia agar bebas berkespresi, termasuk dalam hal gaya rambut,“ kata Putri Paramita, Beauty & Wellbeing Marketing Lead Unilever Indonesia.
Kehadiran Rambutku Mahkotaku dilatarbelakangi oleh riset Dove yang menunjukkan bahwa ternyata, masih ada perempuan Indonesia yang seringkali mendapatkan perundungan dikarenakan kondisi rambut mereka. Selain itu, sebanyak 88% perempuan merasa kehidupan sosialnya terganggu oleh standar kecantikan rambut, 75% perempuan kehilangan rasa percaya diri, dan 60% perempuan tidak merasa percaya diri untuk keluar rumah.
“Kami percaya, setiap perempuan memiliki kecantikan versi mereka sendiri, termasuk dengan jenis dan pilihan gaya rambutnya. Maka dari itu, Dove berupaya untuk membangun kepercayaan diri perempuan Indonesia agar bangkit bersama melawan hair-bullying,” ujar Putri.
Dalam video musik Rambutku Mahkotaku, Dove berupaya untuk menunjukkan bahwa stigma cantik itu harus berambut panjang, lurus, dan hitam harus didobrak. Hal ini terlihat dari para talent di video musik yang menunjukkan representasi keragaman rambut perempuan Indonesia. berbagai macam gaya rambut, mulai dari keriting, rambut pendek, rambut berwarna, hingga berhijab mendukung konten merek tersebut yang inklusif.
“Dove selalu berupaya untuk menghidupkan purpose di setiap konten kreatifnya, termasuk Rambutku Mahkotaku ini. Hal ini selaras dengan visi ‘positive beauty’ yang diusung Unilever, yakni untuk menciptakan standar baru bagi kecantikan yang setara, inklusif, serta berkelanjutan melalui inovasi dan teknologi yang kami miliki,” tambah Putri.
Tidak hanya Dove saja, Make Over juga turut berupaya untuk mendobrak mitos dan stigma yang beredar seputar dunia kecantikan, salah satunya adalah cantik itu harus putih. Sejak lahir pada tahun 2010, merek ini sudah menghadirkan makeup dengan berbagai macam warna, mulai dari terang hingga gelap.
Selain itu, dalam kampanye-kampanye yang dibuat, Make Over juga selalu menghadirkan sosok yang berbeda, mulai dari yang oriental, tan skin, berhijab, berambut pendek, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan untuk mengedukasi. Stephanie Lie, Senior Group Head Make Over mengungkapkan bahwa semua perempuan Indonesia bisa cantik dengan caranya masing-masing.
“Sejak awal kami berdiri, kami berupaya untuk mendobrak stigma-stigma seputar dunia kecantikan. Kami mengeluarkan makeup dengan shades yang sangat banyak dan saat ini kami sudah punya 20 shades. Kami juga terus mengangkat sosok yang berbeda-beda di setiap kampanye kami. Harapannya, stigma tersebut bisa hilang seiring dengan edukasi yang terus kami jalankan,“ kata Stephanie.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz