Melirik Peluang Bisnis Gastronomi Indonesia

marketeers article

Potensi bisnis gastronomi Indonesia makin besar. Berbagai kalangan dari pemerintah hingga public figure mulai melangkah ke sektor gastronomi. Paduan antara tiga elemen dasar (triangle concept) meliputi kearifan lokal, budaya, dan rasa kuliner dikatakan Ketua Akademi Gastronomi Indonesia Vita Datau menjadi daya jual tersendiri bagi sektor gastronomi Indonesia.

Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang dalam bidang gastronomi. Hal ini diungkapkan Ketua Akademi Gastronomi Indonesia Vita Datau dalam wawancara dengan Majalah Marketeers November lalu. “Filosofi dan sejarah yang panjang terdapat dalam setiap resep kuliner autentik Indonesia. Ada lebih dari 5.000 resep kuliner dengan kekayaan budaya yang mengakar kuat di Indonesia,” jelas Vita.

Gastronomi sendiri merupakan dasar untuk memahami bagaimana makanan dan minuman yang digunakan dalam situasi-situasi tertentu, terutama berhubungan dengan pengetahuan, seni, budaya dan sejarah berbagai hidangan warisan nusantara yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia.

Vita memaparkan data Aliansi Desa Sejahtera 2012 menunjukkan, setidaknya terdapat 77 sumber karbohidrat, 75 sumber lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buahbuahan, 232 jenis sayuran, dan 110 macam bahan rempah di setiap daerah di Indonesia. Hal ini, sambung Vita, menjadi daya tarik tersendiri bagi bisnis gastronomi Indonesia.

Data statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif tahun 2017 menunjukkan, subsektor kuliner sebagai salah satu industri ekonomi kreatif di Indonesia telah berkontribusi sebesar 41,69% bagi Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan subsektor kuliner pun menunjang pertumbuhan pariwisata Indonesia. Hal ini terlihat dari pencapaian Indonesia yang berhasil menduduki posisi ke-42 dari 136 negara dalam Travel and Tourism (T&T) Competitiveness Index 2017 setelah sebelumnya berada di posisi ke-50 dari 141 negara pada 2015.

“Jadi, kalau mau mempercepat ekonomi melalui kuliner maka salah satu projek yang jitu adalah pengembangan gastronomi karena wisatawan pasti mencari makanan. Daya tarik destinasi tak lepas dari kulinernya. Kuliner dan belanja bak bayi kembar siam yang tidak bisa dipisahkan. Alasannya, you go for shopping, you go for food. Simple-nya, ketika orang tiba di Medan tidak mungkin mereka mencari Soto Lamongan,” pungkas Vita.

Terkait dengan triangle concept, Vita mengatakan masing-masing elemen ini tidak bisa terlepas satu dengan yang lain. Kaitan antara makanan dan sejarah dihubungkan oleh bahan pangan lokal. Sementara, sejarah dengan budaya dihubungkan melalui hikayat, dan budaya dengan makanan dihubungkan melalui ritual atau upacara tertentu.

“Nanti, konsep ini akan membentuk image yang menciptakan karakteristik dan diferensiasi dari tiap daerah. Melalui story telling yang memadukan filosofi kuliner autentik dengan kekayaan budaya lokal yang berada di belakangnya akan menjadi daya jual bagi pariwisata Indonesia,” kata Vita yang optimistis bisnis gastronomi sebagai salah satu cara mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Editor: Sigit Kurniawan

Related