Arti default sering kali dimengerti sebagai bawaan jika kata itu diterjemahkan secara bebas dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Namun, dalam pengertian secara ekonomi, default memiliki arti yang berbeda.
Default artinya adalah keadaan saat seseorang atau suatu perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Default dapat terjadi pada berbagai jenis utang, seperti utang pemerintah, utang perusahaan, atau utang perorangan.
Dalam buku “Hukum Pembiayaan Usaha” yang ditulis Rio Christiawan, events of default atau default merupakan pelanggaran terhadap kondisi-kondisi yang telah disepakati bersama, dan pelanggaran tersebut dapat mengakibatkan kredit membatalkan peminjaman yang diberikan. Sederhananya, default adalah batalnya perjanjian pembiayaan sebelum jangka waktu yang disepakati berakhir.
BACA JUGA: Fidusia: Pengertian, Jenis Pinjaman, dan Lama Hukumannya
Pemicu utama dari default adalah kondisi keuangan yang buruk. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi yang kurang baik, kenaikan suku bunga, atau kerugian bisnis yang signifikan.
Default juga dapat terjadi karena faktor eksternal seperti bencana alam atau perang. Default dapat memiliki dampak yang sangat merugikan bagi pihak yang terlibat.
Pihak yang meminjam uang dapat kehilangan akses ke dana yang diperlukan untuk membiayai operasi bisnisnya, sementara pihak yang memberikan pinjaman dapat kehilangan dana yang diinvestasikan. Default juga dapat memengaruhi reputasi perusahaan atau individu yang terlibat, yang dapat menyulitkan untuk memperoleh pinjaman di masa depan.
Dalam kasus utang pemerintah, default juga dapat memengaruhi stabilitas ekonomi negara tersebut.
BACA JUGA: Arbitrasi: Proses Penyelesaian, Beda dengan Mediasi
Namun, default bukanlah akhir dari segalanya. Ada berbagai cara untuk mengatasi default, seperti restrukturisasi utang atau penawaran damai.
Ini dapat membantu pihak yang terlibat untuk mencapai kesepakatan yang memungkinkan mereka untuk membayar kembali utang mereka dalam jangka waktu yang lebih panjang atau dengan jadwal pembayaran yang lebih fleksibel.
Secara umum, penting untuk mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah default sebelum terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan memantau kondisi keuangan secara teratur, membuat rencana cadangan, dan menjaga agar utang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pendapatan.
Editor: Ranto Rajagukguk