oleh: Dr. Dedy Ansari Harahap, SP., MM, Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung
Kelangkaan beberapa bahan-bahan kebutuhan rumah tangga di toko-toko retail beberapa minggu terakhir mencemaskan masyarakat di berbagai daerah, harga minyak goreng yang naik tinggi bahkan beberapa saat susah ditemukan di toko-toko. Banyak orang berbondong-bondong bahkan desak-desakan untuk mendapatkan bahan tersebut walaupun menunggu lama, menempuh jarak yang jauh dari rumah ke tempat yang dituju. Situasi yang bisa disebut sebagai panic buying ini sempat menjadi berita headline di beberapa media surat kabar, televisi, bahkan media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan lainnya.
Di sisi lain, masih diperpanjangnya PPKM Level 1-4 di berbagai daerah di Indonesia dan belum adanya kepastian kapan dihentikan, menandakan pandemi COVID-19 masih belum berakhir. Secara psikologis, hal ini memberikan dampak bagi masyarakat dalam menyikapi situasi tersebut, bahkan sampai membuat semua orang takut dan cemas, karena tidak diketahui sampai kapan pandemi berakhir.
Keadaan ini mendorong orang bersikap individualistis, setiap orang berpikir bagaimana menyelamatkan dirinya dan keluarganya pada saat pandemi berlangsung. Kondisi dan situasi yang terjadi memicu perilaku pembelian panik (panic buying) banyak dilakukan masyarakat. Aksi ini menjadi respons sebagai bentuk antisipasi mengurangi kecemasan dan ketakukan tidak mendapat bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangganya sesaat bahkan jangka yang lebih lama ke depannya.
Sementara pada saat yang sama imbas situasi banyak ditemukan sebagian dari masyarakat mengalami penghasilan yang menurun akibat PHK, usaha kecil yang dijalankan mengalami kebangkrutan, dan saldo tabungan yang semakin menipis.
Bukan tidak mungkin, masyarakat akan membatasi dan mengurangi transaksinya untuk sektor tertentu, namun untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari, masyarakat lebih mengutamakannya. Hal ini terlihat dengan banyaknya masyarakat berlomba-lomba berbelanja di toko dengan jumlah yang banyak untuk membeli keperluan rumah tangga untuk stok persediaan yang lebih lama agar tidak kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Perilaku pembelian panik yang terjadi beberapa waktu belakangan ini memberikan dampak bagi pelaku usaha yang menjual produk dan perusahaan yang memproduksi produk. Pembelian panik yang terjadi adalah peristiwa yang tidak biasa saat masyarakat melakukan pembelian. Dalam sebuah artikel yang dirilis INSEAD, Andy J. Yap seorang Asisten Profesor Perilaku Organisasi di INSEAD dan Charlene Y. Chen Asisten Profesor Pemasaran di Nanyang Business School menulis bahwa pembelian berbagai kebutuhan dalam menghadapi pandemi adalah respons perilaku alami masyarakat terhadap hilangnya kontrol psikologis.
Ilmuwan sosial juga menganggap panic buying dapat terjadi akibat ketakutan yang menyebar melalui media sosial. Pembelian barang-barang yang bersifat praktis secara dadakan ini juga bisa diartikan reaksi atas perasaan stres dan ketidakpastian. Bahkan, tindakan tersebut bisa dianggap menjadi bentuk pemecahan masalah yang mungkin dapat meningkatkan perasaan kontrol mereka terhadap situasi yang ada.
Pembelian panik dapat terjadi dari sejumlah peristiwa yang berbeda, umumnya panic buying terjadi karena peningkatan permintaan yang menyebabkan kenaikan harga. Sebaliknya, penjualan panik memiliki dampak yang mengakibatkan peningkatan pasokan dan harga yang lebih rendah. Panik membeli dan menjual dalam skala besar dapat memiliki dampak dramatis yang mengarah pada perubahan pasar dalam berbagai skenario. Beberapa laporan mengaitkan pembelian panik itu dengan ketidakpercayaan yang semakin besar atas keadaan yang terjadi saat ini.
Membaca Perilaku Konsumen
Belajar dari peristiwa yang terjadi atas kelangkaan beberapa bahan-bahan kebutuhan rumah tangga, alat-alat kesehatan, produk kesehatan dan lainnya, perilaku pembelian konsumen terhadap suatu produk berubah pada saat pandemi. Bila sebelumnya masyarakat tertentu saat melakukan pembelian selalu mempertimbangkan nilai merek (brand) dari sebuah produk, saat pandemi sekarang telah bergeser hingga pertimbangan konsumen saat melakukan pembelian produk tidak semata berdasarkan merek saja.
Dalam beberapa literatur dan hasil-hasil penelitian menyatakan merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, pengenalan merek dan akhirnya berubah menjadi kesadaran merek bagi para pelanggan organisasi atau perusahaan.
Konsumen berpikir logis dan realistis menghadapi keadaan yang terjadi saat ini, mereka tidak lagi memikirkan merek apa yang akan dibeli tetapi lebih mengutamakan kegunaan produk (product utility). Misalnya, yang terjadi beberapa minggu belakangan ini yaitu kelangkaan minyak goreng, akibat kelangkaan ketersediaannya masyarakat panik, kalau-kalau mereka tidak mendapatkannya. Mereka terus-menerus mencari di mana minyak goreng tersedia dan merek apa saja dibeli asalkan ada, walaupun harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkannya. Padahal sebelumnya, konsumen cenderung membeli merek tertentu saja yang dianggap berkualitas dan sesuai dengan seleranya.
Konsekuensi yang terjadi dari beberapa peristiwa di atas mengakibatkan terjadinya pembelian panik hampir di seluruh daerah di Indonesia. Dapat digambarkan adanya perubahan perilaku pembelian konsumen terhadap produk yang dibutuhkannya yaitu faktor kegunaan produk (product utility) merupakan pilihan yang realistis dan logis pada saat pandemi sekarang bahkan juga di masa depan.
Dampak tersebut menjadi koreksi kepada toko retail dan perusahaan yang memproduksi produk yang sudah memiliki merek (brand) terkenal sekalipun. Mereka tidak boleh merasa puas dan senang atas kelangsungan produknya di masa yang akan datang, apakah produk mereka tetap disukai dan diminati masyarakat atau konsumen.
Semakin banyaknya pilihan konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya, konsumen berpikir rasional dan logis pada saat melakukan pembelian di berbagai aktivitas berikutnya. Ditambah dengan kemajuan teknologi digital melalui media sosial dan e-commerce yang semakin pesat, membuat konsumen sebagai pengguna internet dapat berpindah dari satu website ke website lainnya tanpa batas saat berbelanja. Pilihan-pilihan akan mudah didapat dan diakses, barang dan jasa banyak alternatif, sesuai dengan pilihan dan kemampuan pembeli.
Artinya, kecenderungan perilaku konsumen di masa yang akan datang akan dipengaruhi oleh salah satunya adalah faktor kegunaan dan manfaat produk. Sikap ini menjadi pilihan yang realistis dan logis bagi konsumen, sebagai pilihan pada saat membeli produk yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluannya selain faktor ekuitas merek dari sebuah produk.