Bagi perusahaan yang menjalankan bisnis berkelanjutan, mengedepankan profit saja tidak lagi menjadi konsentrasi mereka. Umumnya perusahaan yang berfokus para profit semata umum ditemukan di perusahaan-perusahaan tradisional. Sementara, perusahaan dengan prinsip sustainability berfokus pada triple bottom line, yaitu people, planet, dan profits. Perlu diingat, para pengusaha harus mulai berpikir pendekatan ini bukan sekadar aksi sosial melainkan untuk membangun bisnis yang berkelanjutan.
Mengusung dampak sosial sudah menjadi tuntutan bisnis di era sekarang. Bisnis tak bisa lagi hanya melakukan eksploitasi demi mengejar profit. Keberlanjutan sebuah bisnis saat ini ditentukan pada perannya dalam membangun kehidupan di dunia yang lebih baik. Entah dengan turut berkontribusi pada kelestarian lingkungan, pemberdayaan sosial, hingga penguatan ekonomi suatu masyarakat.
Survei McKinsey tahun 2011 menemukan bahwa 33% perusahaan melakukan praktik bisnis berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memangkas biaya. Khusus di sisi people, bisnis yang bertanggung jawab pada isu sosial menjadi kunci mengamankan values tersebut.
Isu-isu seperti kesetaraan gender, kelaparan, kesenjangan sosial, bisa menjadi hal yang diperhatikan oleh para pemasar hari ini. Landasan membangun bisnis yang berkelanjutan sebetulnya sudah diatur oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak September 2015 dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Landasan ini berisi 17 tujuan yang merupakan cetak biru untuk menjawab tantangan global menuju tercapainya tatanan dunia yang lebih baik dan berkelanjutan.
“Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait membangun bisnis berkelanjutan. Pasalnya, telah muncul kebijakan investor global yang menyalurkan dana investasi hanya kepada perusahaan yang melaksanakan kewajibannya dengan baik dalam pelaksanaan environment social and governance,” ujar Y. W. Junardy, President Indonesia Global Compact Network (IGCN).
Selain itu, tuntutan juga datang dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau lembaga internasional untuk pebisnis agar melaksanakan prinsip bisnis beretika dan bertanggung jawab (responsible business). Tak hanya itu, perusahaan kini juga dituntut memonitor dan melaporkan kegiatan perusahaannya ke dalam bentuk sustainability report.
“Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan peraturan untuk lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik harus melaporkan nonfinancial report mulai tahun 2021. Laporan ini melingkupi berbagai hal, seperti operasional penggunaan air, energi, masalah lingkungan, dan sebagainya. Termasuk, ada perubahan perilaku dan selera konsumen yang harus direspons pebisnis,” tutup Junardy.