Membangun Experience Dengan Desain Branding yang Humanis

marketeers article
Brand Branding Marketing Commercial Name Concept

Manusia pada dasarnya memiliki sifat dasar sebagai makhluk sosial, yaitu cenderung tidak bisa hidup benar-benar sendiri. Kebutuhan untuk memiliki teman dalam berkegiatan tidak hanya sebagai ‘teman’, tapi juga untuk berinteraksi sebagai upaya membuat dirinya lebih ‘hidup’.

Atas hal inilah radio menjadi salah satu bisnis yang diuntungkan selama pandemi. Sudah bukan hal aneh jika pandemi menyebabkan keterbatasan interaksi karena diterapkannya social distancing. Hal ini bisa dilihat dari work from home. Jika sebelum pandemi bekerja dilakukan di kantor atau co-working space yang berisi banyak orang dan penuh dengan interaksi, WFH menyebabkan suasana kerja jadi jauh lebih sepi. Interaksi-interaksi yang biasanya terjadi hilang.

“Akhirnya orang-orang mencari alternatif untuk memenuhi kebutuhan interaksi, salah satunya kembali memanfaatkan kanal-kanal media. Radio menjadi salah satu yang paling diminati karena media ini cukup didengarkan tanpa memecah konsentrasi,” jelas Adrian Syarkawi, CEO Mahaka Radio Integra di gelaran WOW Brand Festive Day, Rabu (04/11/2020).

Riset yang dilaporkan oleh Nielsen pada bulan Maret 2020 mengungkapkan bahwa penyiar radio menghadirkan kesan interaksi di tengah masa krisis. Setidaknya 53% respondens merasakan radio memberikan informasi yang dibutuhkan, 46% membantu respondens mengetahun toko yang masih buka, 46% berpendapat bahwa radio tetap menghubungkan audiens dengan komunitasnya, dan 44% setuju bahwa radio membuat audiens tidak merasa sendirian.

“Artinya ada emosi yang terbangun antara penyiar dengan audiensnya. Inilah mengapa di Mahaka Radio Integra, penyiar menjadi treasure utama yang dimiliki perusahaan,” ungkap Adrian.

Potensi penyiar yang bisa menyampaikan pesan dan membangun emosi humanis dengan pendengarnya inilah yang kemudian menjadi dasar MARI dalam membangun human experience untuk membangun desain branding. Menurut Adrian, tanpa penyiar, radio tidak bisa bekerja sesuai dengan fungsinya sebagai kanal hiburan dan berbagi informasi.

Dalam membangun human experience pun memerlukan desain tersendiri. MARI memulaikan dengan memahami pengalaman sesuai kebutuhan pendengar. Hal ini dilakukan dengan customer research yang teliti dan menyeluruh mengenai kebutuhan dan kondisi yang sedang dialami pendengar.

“Kalau emosinya bisa dibentuk, konsumen bisa mengingat brand sampai di titik advokasi, namun jika salah yang timbul justru kesan negatif. Itulah perlunya riset yang menyeluruh,” tambahnya.

Pembangunan human experience pada brand juga bisa dilakukan dengan memfokuskan pada humans management. Adrian mengatakan, brand yang baik adalah yang diadvokasi oleh karyawannya sendiri. “Karyawan adalah bukti nyata baik atau buruknya sebuah perusahaan,” katanya.

Gue Anak Radio

Salah satu strategi human experience design for branding yang berhasil dilakukan oleh MARI adalah pencarian bakat penyiar melalui program Gue Anak Radio. Program ini menjadi cara MARI untuk menjaring minat anak muda terhadap radio dengan mengajak mereka sebagai bagian dari radio tersebut.

“Kami berikan mereka name tag, kaos, dan simbol-simbol yang menandakan bahwa anak-anak muda ini bagian dari kami. Sehingga, saat tidak terpilih menjadi penyiar pun mereka tetap merasakan relevansi dan hubungan interaksi. Strategi ini menjadi branding yang humanis untuk kami,” tutup Adrian.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related

award
SPSAwArDS