Kondisi geografi, geoposisi, hingga geostrategi Sulawesi Utara (Sulut) menjadikan daerah ini berpotensi menjadi Pintu Gerbang Pasifik. Berawal dari cita-cita pahlawan nasional asal Sulut, Sam Ratulangi, keinginan menjadikan Sulut sebagai Pacific Gateway of Indonesia diwujudkan oleh pemerintah, masyarakat, dan stakeholder daerah tersebut.
Sebelum pandemi COVID-19 hadir, pembangunan di Sulut berkembang pesat, terutama untuk urusan investasi dan pariwisata.
“Kami mengupayakan berbagai proyek prioritas untuk mendukung pembanguanan dan pengembangan pariwisata, antara lain melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata di Likupang dengan luas kurang lebih dua ribu hektar, dan total investasi berkisar Rp 8,1 triliun,” jelas Gubernur Sulut Olly Dondokambey dalam seri ke-10 Government Roundtable Series “COVID-19: NEW, NEXT & POST” bertajuk Sulawesi Utara: Gerbang Indonesia ke Pasifik yang digelar MarkPlus, Inc., dan didukung oleh Bank SulutGo secara virtual, Kamis (16/07/2020).
Strategi pembangunan Sulut menuju Pintu Gerbang Pasifik dilakukan dengan memperhatikan sustainabilitas. Alhasil, seluruh pembangunan dilakukan dengan memperhatikan elemen 5P (People, Planet, Prosperity, Peace, Partnership).
Di sisi lain, Duta Besar (Dubes) RI untuk Selandia Baru, Samoa dan Kerajaan Tonga, sekaligus Dubes Keliling untuk Pasifik Tantowi Yahya menyambut antusias hal ini. Ia menilai, ada potensi pasar yang bisa digarap oleh pelaku UKM di Sulut dan sekitar guna mengisi kebutuhan pasar di negara-negara kawasan Pasifik.
“Pasifik terdiri dari negara-negara kecil, namun jika digabungkan dengan Selandia Baru dan Australia maka jumlah penduduk di kawasan tersebut mencapai 35 juta jiwa. Ada beragam produk Indonesia yang dibutuhkan di sana,” ungkap Tantowi.
Produk perikanan yang menjadi salah satu produk jawara dari Sulut pun bisa dibidik untuk mengisi kebutuhan tersebut, sebagai contoh masuk ke pasar Selandia Baru. Demikian pula produk rempah dan kopi dalam negeri yang digemari di Australia dan negara-negara kecil di Pasifik.
Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk Statistik Perdagangan Luar Negeri Sulut 2019, nilai ekspor Sulut hingga Desember 2019 mencapai US$767,29 juta. Adapun komoditas utama adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (43%), Perhiasan/Permata (16%), dan Ikan/Udang (11%).
Sedangkan, pelabuhan muat terbesar adalah melalui pelabuhan Bitung, Amurang, dan Labuan Uki (US$405 juta), diikuti pelabuhan Tanjung Priuk (US$191 Juta), dan pelabuhan Tanjung Perak (US$ 30 juta).
Selain komoditi tersebut, sektor pariwisata pun layak untuk dilirik. Per Desember 2019, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sulut mencapai 129.587 orang atau tumbuh 6,13% dibandingkan 2018. Meskipun pada Mei 2020 terjadi penurunan sebesar 73,87% dibandingkan 2019 akibat pandemi COVID-19.
Mengambil Momentum New Normal
Kondisi New Normal menjadi kesempatan bagi seluruh pihak untuk membenahi keadaan dan membangun kembali perekonomian.
Turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah Sulut, Bank SulutGo (BSG) menyalurkan kredit pada lima sektor prioritas (Perikanan dan Kelautan, Pariwisata, Pertanian, Infrastruktur, Ekonomi Kreatif). BSG juga tengah mempersiapkan diri menjadi Bank Devisa agar dapat menunjang transaksi internasional.
“UMKM menyumbang 97% perekonomian bangsa. Oleh karena itu, BSG menyiapkan berbagai jenis produk dan layanan pembiayaan bagi pelaku UMKM, terutama di sektor prioritas. Lantaran pintu gerbang ini sudah terbuka, kita harus mulai melatih kesiapan kita untuk naik kelas dan go global,” imbuh Jeffry A.M. Dendeng, Direktur Utara Bank SulutGo.
BSG turut menggandeng International Council for Small Business (ICSB) dan menyediakan Bank SulutGo Excellence Centre. Hal ini dilakukan untuk memberikan berbagai pelatihan bagi UMKM agar bisa go global.