Dalam tulisan sebelumnya dikatakan, uang bukan segalanya untuk membangun sebuah tim sales yang andal. Seorang penulis buku berjudul “DRIVE, The Suprising Truth About What Motivates Us” Daniel H. Pink menyebutkan pendekatan baru terkait hal tersebut. Pink menyebutnya dengan pendekatan SDT atau Self-Determination Theory.
Gagasan utama SDT ini adalah eksistensi manusia sebagai mahkluk otonom yang mampu menentukan nasib hidupnya sendiri. Ia menekankan otonomi manusia dalam konektivitas dengan orang lain. Dalam kondisi otonom, mereka justru akan lebih kreatif, gembira, dan menghasilkan karya lebih banyak.
Menurutnya, ada tiga hal harus diperhatikan perusahaan terkait dengan kebutuhan dasar manusia. Ketiganya adalah kebutuhan untuk menentukan hidupnya sendiri (Autonomy), kebutuhan untuk belajar dan menciptakan hal-hal baru (Mastery), dan kebutuhan untuk berbuat lebih baik bagi diri sendiri dan dunianya (Purpose).
Langkah #1: Beri Otonomi ke Tim Penjualan
Kepala tim sebaiknya memberi ruang dan waktu bagi timnya untuk bersikap dan berpikir secara otonom. Ingat, mereka bukan mesin produksi yang hanya tinggal tunggu perintah. Sebuah tim merupakan komunitas manusia yang memiliki hakikat yang tak bisa dilanggar yakni otonomi. Perusahaan tak perlu takut dengan otonomi ini karena otonomi adalah dasar dari lahirnya kreativitas. Tanpa otonomi, tak ada kreativitas yang asli. Ada empat aspek dari otonomi ini:
Pertama, When they do it (Waktu). Pertimbangkan untuk mengubah strategi ROWE (Results-Only Work Environment) yang sekadar fokus pada hasil daripada proses menuju ke sistem yang memungkinkan tim bisa berkerja secara fleksibel, bebas dan mandiri, untuk menyelesaikan apa yang menjadi tugas-tugasnya.
Kedua, How they do it (Teknik). Kepala tim jangan bersikap diktaktor yang terus menerus mendikte apa yang harus dikerjakan timnya. Berikan bimbingan awal untuk pekerjaan mereka dan beri kebebasan untuk mencapai apa yang diingingkan dengan cara-cara yang paling baik.
Ketiga, Whom they do it with (Tim). Mungkin ini bisa menjadi yang terberat dalam mengimplementasikan otonomi. Cobalah untuk memberikan peluang bagi tim untuk menentukan siapa saja yang bakal diajak kerjasama. Bila memungkinkan berikan kesempatan tim untuk membangun tim kerja kecil mereka sendiri.
Keempat, What they do (Tugas). Beri kesempatan kepada tim untuk berinisiatif pada apa yang mereka kerjakan. Hal ini bisa terwujud bila suasana kerja memungkinkan orang untuk berpikir kreatif dan berani berinisitatif tanpa takut dimarahi.
Langkah #2 Beri kesempatan anggota tim menguasai hal baru
Masing-masing anggota tim memiliki bakat dan kelebihan masing-masing. Kepala tim perlu memberi kesempatan kepada anggota timnya untuk bisa belajar dan mengembangkan apa saja yang menjadi kompetensinya. Bila ini terpenuhi, tim bisa bekerja dengan senang hati. Pasalnya, mereka akan melakukan apa yang mereka cintai.
Ada dua aspek yang patut diperhatikan dalam hal ini. Pertama, provide “Goldilocks task”. Istilah untuk tugas-tugas “Goldilocks” ini mengacu pada tindakan untuk memberikan tugas-tugas yang tak terlalu berat pada karyawan sehingga menimbulkan kecemasan. Tapi, jangan juga memberikan tugas-tugas ringan yang justru menimbulkan kebosanan. Kepala tim harus bisa mengenali masing-masing anggota dan memberikan kesempatan mereka melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan kompetensi dan passion mereka.
Kedua, Create environment for mastery. Ketua tim harus bisa menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi tim untuk mengembangkan bakat dan passion mereka masing-masing. Artinya, pemimpin harus bisa memberi “udara bebas” bagi mereka untuk berkreasi.
Langkah #3 Tim Sales Yang Andal Harus Punya Tujuan
Tim harus bekerja dengan tujuan. Tentukan tujuan tim dan komunikasikan kepada seluruh anggota. Paling tidak, di atas otonomi masing-masing anggota, ada tujuan yang lebih besar yang ingin dicapai oleh tim maupun perusahaan. Untuk itu, undang tim untuk berkontribusi mencapai tujuan besar tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan di sini:
Pertama, Communicate the purpose. Pastikan seluruh tim mengetahui dan memahami apa yang menjadi tujuan perusahaan – bukan sekadar besaran profit yang diperoleh. Tim yang memahami tujuan dan visi perusahaan dan tahu bagaimana mereka bisa berkontribusi secara otonom, biasanya akan bekerja lebih puas dan gembira.
Kedua, Place equality. Riset menunjukkan bahwa perusahaan yang bertujuan hanya pada keuntungan uang semata tidak memberikan dampak berarti pada kesejahteraan jiwa dan raga karyawannya. Namun, bila tujuan itu bukan sekadar uang dan lebih mengarah pada nilai dan kebaikan, tim akan dengan senang hati bekerja.
Ketiga, Use purpose-oriented words. Selalu gunakan kata-kata “kita” atau “kami” agar seluruh tim merasa dilibatkan dan menyadari bahwa mereka berada di sebuah kapal besar yang sama dan mengarungi lautan untuk mencapai cita-cita bersama. Kata-kata tersebut akan membantu anggota tim lebih engage dengan tujuan perusahaan.
Demikian tiga hal utama yang menjadi elemen penting dalam memotivasi tim/karyawan. Manajer penjualan yang hanya “mengejar-ngejar” dan “menagih” timnya untuk mendapatkan konsumen sebanyak-banyaknya bukanlah pemimpin yang baik. Selain itu, iming-iming uang dan bonus finansial ternyata tidak mumpuni untuk mendongkrak performa tim penjualan.
Sekali lagi, uang memang bukan segalanya!
Editor: Sigit Kurniawan