Dalam Legacy Marketing, langkah pertama untuk menyusun strategi pemasaran adalah dengan melakukan segmentasi, yaitu dengan membagi pasar ke dalam segmen-segmen tertentu berdasarkan geografi, demografi, psikologi, dan sebagainya.
Akan tetapi, di era New Wave Marketing, segmentasi mengarah pada strategi communitization, yang mana marketer dituntut untuk dapat membentuk suatu komunitas atau memanfaatkan komunitas yang ada.
Tidak hanya merek-merek otomotif yang biasa menggunakan strategi ini, merek consumer goods pun juga dapat menerapkan strategi yang dianggap low budget high impact ini.
Secara sederhana, komunitas diartikan sebagai kumpulan orang yang memiliki kesamaan interest dan values. Sehingga, relasi antar anggota komunitas menjadi lebih erat. Berbeda dengan segmentasi yang mana antarkonsumen bisa saling tak peduli satu sama lain.
Terlebih, dalam segmentasi, pembentukan dilakukan oleh perusahaan/merek, sehingga sifatnya vertikal. Di sisi lain, communitization biasanya dibuat oleh orang per orang yang setara, sehingga bersifat horizontal.
Nah, komunitas seperti itu lah yang digagas oleh merek susu HiLo dan produk nutrisi L-Men besutan PT Nutrifood Indonesia. Sejak tiga tahun terakhir, dua merek ini telah menyadari pentingnya komunitas untuk meningkatkan awareness merek, sekaligus mencetak brand advocate yang mampu menjadi spokesperson mengenai values yang dibangun merek.
Komunitas L-Men atau disebut L-Men Community tercipta secara tidak disengaja pada tahun 2011. Mereka sebagian besar memang adalah orang-orang yang pernah mengikuti ajang L-Men of The Year, sebuah ajang pencarian pria bertubuh atletis yang dihelat Nutrifood setaip tahun sejak tahun 2004.
“Jadi, para alumni L-Men of The Year mereka berkumpul dan akhirnya membentuk komunitas. Kita tidak pernah menyuruh membuat komunitas itu, tapi mereka lahir sendiri,” kata Meirza Hartoto, Brand Manager L-Men.
Sejak itulah, muncul nama-nama L-Men Community yang mewakili berbagai kawasan, seperti L-Men Community Jakarta, Tangerang, Lampung, Makassar, dan Semarang. Setiap komunitas itu melakukan aktivitas hingga perekrutan anggota secara swadaya. Artinya, pihak L-Men tak pernah menyuruh ataupun melakukan perekrutan itu.
“Kami hanya mendukung agenda-agenda mereka dan meminjamkan kantor kami untuk mereka meeting,” ucap Meirza.
Meirza mengatakan, selama ini, agenda mereka adalah melakukan sosilasasi gaya hidup sehat kepada anggota atau masyarakat sekitar. Biasanya, mereka ngumpul setiap weekend untuk menyebarkan pesan-pesan itu. “Biasanya, saat Car Free Day, mereka kumpul-kumpul untuk olahraga bareng atau mengajak orang hidup sehat,” terang Meirza,
Memang, sejak pertama kali hadir, arah komunikasi L-Men selalu mengarah pada pembentukan otot agar memiliki tubuh atletis. Apalagi, L-Men of The Year yang dihelat selama sepuluh tahun itu telah membentuk imej merek L-Men sebagai mereknya pria-pria six pact.
Akan tetapi, sejak tahun 2014, L-Men mulai mereposisi mereknya sebagai merek yang mendukung aktivitas olahraga, dan itu tidak mesti berhubungan langsung dengan badan six pact. “Kami lakukan itu sebenarnya untuk menjangkau konsumen yang lebih luas,” paparnya.
Meirza melanjutkan, merek bisa memanfaatkan komunitas sebagai corong komunikasi. L-Men mengarahkan aktivitas komunitas-komunitas itu agar sejalan dengan tujuan merek, yaitu mengajak orang untuk menjalankan gaya hidup sehat, dan bukan semata untuk memiliki tubuh atlestis.
“Pada awalnya, memang ada yang ikut komunitas agar menjadi nilai lebih ketika mereka mengikuti kontes L-Men of The Year. Namun, ajang itu sudah dihentikan sejak 2014. Sehingga, arah komunikasi kami sudah berubah,” papar Meirza.
Dia juga mengatakan, keberadaan komunitas tersebut juga membantu merek untuk mengedukasi khalayak mengenai produk L-Men itu sendiri. Sebab, katanya, L-Men bukan seperti Nutrisari yang semua orang bisa memahami apa dan untuk apa merek itu digunakan.
“L-Men masih butuh edukasi soal mengapa perlu produk tersebut, dan apa manfaatnya bagi tubuh. Itu sangat terbantu oleh para komunitas itu,” pungkasnya.
Karena komunitas L-Men terbentuk secara organik, Meirza menyadari banyak komunitas yang akhirnya berguguran. Karenanya, L-Men mendorong penggagas komunitas untuk melakukan regenerasi, sehingga komunitas tersebut tidak mati di tengah jalan.
“Masalah terbesar komunitas adalah regenerasi. Biasanya, mereka jadi tidak begitu aktif ketika sudah sibuk kerja atau sudah menikah,” tutur Meirza.
Komunitas HiLo
Masalah yang sama ternyata juga dihadapi oleh merek susu HiLo yang masih satu induk perusahaan dengan L-Men. Bedanya, HiLo menjadikan komunitas yang awalnya terbentuk secara organik, menjadi bagian dari program kerja HiLo.
Komunitas HiLo atau disebut HiLo Green Community (HGC) terbentuk pada tahun 2015. Perlu waktu hampir 12 tahun sejak merek ini hadir untuk akhirnya menggarap komunitas.
HGC telah tersebar di 21 kota dan jumlah anggotanya sudah mencapi hampir 1.000 orang. Komunitas ini bisa dibilang sebagai komunitas hijau terbesar yang digagas oleh merek susu di Tanah Air.
Ignatius Teddy Suhermanto, Brand Manager HiLo menjelaskan, komunitas ini terbentuk oleh para alumni-alumni yang mengikuti ajang HiLo Green Ambassador (sekarang bernama HiLo Green Leader) yang dibuat perusahaan pada tahun 2013. Para alumni tersebut setelah kembali ke daerahnya, akhirnya mengajak orang-orang yang memiliki visi yang sama terhadap pelestarian lingkungan untuk melakukan sesuatu.
“Komunitas HGC bersifat sponsor dan organik. Sponsor karena kami bentuk komunitasnya dan kami beri tunjangan. Organik karena mereka menjalankan 100% program kerja dan perekrutan berdasarkan inisiatif mereka sendiri,” tutur Teddy.
Pada tahun 2015, HiLo melakukan pembaharuan terhadap komunitas tersebut. Dari delapan kota, diperlebar menjadi 21 kota, meliputi Medan, Pekanbaru, Padang, Palembang, Lampung, Banten, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Yogya, Surabaya, Malang, Lombok, Maluku, Gorontalo, Makassar, Samarinda, Pontianak, dan Banjarmasin.
Masing-masing kota minimal memiliki tiga anggota yang meliputi ketua, wakil, dan bendahara. Pada praktiknya, banyak dari komunitas tersebut merekrut orang untuk mengisi posisi sebagai media sosial, partnership, dan hubungan masyarakat.
“Mengapa kepengurusan ini penting, karena kami memberikan tunjangan per kuartal. Dana itu digunakan untuk melakukan aktivitas edukasi maupun capacity building dari anggota komunitas. Mereka juga harus memiliki laporan keuangan,” terang Teddy tanpa mau menyebut besarnya tunjangan yang diberikan.
Sejak tahun lalu pula, HiLo membentuk tiga anggota yang duduk sebagai HiLo Green Community National. Mereka bertugas mengawasi ke-21 cabang HGC, baik dari segi anggaran, maupun program kerja. Minimal, kata Teddy, dalam kuartal ada satu aktivitas yang dilakukan komunitas tersebut.
Aktivitas pun terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, aktivitas berdasarkan isu nasional. Kedua, aktivitas berdasarkan isu lingkungan yang terjadi di daerahnya. Dalam menjalankan aktivitas tersebut, komunitas wajib melakukan kolaborasi dengan instansi atau organsasi lain.
“Jika dalam dua kuartal, komunitas tidak melakukan agenda apapun, kami tidak akan memberikan dana lagi, sampai uang tersebut digunakan kembali,” papar Teddy.
Ia bilang, komunitas juga diperbolehkan untuk memperoleh dana dari pihak lain sepanjang berasal dari perusahaan/merek yang head-to-head dengan HiLo. Jika ada keuntungan dari aktivitas yang dibuat, sisa dana dikembalikan ke masing-masing komunitas, asalkan dilaporkan dalam laporan keuangan.
Lantas, apa manfaat komunitas bagi HiLo? Teddy bilang, dengan membuat komunitisasi seperti itu, merek semakin lebih dekat dengan target market. Apalagi anggota komunitas ini berusia 19-25 tahun, target empuk bagi HiLo. Selain itu, brand awareness HiLo juga meningkat di kalangan anak muda. Pasalnya, setiap aktivitas HGC selalu menggunakan nama HiLo.
“Adanya komunitas ini juga mendorong pilar-pilar Nutrifood, salah satunya lingkungan. Jadi, pesan perusahaan tersampaikan oleh komunitas ini,” katanya.
Pada dasarnya, alasan HiLo mengusung tema “hijau” karena salah satu komposisi dari minuman itu adalah alga merah. “Kami mengambil alga merah dari alam. Sehingga kami ingin mengembalikan kepada alam juga,” imbuh Teddy.
Sebenarnya, HiLo memiliki banyak merek yang variatif, mulai dari usia 5 tahun hingga 50 tahun, meliputi HiLo Kids, HiLo Teens, HiLo Active, dan HiLo Gold. Komunitas HiLo ini hanya bermain di HiLo Active. Lantas, bagaimana dengan submerek lain?
“Secara usia, HiLo Active bermain di kalangan mahasiswa yang sedang mencari aktualisasi diri. Sehingga, komunitasnya bisa berjalan secara organik. Berbeda dengan usia remaja belasan tahun yang sedang gw banget,” jawabnya.
Editor: Sigit Kurniawan