Siapa tak mengenal merek lapis Bogor Sangkuriang? Ya, merek oleh-oleh khas kota Bogor ini dapat dengan mudah ditemui diberbagai sudut daerah Bogor. Omzet yang dihasilkan pun tak kalah menggiurkan.
Tapi, tahukah Anda? Kesuksesan bisnis lapis Bogor Sangkuriang berangkat dari perjalanan panjang Anggara Jati dan isteri yang membangun bisnis ini dari ‘nol’. Dari mempekerjakan dua orang karyawan, kini lapis Bogor Sangkuriang memiliki total 12 ribu karyawan.
Tak pelit berbagi ilmu, Anggara Jati selaku pemilik Lapis Bogor Sangkuriang bersama Presiden ICSB Indonesia Jacky Mussry membedah lebih jauh bagaimana lapis Bogor Sangkuriang bisa sukses dipasaran. Seperti apa?
Kenali Pelanggan Anda
Sebelum memulai bisnis, Jacky mengatakan, hal pertama yang perlu Anda lakukan adalah mengenal siapa pelanggan Anda. Temukan siapa target pasar yang ingin Anda bidik.
Belajar dari kesuksesan Lapis Bogor Sangkuriang, mereka lebih dulu menemukan pelanggan yang mereka incar, yakni para wisatawan yang mengunjungi kota Bogor.
Tak hanya itu, Anggara juga melihat bagaimana produk talas yang banyak ditemukan di kota Bogor mulai minim dimanfaatkan di daerahnya. Persoalannya satu, banyak masyarakat yang malas untuk mengolahnya lantaran merepotkan.
Usai menemukan siapa pelanggan yang dibidik dan persoalan utama di lapangan, Anggara pun mulai melangkah ke tahap selanjutnya.
Kelola Produk
“Ada pelanggan, ada produk,” ujar Jacky di Jakarta, Senin (07/10/2019). Berangkatlah dari menemukan siapa pelanggan Anda, kemudian temukan produk yang tepat untuk mereka. Tidak masalah untuk mengamati, meniru, dan kemudian memodifikasi.
Hal ini juga dilakukan oleh Lapis Bolu Sangkuriang. “Awalnya, kami memulai bisnis kecil-kecilan karena kepepet. Sempat menjajal usaha bakso, kemudian bangkrut. Saya lalu melihat, Surabaya punya lapis Surabaya. Kenapa Bogor tidak punya? Setelah menemukan pasar yang ingin saya sasar, saya kemudian mencoba menginovasikan produk ini menggunakan talas yang menjadi ciri khas kota Bogor. Saya buat produk olahan talas yang enak agar orang-orang bisa menikmati talas tanpa perlu repot mengolahnya,” ujar Anggara.
Tentukan Merek
Tahap selanjutnya adalah menentukan merek yang tepat. Menurut Jacky, merek harus memiliki cerita. Ini merupakan kekayaan yang tidak berwujud.
Lapis Bolu Sangkuriang misalnya, nama ini memiliki filosofi tersendiri bagi Anggara. “Kalau Sangkuriang membangun perahu besar dalam waktu satu malam, saya membuat Lapis Bogor ini,” ujar Anggara.
Tak hanya memiliki cerita, merek ini juga berangkat dari hal yang memang sudah dikenal oleh banyak masyarakat. Cara ini memudahkan Lapis Bogor Sangkuriang untuk masuk ke pasaran.
“Sangkuriang bukan lagi nama yang asing untuk banyak orang karena merupakan nama dari salah satu legenda asli Indonesia. Menggunakan merek dengan nama ini akan memudahkan produk ini untuk dekat dengan masyarakat dan lebih cepat masuk ke pasar,” terang Jacky.
Belajar Percayakan Orang Lain
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana Anggara mengembangkan bisnisnya dari dua karyawan menjadi 12 ribu karyawan?
Pada saat karyawan mereka hanya berjumlah dua orang, Anggara sebenarnya telah menjadi CEO alias Chief Everything Officer. Ia melakukan semuanya sendiri. Namun, seiring berkembangnya usaha ini, ia tak bisa lagi menjalankan semuanya sendiri.
“Dalam mengelola merek, kami selalu belajar dari yang terbaik. Kmai juga mempelajari kesalahan-kesalajan kami ke belakang. Ketika usaha mulai berkembang, kami sadar dibutuhkan bantuan para professional yang mengerti bagaimana menjalankan manajamen,” kisah Anggara.
Dalam kondisi seperti ini, pelaku usaha harus berani untuk memberikan kepercayaan kepada orang lain. Bill Gates misalnya, ia tidak pernah mau menjadi CEO. Bill Gates mempekerjakan orang lain, dan ia hanya ingin menjadi pemimpi dengan ide-ide mutakhir.
“Jadi, kalau mau usaha Anda menjadi besar, Anda harus berani merekrut orang lain dan menaruh kepercayaan kepada mereka. Kalau gagal, coba lagi. Seorang pengusaha harus berani mengambil risiko, namun risiko tersebut harus diperhitungkan,” tutup Jacky.
Editor: Sigit Kurniawan