Menangkap Momentum eSport bagi Bisnis Pariwisata

marketeers article
Big esports event. Video games fan on a tribune at tournaments arena with hands raised. Cheering for his favorite team

Berkaca dari perhelatan Asian Games dua tahun lalu, esport menjadi sorotan besar yang pertama kali digelar dalam sejarah. Popularitas esport kian terlihat ketika status esport ditingkatkan menjadi cabang olahraga resmi di Southeast Asian Games, Desember lalu.

Bahkan, analisis Travelport mengidentifikasi, terdapat peningkatan jumlah booking di akhir pekan oleh pelaku perjalanan wisata perseorangan ke Seoul dan Busan guna menyaksikan League of Legends World Championship 2018.

Deretan fakta tersebut seharusnya disadari sebagai momentum yang tepat bagi pelaku bisnis untuk mengakselerasi bisnis. Termasuk, di sektor pariwisata. Sayangnya, belum banyak pemain yang menyadari manfaat komersial dari peluang esport bernilai jutaan dolar ini.

Menilik besaran nilai dari sektor esport, pada gelaran Asian Games 2018 saja, laporan online yang dihimpun Travelport menunjukkan, penonton rela melakukan perjalanan jarak jauh dan mengeluarkan biaya mulai dari Rp 220.000-Rp 1.200.000 untuk tiket masuk turnamen esports tersebut.

Peningkaan pesat esport menjadi topik perbincangan dan berita di seluruh dunia. Lomba-lomba esport berskala internasional disiarkan ke seluruh penjuru dunia oleh stasiun televisi sekaliber ESPN dan NBC, serta membuat tiket masuk yang habis terjual di beberapa arena di dunia, seperti Madison Square Gardens.

Arena khusus esport punbanyak bermunculan di berbagai kota di seluruh dunia. Marvel Entertainment dan Disney bahkan menandatangani berbagai perjanjian komersial menarik terkait esport. Intel juga telah bermitra dengan Tokyo 2020 untuk menggelar dua turnamen besar yang akan berlangsung pada waktu yang sama dengan penyelenggaraan Olympic Games tahun depan.

Pemerintah Indonesia juga telah mulai memerhatikan esport. Pelaksana Tugas Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, Yuni Poerwanti mengatakan bahwa Indonesia dapat menjadi “macan dunia” dalam arena esports.

Termasuk, beberapa perusahaan Indonesia yang terlihat berusaha mengikuti tren ini. Garuda meluncurkan sebuah karakter in-game dan Salim Group yang mendirikan sebuah perusahaan patungan di bidang esport.

Nah, sekarang coba layangkan pandangan Anda ke tahun 2020 ketika Indonesia akan menjadi tuan rumah turnamen Piala Presiden Esports 2020, Mobile Legends World Championship 2020, dan berbagai turnamen esport lain di masa depan.

Para pengamat industri memprediksi, jumlah gamer PC dan mobile di Asia Tenggara akan mencapai 400 juta pada 2021 dan menghasilkan pendapatan sebesar US$4,4 juta. Di satu sisi, Indonesia dan Thailand merupakan pasar gaming terbesar di wilayah ini.

Sebagai contoh, jumlah gamer di Indonesia mencapai sekitar 44 juta orang dan terus meningkat setiap hari. Namun, riset pasar menunjukkan, 42% dari penonton esport bukan pemain aktif dari game yang mereka tonton.

Artinya, jumlah penonton esport jauh lebih besar dari jumlah pemainnya. Dengan peningkatan penetrasi internet serta populasi kelas menengah Indonesia, angka-angka ini akan terus meningkat.

Lantas, hal apa yang dapat dilakukan para pemain di sektor pariwisata untuk proaktif menargetkan para wisatawan yang datang dari momentum esport ini?

Personalisasi Jadi Kunci

Agar penonton online streaming pertandingan esport mau melakukan perjalanan wisata untuk menghadiri pertandingan esport secara langsung, para pelaku bisnis pariwisata perlu mengidentifikasi apa yang mendorong penonton pasif esport mau menghadiri kompetisi cabang olahraga tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan personalisasi.

Untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, perusahaan penyedia layanan perjalanan wisata dapat belajar banyak dari bagaimana industri video game menjadi teladan dalam hal personalisasi.

Anda dapat melihat bagaimana industri video game melakukan personalisasi melalui karakter game yang dapat disesuaikan menurut selera atau pun fitur-fitur yang dapat dibeli di dalam sebuah game.

Menurut Digital Transformation Report di tahun 2018 oleh Skift dan Adobe, hanya 36% dari eksekutif perusahaan penyedia layanan perjalanan wisata yang menganggap usaha personalisasi mereka pantas mendapatkan nilai empat atau lima dalam skala satu sampai lima.

“Riset kami diharapkan dapat mengubah hal tersebut lewat penyediaan hasil riset dari pengeluaran perjalanan wisata tahunan senilai lebih dari US$89 juta bagi usaha mitra-mitra kami, dan membantu mereka mengubah hasil riset ini menjadi dasar keputusan investasi strategis,” tulis Travelport dalam keterangan resmi kepada Marketeers.

Pendekatan ini penting apabila Anda ingin menciptakan pengalaman perjalanan wisata yang unik dan tak terlupakan. Dan, akan semakin penting seiring transisi menuju dunia customer-centric yang penuh dengan berbagai alasan baru untuk melakukan perjalanan wisata.

Related