Menarik Perhatian Konsumen dengan Omni Experience

marketeers article
Touch screen smartphone in hand

Konsumen banyak berubah menyesuaikan situasi yang ada. Karena itu, brand harus pandai melihat dan mengambil peluang mengikuti perkembangan target konsumennya. Lalu, sebenarnya apa yang dilakukan untuk menarik perhatian konsumen?

“Sekarang, orang tidak hanya membeli barang karena nilai atau values, seperti dampak sosial atau life changing saja. Konsumen sekarang juga memikirkan value atau keuntungan yang bisa mereka dapatkan ketika purchase suatu produk,” ungkap Chief Operation Officer MarkPlus Institure Yosanova Savitry pada acara Marketeers iClub: The Perks Of Being An Omni Brand.

Yosanova mengambil contoh dari Uniqlo, brand fesyen ini menawarkan produk kemeja berbahan flanel. Tidak hanya menawarkan kenyamanan dari produk ketika digunakan konsumen, Uniqlo memberikan pengertian bagaimana produk ini banyak digunakan sejak dulu. Sehingga, beberapa tahun ke depan pun konsumen tidak akan ketinggalan zaman ketika memakai kemeja ini.

“Produk ini everlasting, itu yang menjadi hal yang ditonjolkan. Jadi, ketika value dikombinasikan dengan values. Creating value with values.Hasilnya bisa membuat brand diuntungkan,” tutur Yosanova.

Tidak hanya memahami apa yang dicari oleh konsumen, brand juga harus omni ketika memberikan pengalaman pada konsumen. Dimulai dari bagaimana konsumen mengetahui atau mengenal brand untuk pertama kali, brand harus mencari tahu dari mana konsumen ini mendapatkan informasi.

Lalu, bagaimana mereka bisa tertarik dengan produk dari brand dan bagaimana mereka menindaklanjuti keingintahuan mereka. Kemudian, tindakan apa yang mereka lakukan, apakah mereka melakukan advokasi atau tidak.

“Misalnya konsumen melihat produk kita di e-commerce, kemudian mengecek review secara online atau menghubungi kita sebagai seller untuk mendapatkan informasi lebih mengenai produk. Lalu, ia melakukan pembelian langsung di toko, setelah merasa puas, konsumen ini kemudian mengunggahnya di media sosial atau menyarankan pada orang-orang di sekitarnya untuk membeli produk kita,” jelas Yosanova.

Yosanova sebelumnya menjelaskan bahwa masih ada kekeliruan dari banyak pihak yang mengira omnichannel berarti saluran berjualan saja yang online dan offline. Padahal, omnichannel adalah berbagai macam interaksi yang berlangsung dengan konsumen.

Namun, kekeliruan lain ternyata seringkali hadir mengenai omnichannel dan multi channel. Keduanya merupakan hal yang berbeda. Multi channel adalah ketika brand menggunakan platform terpisah untuk online dan offline.

“Di online kita punya jalur sendiri dan di offline ada jalur sendiri yang tidak saling terhubung. Hal ini terjadi ketika perusahaan memiliki segmen konsumen yang berbeda experience-nya. Contohnya, para tukang yang biasa membeli semen secara offline akan sulit untuk ditawarkan pembelian secara online,” ujar Yosanova.

Banyak pula yang berpikir bahwa omni adalah online. Pemahaman tersebut salah, karena ini merupakan gabungan dari online dan offline. Karena, meski teknologi saat ini memegang peran penting, offline juga dibutuhkan untuk touch points.

Omnichannel dianalogikan seperti orkestra. Masing-masing instrumen memiliki karakteristik berbeda. Namun, ketika semuanya dimainkan secara harmonis, maka brand bisa memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen,” tutup Yosanova.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related