Perkembangan teknologi telah membawa pengaruh di berbagai sektor, tak terkecuali layanan finansial. Deretan perusahaan keuangan berbasis teknologi (FinTech) pun hadir dengan berbagai positioning berbeda. Meski kerap dianggap disruptif, nyatanya jumlah FinTech terus bermunculan. Mereka mulai menguasai berbagai sektor, termasuk dalam sistem pembiayaan pendidikan. Lantas, seperti apa gambaran jelas dari bisnis FinTech di sektor pendanaan pendidikan tanah air?
Bisnis FinTech di bidang pembiayaan pendidikan di Indonesia menurut Co-Founder KoinWorks Benedicto Haryono masih sangat potensial. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kenaikan biaya pendidikan rata-rata yang mencapai 10% per tahun.
“Tentu, hal ini menimbulkan kesulitan bagi sebagian masyarakat yang ingin meraih pendidikan tinggi. Di sisi lain, kesempatan berbisnis terbuka lebar bagi penyedia layanan FinTech di bidang solusi pembiayaan pendidikan,” ungkap Benedicto di Jakarta, Selasa (03/04/2018).
Lebih dari itu, data BPS mencatat hanya 2% dari keluarga dengan pendapatan 20% terendah di Indonesia yang memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan tinggi. Sementara, bagi kategori keluarga dengan pendapatan 20% tertinggi memiliki kesempatan lebih dari 50%. Sayangnya, fasilitas pinjaman pendidikan dari perbankan di Indonesia masih sulit ditemui.
Belum Digarap Pemain Bank
Fasilitas pinjaman dana pendidikan di Indonesia terbilang masih sangat minim. Hal ini menurut Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir lantaran ada kemungkinan besar akan resiko kredit macet bagi para pelajar.
“Layanan pinjaman dana untuk menempuh pendidikan S2 dan S3 memang sudah tersedia, namun bagi pelajar dan mahasiswa masih sulit ditemui. Kurangnya institusi keuangan yang menyediakan pinjaman bagi pelajar dan mahasiswa menunjukkan mereka memiliki risiko gagal bayar yang tinggi di samping belum memiliki sejarah kredit yang cukup,” jelas Nasir.
Photo Credits: tribune.com.pkCenderung lebih fleksibel dibandingkan prosedur perbankan, sejumlah FinTech hadir mengambil peluang di lini pembiayaan pendidikan. Sebut saja KoinWorks yang mengambil positioning sebagai perusahaan pinjaman Peer to Peer (P2P) yang menghubungkan para penyedia dana online dengan peminjam.
“Kami bekerjasama dengan para Universitas seperti Bina Nusantara, UMN, Sampoerna, dan sejumlah Universitas lain dengan memberikan KoinPintar berupa solusi pembiayaan kuliah dalam bentuk angsuran atau biaya lebih murah dan fleksibel dengan nilai bunga 9% per tahun,” ungkap Benedicto.
Masih bergerak di bidang pendidikan, Indonesia juga kehadiran DANACITA yang menyasar 27 lembaga pendidikan tinggi negeri seperti Institut Teknologi Banding, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan lain-lain. Sementara pemain lain, DANAdidik memilih sistem crowdfunding untuk memberikan pinjaman bagi para pelajar dan mahasiswa.
“Kami memberikan pinjaman jangka panjang hingga empat tahun dengan model pembagian pendapatan sehingga tidak membebani siswa. Kami percaya bahwa investasi di bidang pendidikan memberikan dampak sosial yang lebih tinggi dibandingkan investasi mikro,” ungkap Co-Founder DANAdidik.com Dipo Satria Ramli.
Kemunculan FinTech di bidang permodalan pendidikan bahkan memacu presiden Joko Widodo untuk mendorong para institusi keuangan mengembangkan layanan serupa dalam bidang permodalan pendidikan.
“FinTech dapat membantu memperbaiki situasi sekaligus menjadi katalis agar masyarakat melihat bahwa pendidikan dapat diraih semua golongan. Kini, setelah sejumlah perusahaan FinTech memberikan layanan ini, kami perlu memastikan agar masyarakat memahami apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan ini,” jelas Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan FinTech Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Editor: Sigit Kurniawan