Dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia tak membuat kepemimpinan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Agus Suparmanto kehilangan arah. Inisiatif Menteri Agus dalam menjaga konsumsi dan meningkatkan partisipasi pelaku usaha dalam rantai pasar global memacu pemulihan ekonomi Indonesia.
“Sebagai negara besar, menjaga konsumsi dan pasar di dalam negeri adalah salah satu langkah tepat mendukung pemulihan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, keterbukaan dan keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global juga menjadi keharusan,” tegas Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto yang dianugerahi Entrepreneurial Marketing Minister Award 2020 dari MarkPlus, Inc.
Memang, Agus tidak memungkiri jika pandemi COVID-19 menyebabkan perdagangan dunia mengalami perlambatan. Bahkan, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan perdagangan dunia pada 2020 mengalami kontraksi 10,4%.
Namun pada 2021, perdagangan dunia diperkirakan akan lebih baik dan tumbuh 8,3% dengan kontribusi terbesar dari negara-negara berkembang. Untuk menjawab tantangan saat ini, Agus memilih untuk menjaga pasar utama dan terus membuka akses pasar baru di berbagai negara nontradisional agar produk-produk Indonesia semakin berdaya saing dan mendunia.
Guna mengubah momentum krisis menjadi batu lompatan menuju arah yang lebih baik, Kemendag telah memetakan tantangan dan peluang di sektor perdagangan selama dan pascapandemi COVID-19.
Sejumlah tantangan perdagangan yang saat ini dihadapi, antara lain terkait perubahan perilaku konsumen dan pola perdagangan global, proteksionisme perdagangan dan meningkatnya hambatan perdagangan, kerja sama perdagangan antaranegara, serta potensi defisit neraca perdagangan, dan resesi ekonomi.
Respons Kebijakan Strategis
Beberapa respons kebijakan strategis dirilis Kemendag di bawah komando Menteri Agus. Mulai dari larangan sementara impor binatang hidup dari China yang dilakukan sejak Februari 2020, realokasi dan refocusing anggaran, termasuk program bantuan untuk pasar rakyat dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Tidak hanya itu, kebijakan strategis seperti stimulus ekonomi nonfiskal, pengamanan ketersediaan alat kesehatan, dan stabilisasi harga serta jaminan stok barang kebutuhan pokok juga dilakukan.
Strategi pengawasan barang beredar dan atau jasa dalam perdagangan dalam jaringan (e-commerce), peningkatan fasilitasi ekspor, pengamanan bahan baku industri, termasuk impor bahan baku seperti gula yang banyak dibutuhkan UKM pangan, pengaturan impor barang konsumsi turut menjadi upaya untuk memulihkan ekonomi Indonesia.
“Meski berada di tengah perlambatan ekonomi dan kondisi pandemi COVID-19, kita patut bersyukur karena kinerja neraca perdagangan masih dalam kondisi baik. Defisit neraca perdagangan hanya terjadi pada Januari dan April. Pada periode Mei—Oktober 2020, surplus perdagangan Indonesia justru memiliki tren meningkat,” tutur Agus.
Secara kumulatif, neraca dagang Januari-Oktober 2020 mencapai US$ 17,1 miliar atau melampaui neraca perdagangan Indonesia untuk keseluruhan pada 2017. Jumlah ini juga merupakan capaian tertinggi sejak 2012.