Pandemi Covid-19 berdampak besar pada sektor perdagangan global. Hampir seluruh negara mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat dari virus corona yang sudah menjangkiti dunia di awal tahun 2020 ini. Namun, perekonomian dan perdagangan tidak boleh terhenti, justru harus bisa beradaptasi dengan era kenormalan baru yang sedang digaungkan oleh banyak pihak.
Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto melalui Lecture of the Year dalam ajang Jakarta Marketing Week, Indonesia masih bisa melakukan pemulihan perekonomian negara. Meskipun saat ini banyak negara-negara tujuan ekspor mengalami kontraksi ekonomi seperti Amerika Serikat, Singapura, dan negara-negara Uni Eropa.
Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2019, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sekitar US$ 3,59 miliar, dan kontribusi Indonesia terhadap perekonomian global baru mencapai angka 1%. Namun, di tahun 2020 hingga Agustus kondisi neraca perdagangan Indonesia sudah surplus US$ 11 miliar. Dengan kategori ekspor didominasi oleh produk non-migas yang mencapai US$ 97,9 miliar.
“Meski begitu, saat ini kita semua dihadapi dengan beragam tantangan terkait pola perdagangan dunia,” ujar Agus.
Ia memaparkan setidaknya ada lima tantangan utama yang mempenharuhi pola perdagangan. Yakni perubahan pola perdagangan yang secara langsung mempengaruhi proses permintaan dan juga produksi. Kerjasama perdagangan internasional menjadi kurang efektif akibat dari pandemi. Hal ini disebabkan ada kebijakan lockdown dan proses barang keluar dan masuk yang lebih ketat.
“Selain itu ada ancaman resesi global, perubahan pola konsumsi masyarakat yang saat ini banyak beralih di platform online, serta daya beli masyarakat yang melemah karena adanya pemutusan hubungan kerja,” lanjutnya.
Diakui oleh Agus bahwa kondisi saat ini tidak mudah, baginya dalam memasarkan produk pun dibutuhkan pendekatan-pendekatan khusus yang lebih mengena di hati konsumen. Ada empat pendekatan khusus yang menurutnya harus dilakukan oleh para pemasar, baik Indonesia dan internasional.
Pertama, melakukan pemasaran dengan mengedepankan empati. Artinya dalam menyampaikan komunikasi produk di beragam platfrom yang mengedepankan sisi hati nurani masyarakat. “Banyaknya korban jiwa akibat pandemi telah melahirkan masyarakat yang solider,” tuturnya.
Kedua, melakukan kegiatan pemasaran dengan menggunakan beragam platform multimedia. Ketiga, memastikan bahwa bisnin perusahan bisa dijangkau dengan mudah oleh konsumen, salah satunya dengan memanfaatkan platform teknologi. Terakhir, menjadi kepastian keamanan dan keselamatan.
“Kita sama-sama tahu bahwa saat ini masyarakat sangat concern dengan masalah keamanan dan keselamatan,” jelasnya.
Untuk menerjemahkan kondisi pasar yang tidak pasti, Menteri Agus mengomandoi Kementerian Perdagangan untuk melakukan serangkaian strategi untuk mendorong ekspor, baik dalam jangka pendek dan menengah.
Strategi jangka pendek meliputi pada fokus pengembangan ekspor pada produk-produk yang memiliki pertumbuhan positif selama pandemi. Contohnya adalah makanan dan minuman olahan, alat-alat kesehatan, produk pertanian, produk perikanan, serta produk agroindustri.
Kementerian perdagangan juga memfokuskan pada produk-produk yang akan kembali pulih pasca pandemi covid-19. Seperti otomotif, alas kaki, elektronik, besi baja. Sasaran lainnya adalah fokus pada produk baru yang muncul akibat Covid-19. Seeprti produk farmasi dan produk-produk ekspor baru yang merupakan hasil relokasi industri dari beberapa negara ke Indonesia.
“Untuk pendekatan pasar, saat ini sampai satu tahun ke depan akan fokus pada negara yang kondisi penanganan pandemi Covid-19 sudah pulih atau mulai pulih,” tambah Mendag. Negara-negara yang disasar adalah negara-negara seperti Australia, Selandia Baru, negara-negara Eropa Barat, Timur Tengah, dan kawasan Afrika Utara.