Sebagian besar dari kita tentu mengenal lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut” yang diajarkan di bangku sekolah. Lagu tersebut bukanlah syair kosong karena memang nenek moyang Indonesia adalah para pelaut ulung. Jejaknya bisa dilihat di berbagai tempat. Salah satunya, di perairan yang berada di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kabupaten yang letaknya 167 km ke arah Timur ini memang menyajikan banyak keindahan alam serta cerita sejarah tentang nenek moyang tersebut.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 wilayahnya merupakan wilayah lautan. Ada lebih dari 17.000 pulau di Indonesia, yang antara pulau satu dan pulau lainnya dipisahkan oleh laut. Namun, hal tersebut tak menjadi penghalang bagi suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari dahulu kala, perdagangan dan pelayaran sudah sangat berkembang.
Dulu, Bulukumba terkenal dengan pelaut-pelautnya yang andal. Namun, kini tak hanya itu, kecantikan laut dan pantainya pun, sudah terdengar hampir keseluruh antero negeri seperti yang disampaikan oleh M. Jufri Rahman, Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan. “Saat ini, ada tiga daerah yang menjadi unggulan provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Takabonerate untuk keindahan bawah laut, Toraja untuk keindahan Budaya, dan Bulukumba untuk keindahan bawah laut dan pembuatan kapal phinisi,” ujar Jufri Rahman.
Keajaiban Maritim: Kapal Phinisi
Masyarakat Sulawesi Selatan khususnya kabupaten Bulukumba sangat terkenal dengan keahliannya membuat kapal phinisi. Sebagai masyarakat yang tinggal di dekat dengan pesisir, jiwa bahari sudah sangat melekat bagi masyarakat penduduk Bulukumba. Laut dijadikan sebagai mata pencaharian dan tempat menggalang kekuatan. Tak heran, para lelaki masyarakat sekitar pantai bekerja membuat kapal.
Ditemui di tempat pembuatan kapal phinisi oleh Marketeers pertengahan Februari lalu, salah satu masyarakat setempat bercerita mengenai proses pembuatan kapal phinisi yang menghabiskan waktu sampai enam bulan. “Kapal Phinisi biasanya dipakai untuk aktivitas macam-macam. Bisa dipakai untuk restoran, hotel, atau tempat ambil ikan untuk nelayan,” ujar salah satu pekerja yang sedari kecil sudah menghabiskan waktunya di Bulukumba.
Harga yang ditawarkan untuk satu buah kapal phinisi pun beragam. Kapal kecil yang biasa digunakan untuk nelayan, dibanderol dengan harga rata-rata Rp 75 juta. Sementara, kapal-kapan besar yang ukurannya berkisar 20-35 meter ini dapat dibanderol sampai Rp 2 miliar. “Saat ini, kami sedang mengerjakan satu kapal untuk restoran sebagai pesanan salah satu pengusaha di Makassar,” ujarnya.
Salah satu jejak nenek moyang Indonesia bisa ditelusuri di daerah ini. Dari sini, orang bisa melihat kejayaan Maritim, khususnya pembuatan kapal phinisi. Jika beruntung, akan ada upacara pelepasan Kapal yang dilakukan oleh masyarakat sekitar.
Keindahan Pulau Kambing dan Pulau Liukang di Bulukumba
Tak berapa jauh dari pembuatan kapal phinisi di Kabupaten Bulukumba, orang akan dimanjakan oleh pemandangan laut lepas di Pulau Bira. Di Bulukumba sendiri, ada beberapa pantai yang terkenal. Bagi pecinta snorkeling, Anda bisa pergi ke Pulau Kambing maupun Liukang.
Ada banyak pulau pulau kecil di sekitar Tanjung Bira. Akan tetapi, dua pulau tersebut, Pulau Kambing dan Liukang, yang menjadi langganan para wisatawan domestik maupun Internasional. Para wisatawan asing yang berkunjung ke sini pun sebagian besar dari Australia. “Kalau di Toraja, kebanyakan pengunjung asing dari Eropa. Mereka lebih senang wisata alam atau budaya, tapi kalau di Bira, pengunjung asing kebanyakan dari Australia. Mereka lebih senang pantai,” tambah Jufri Rahman.
Selain pengunjung yang memang sengaja datang ke Bulukumba dengan perjalanan lima sampai enam jam ini, beberapa pengunjung juga datang ke Bulukmba dengan cara menepi di pelabuhan dengan kapal tipe cruise besar. Biasanya, para pengunjung dengan kapal cruise hanya mendarat satu hari, sebelum melanjutkan perjalanan ke berbagai negara lain.