Kiprah bisnis Mayora tak hanya gemilang di pasar dalam negeri, melainkan juga sukses menembus pasar global. Produk-produknya telah membanjiri pasar di lebih dari seratus negara. Tak sekadar eksis di sana, banyak produknya juga memimpin pasar di beberapa negara tersebut.
Performa di negeri seberang ini tidak lepas dari sepak terjang Ricky Afrianto selaku Global Marketing Director Mayora Group. Ibarat Christopher Columbus, ia berperan sebagai nakhoda untuk menjelajah dan menemukan pasar-pasar baru di berbagai belahan dunia.
Menembus pasar global tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sejumlah rintangan hampir selalu menghadang di awal proses. Meski demikian, Ricky mampu melewati rintangan itu dan membangun merek global berkat jurus yang ia sebut dengan GLOBAL, sebuah akronim dari Gauge, Learning, Organize & Plan, Business Mindset, Agility, dan Learn-Roll Out.
“Gauge berarti kami harus mengukur banyak aspek lebih dulu, seperti kondisi pasar, lanskap kompetisi, ketersediaan produk sejenis, budaya, dan sebagainya. Kami menaksir berdasar data dari riset kami sendiri maupun data yang sudah ada sebelum masuk ke pasar negara tertentu,” kata Ricky seperti dikutip dari Majalah Marketeers edisi Februari 2022.
Selain melihat data-data tersebut, pemasar global perlu memanfaatkan sejumlah informasi yang sudah disediakan oleh lembaga-lembaga seperti informasi dari atase perdagangan negara terkait. Sebut saja Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) maupun informasi dari kedutaan Indonesia.
Terkait learning, Ricky menyentil orang-orang marketing yang cenderung hanya berfokus pada bauran pemasaran 4P (Product, Price, Promotion, Place) yang merupakan elemen internal. “Saat masuk pasar luar negeri, yang paling penting adalah faktor eksternal. Kita perlu mempelajari banyak hal, seperti perubahan, teknologi, ekonomi, sosio-kultur, regulasi, hingga status sosial konsumen,” imbuh Ricky.
Kondisi masing-masing negara berbeda sehingga membutuhkan pendekatan berbeda pula. Di pasar Filipina, misalnya, jumlah kelas sosial C dan D ke bawah sebesar 90% dan kelas A dan B hanya 10%. Sementara di China, masyarakatnya terbilang lebih maju dengan daya beli lebih tinggi.
“Budaya sangat penting diperhatikan. Tak hanya budaya konsumen, tetapi juga cara berdagang mereka. Ada yang lebih mengandalkan grosir, ada juga yang mengedepankan modern trade,” katanya.
Tahap berikutnya adalah organize dan plan. Setelah mempelajari dan mengukur banyak hal, pemasar global perlu menata banyak hal, dari produk, promosi, hingga kebutuhan segmen konsumen. Baru kemudian menyusun strategi terkait marketing plan, sales plan, hingga distribution plan. Selanjutnya pemasar perlu membangun business mindset. Bagi Ricky, mindset ini sangat penting karena akan berpengaruh pada kinerja pengelolaan pasar.
“Pemasar wajib memiliki growth mindset. Tak terjebak pada analisis dan strategi bagus saja, namun lupa mengeksekusi. Strategy without execution is nothing,” kata lulusan Chartered Institute of Marketing (CIM) United Kingdom ini.
Agar eksekusinya cepat, ketangkasan atau agility menjadi disiplin penting bagi pemasar. Ketangkasan ini diperlukan karena menurut Ricky perubahan terus berlangsung, dari perubahan perilaku pelanggan hingga peta persaingan. “Agility dibutuhkan agar kita tetap relevan dengan perubahan,” kata Ricky.
Setelah itu, Ricky mengingatkan agar pemasar global kembali belajar dengan total (learn roll-out) terhadap yang sudah dilakukan, baik terkait pasar yang sudah sukses digarap maupun menduplikasi strategi sukses tersebut untuk dipakai menembus pasar lainnya. “Soal ini, kami tidak pernah berhenti belajar,” katanya.