Mengambil Pelajaran dari Strategi Pemasaran Mobil Listrik di Indonesia

marketeers article
Mengambil Pelajaran dari Strategi Pemasaran Mobil Listrik di Indonesia. (123rf.com)

Mobil listrik makin populer di Indonesia, dengan banyak merek yang bersaing memperebutkan pangsa pasar. Melalui berbagai strategi yang diterapkan, Anda bisa belajar bagaimana menemukan peluang dan mengembangkan bisnis di pasar yang kompetitif.

Ignatius Untung, seorang Praktisi Marketing dan Behavioral Science menyoroti bagaimana mobil listrik atau electric vehicle (EV) makin diminati di Indonesia.

BACA JUGA: Dorong ESG, Grab Tambah Jumlah Mobil Listrik Sebanyak 1.000 Unit

“Mobil listrik makin populer, persaingan makin ketat, banyak pelajaran yang bisa diambil dari strategi para pemain EV ini,” kata Untung seperti dikutip dalam Market Think 123 di Channel YouTube Marketeers TV, pada Jumat (30/8/2024).

Ia menekankan pelajaran ini tidak hanya relevan bagi bisnis otomotif, tapi juga bisnis lainnya. Mobil listrik menarik perhatian konsumen karena berbagai alasan.

BACA JUGA: Penjualan Mobil Listrik Secara Global Naik 21%, Didominasi Pasar Cina

Ada yang memilih EV karena faktor hemat biaya operasional. Ada juga yang tergoda oleh desain futuristik, dan sensasi tenaga spontan pada putaran rendah yang khas dari mesin listrik.

“Masyarakat punya alasan yang berbeda-beda untuk memilih mobil listrik,” ujar Untung.

Meski Tesla adalah pelopor dalam industri ini, di Indonesia merek-merek Asia mendominasi pasar. Ini seperti balapan F1 yang harus dimulai ulang, banyak pemain baru yang bisa ikut berkompetisi.

Contohnya, Hyundai, yang lebih dulu memperkenalkan produk EV di Indonesia dengan Hyundai Kona. Mereka menawarkan desain futuristik dan harga yang menarik di kisaran Rp 600-800 juta, lebih terjangkau dibandingkan Tesla.

Wuling, merek asal Tiongkok, cerdik membaca pasar dengan menawarkan mobil kecil berharga mulai dari Rp 200 juta.

“Strategi ini mudah diterima pasar, terutama di kota-kota besar yang padat,” ucap Untung.

Di sisi lain, Chery, juga dari Tiongkok, masuk dengan SUV ukuran menengah dan harga kompetitif, sementara BYD fokus pada sedan sporty dengan tenaga dan torsi besar. AION, merek EV lainnya, membawa strategi unik dengan menawarkan model SUV besar dengan teknologi tinggi dan garansi seumur hidup untuk 1.000 pembeli pertama.

“Mereka tidak banyak beriklan, tapi strategi ini menciptakan reputasi yang kuat dan menarik minat konsumen,” kata Untung.

Menurut Untung, strategi-strategi ini menunjukkan pentingnya menemukan “niche” pasar yang menguntungkan.

“Yang penting bukan hanya berbeda, tapi relevan bagi konsumen. Contoh yang kurang tepat mungkin dari KIA yang membanderol EV mereka di atas Rp 2 miliar, terlalu premium untuk merek yang belum memiliki reputasi kuat di segmen ini,” ujarnya.

Selain menemukan niche, Untung juga menyoroti pentingnya klaim kepemimpinan yang sederhana namun kuat.

“BYD fokus pada klaim sebagai produsen EV nomor satu di dunia, ini lebih mudah diterima dan dipahami konsumen. Penting untuk menggunakan keunggulan yang mudah dicerna dan dibandingkan,” tuturnya.

Akhirnya, strategi harga psikologis yang tepat juga menjadi kunci. Harga mobil listrik yang sesuai dengan konteks kepercayaan konsumen terhadap EV membuat mereka lebih mudah memutuskan untuk mencoba.

Pelajaran dari para pemain EV ini bisa diterapkan pada bisnis apa pun yang mana menemukan niche yang menguntungkan, buat klaim yang kuat dan sederhana, serta sesuaikan strategi harga dengan konteks pasar.

“Selalu perhatikan persepsi risiko konsumen dan antisipasi dengan baik, itu kunci untuk berhasil di pasar,” tutur Untung.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS