Dalam dunia bisnis yang kompetitif, ide kreatif menjadi salah satu kekuatan utama untuk menciptakan diferensiasi. Namun, konsep “Amati, Tiru, Modifikasi” atau ATM sering kali dianggap sebagai jalan pintas yang berpotensi mengaburkan identitas bisnis.
Lalu, bagaimana caranya melampaui sekadar ATM dan membangun kreativitas yang autentik?
Dalam beberapa tahun terakhir, konsep ATM telah dikenal luas di kalangan pelaku bisnis. Prinsip ini menawarkan kemudahan dalam meniru model bisnis yang telah sukses dengan modifikasi kecil, sehingga mempercepat eksekusi tanpa harus memulai dari nol.
BACA JUGA: Sutradara Spider-Man: Into the Spider-Verse Bakal Produksi Anime
Muhammad Perkasa Al Hafiz, Managing Editor Marketeers.com, mengakui bahwa ATM memiliki keuntungan seperti konsep lebih mudah, eksekusi lebih cepat, dan sudah ada contoh sukses. Namun, ATM memiliki kelemahan mendasar.
Hafiz menambahkan bahwa ATM berisiko menciptakan identitas bisnis yang tidak autentik. Salah satu contohnya adalah Pastry Circles Bakery asal Jogja yang ditegur karena diduga meniru desain logo dan suasana dari Publique, toko roti asal Melbourne, Australia.
BACA JUGA: Peduli Mental Penumpang, Bluebird Bakal Hadirkan Wellnest Ride
“Konsep ATM seringkali menjadi tidak autentik sehingga memuat identitas merek kita blur, rawan berkasus, dan sulit dikembangkan,” kata Hafiz saat Roadshow Campus Marketeers Club (CMC) di Universitas Gadjah Mada, Jogja pada Senin (4/11/2024).
Analisis Jadi Kunci
Dalam merancang strategi kreatif, analisis mendalam menjadi langkah utama. Pendekatan 4C Diamond Analysis yang mencakup Customer, Competitor, Company, dan Change, dimulai dengan melihat perubahan (change) yang terjadi di pasar. Teknologi dan kebutuhan konsumen yang dinamis adalah faktor yang mendorong perubahan ini.
“Perubahan selalu didorong oleh teknologi. Internet, misalnya, mengubah cara hidup kita dari penggunaan ojek konvensional ke layanan ride-sharing seperti ojek dan taksi online. Semua ini mengubah pola kebutuhan, budaya, dan gaya hidup,” ujar Hafiz.
Analisis ini bisa digunakan untuk membaca lanskap bisnis dan membantu kita menentukan Threats, Opportunities, Weaknesses, Strengths (TOWS). TOWS merupakan modifikasi dari konsep analisis SWOT. TOWS dinilai lebih practical karena pendekatan outside-in yang dibawanya membuat perusahaan bisa berpikir dengan pendekatan market driven dan tidak terjebak dengan kondisi kekuatan serta kelemahan internal.
“Kita lihat dulu ancamannya apa, peluangnya apa, baru kita ukur kekuatan kita untuk menentukan langkah berikutnya,” jelasnya.
Menentukan Positioning, Differentiation, dan Brand
Setelah analisis, bisnis perlu mengidentifikasi posisi dalam pasar, membedakan diri dari kompetitor, dan menciptakan brand yang kuat. Konsep Positioning, Differentiation, Branding (PDB) membantu perusahaan membentuk jati diri yang autentik.
Positioning menetapkan bagaimana bisnis ingin diingat oleh konsumen, sementara diferensiasi menciptakan perbedaan nyata yang dapat dipahami konsumen sebagai nilai tambah.
“Positioning kita ini ingin dikenal seperti apa di benak konsumen? Sementara diferensiasi adalah hal yang membedakan kita dengan kompetitor yang juga merupakan janji kita kepada konsumen,” terang Hafiz.
Brand kemudian dirumuskan melalui elemen-elemen visual seperti logo, font, dan desain yang mencerminkan nilai utama perusahaan.
Memahami Customer Path dan Loyalitas Baru
Setelah merancang identitas yang kuat, brand juga perlu memahami perjalanan konsumen atau customer touch point bersama brand.
Perjalanan konsumen (customer path) menjadi aspek penting dalam mempertahankan relevansi brand di era digital. Hafiz menjelaskan konsep 5A dalam customer path, yakni Aware, Appeal, Ask, Act, dan Advocate. Perjalanan ini dimulai dari kesadaran konsumen terhadap produk, ketertarikan, pencarian informasi, keputusan pembelian, hingga rekomendasi.
Awareness dapat dibangun dari iklan di media sosial atau billboard. Ketertarikan (appeal) muncul ketika konsumen merasa penasaran hingga merasa fear of missing out (FOMO).
Kemudian konsumen mulai bertanya (ask) pada rekan atau mencari ulasan. Tahap act adalah saat mereka memutuskan membeli atau tidak, dan advocate adalah ketika mereka puas dan merekomendasikan produk kepada orang lain.
“Loyalitas baru saat ini bukan hanya soal membeli kembali, tetapi juga bagaimana konsumen memberikan advokasinya,” turur Hafiz.
Konsumen yang memiliki pengalaman positif dengan produk tidak hanya kembali membeli, tetapi juga merekomendasikan kepada orang lain, menciptakan promosi alami yang sangat efektif di era media sosial.
Hafiz menutup presentasinya dengan memaparkan kutipan dari Hermawan Kartajaya, Founder & Chair of MCorp. “You don’t need to be the best, but you need to be different,” pungkasnya.