Perkembangan teknologi berhasil mempengaruhi pola berpikir manusia dalam menjalani hidup. Seiring dengan pembaruan-pembaruan yang ditimbulkan teknologi, pola hidup pun akhirnya ikut terpengaruh hingga menumbuhkan ekspektasi baru di kalangan konsumen.
Inilah yang terjadi di masa pandemi. Dillon Seo, South Korea Country Manager Deutsche Telekom Capital Partners dan Co-Founder Oculus mengatakan bahwa akselerasi digital yang terjadi akibat pandemi ke depannya akan mempengaruhi bagaimana konsumen berekspektasi.
“Konsumen akan semakin terbiasa dengan teknologi untuk mengalami sesuatu. Selama pandemi, konsumen membangun kebiasaan itu melalui berbagai kegiatan virtual. Maka, tidak dapat dipungkiri jika ke depannya mereka dapat menerima pengalaman merasakan produk berbasis teknologi tanpa perlu mendatangi toko atau showroom secara langsung,” paparnya di gelaran ASEAN Marketing Summit 2020, Senin (09/11/2020).
Teknologi yang menawarkan pengalaman merasakan tanpa perlu berinteraksi langsung dengan produk atau salesperson ini adalah VR (Virtual Reality) dan AR(Augmented Reality). Secara penggunaan, keduanya memang sudah mulai familiar di konsumen dengan mulai banyaknya brand yang mengadopsi. Contohnya adalah brand kecantikan yang menghadirkan fitur AR makeup testing di e-commerce untuk melihat kecocokan warna produk makeup dengan kulit. Fitur ini menjawab kebutuhan konsumen yang kerap ragu salah membeli warna produk yang cocok dengannya.
Sementara itu pasca COVID-19, ekspektasi ini berubah tidak hanya kemudahan untuk memilih produk belanja, namun pola pikir konsumen yang terpengaruh dengan kondisi sosial secara umum. Sebut saja ekspektasi untuk tetap aman dan sehat dalam mengalami produk, ekspektasi minim risiko dengan tidak berinteraksi langsung dengan orang lain terlalu banyak, hingga kebiasaan serba virtual.
“Teknologi yang datang ke tengah-tengah pasar pun meningkatkan kesadaran pelaku bisnis. Bahwa pengembangan virtual customer experience ini meningkatkan kualitas, kecepatan, dan efisiensi bisnis dengan menurunkan cost secara efektif,” tambahnya.
AR dan VR diperkirakan akan menjadi masa depan customer experience yang efektif dan sesuai dengan ekspektasi pasar di masa depan. Dillon memperkirakan dengan teknologi yang sudah berkembang kini, pengalaman virtual AR dan VR setidaknya bisa digunakan di empat sektor. Di antaranya Industry Application, Pendidikan, Kolaborasi Bisnis, dan Pariwisata & Meditasi.
Dillon menjelaskan dalam industry application AR dan VR memungkinkan untuk pebisnis di bidangnya mempresentasikan produk melalui instalasi 3D virtual yang didesain seperti aslinya. Para pebinsnis hanya perlu menggunakan gawai untuk mengalami langsung apa yang sedang ditawarkan. Begitu pula pada kolaborasi bisnis. Bisa saja meeting dilakukan di lain tempat, namun AR dan VR membuat seolah meeting dilakukan secara langsung di tempat dan waktu yang sama.
“Bahkan dengan berkembangnya sekolah virtual saat ini, tidak dipungkiri jika ke depannya XR Class akan menjadi sistem pembelajaraan baru. Siswa hanya perlu menggunakan gawai VR untuk menghadiri kelas mereka, maka bisa bertemu dengan teman-teman dan guru secara fisik dalam bentuk virtual,” kata Dillon.
VR dan AR memang dinilai efektif untuk meningkatkan customer experience di masa pasca pandemi, namun tidak berarti perusahaan dapat mengadopsi teknologi ini tanpa perhitungan. Dillon menegaskan, dalam adopsi ini setidaknya ada hal-hal yang harus dikonsiderasi. Di antaranya perusahaan harus memastikan bahwa adopsi VR dan AR dalam bisnisnya mendukung efisiensi kualitas, kecepatan, dan harga kerja.
“Pastikan juga adopsi membuat bisnis dapat menawarkan pengalaman unik bagi konsumen, sehingga pengalaman tersebut menawarkan hal yang baru dan menjadi solusi untuk kehidupan konsumen,” tutup Dillon.