Mengenal Bisnis Semen Instan di Indonesia

marketeers article

Ibarat e-commerce di Indonesia yang penetrasinya baru sekitar 1%-2% dari total transaksi ritel di Indonesia, industri premix dry mortar (adukan) atau semen instan sebagai kategori baru di dunia bahan bangunan juga mengalami kondisi yang sama. Seperti apa keseruan para pemain menggarap pasar ini?

“Sebagai kategori baru, premix dry mortar baru ada sekitar tahun 1996. Kategori ini merupakan subtitusi dari konvensional mortar/adukan (semen dan pasir yang dicampur) yang saat ini masih sangat populer,” ujar Anton Ginting, National Marketing Director PT Cipta Mortar Utama kepada Marketeers.

Pria yang juga menjabat sebagai Presiden Promindo –sebuah organisasi independen bagi para produsen premix dry mortar, mengatakan bahwa kategori ini merupakan subtitusi dari konvensional mortar/adukan (semen dan pasir yang dicampur) yang saat ini masih sangat populer.

Meski begitu, di pasar bahan bangunan, premix dry mortar bukanlah pesaing bagi pemain semen karena premix dry mortar merupakan campuran pasir pilihan (dengan green size tertentu), semen, filler, adiktif yang dicampur dalam kondisi kering lalu dimasukkan ke dalam kemasan. Dibandingkan dengan semen, total premix dry mortar di Indonesia masih sangat kecil.

Sebagai kategori yang baru, perkembangan industri ini terbilang tinggi karena penetrasinya masih rendah, yang secara nasional masih di bawah 7%. Di tengah kondisi pasar properti Tanah Air sedang menurun beberapa tahun terakhir, industri ini pun tidak terkena dampak namun tak sebesar pemain industri lain seperti semen, keramik, cat dan yang lainnya.

Jika dibandingkan dengan penetrasi premix dry mortar di Singapura, sangat jauh. Di sana sudah 90% proyek bangunan menggunakan premix dry mortar. Begitu juga Thailand yang sudah 60%. Di Singapura sudah sangat tinggi karena pemerintah di sana melarang adanya tumpukan pasir di sebuah proyek karena dianggap membuat polusi lingkungan. Di Indoneia yang masih kecil sekali dan incremental-nya tinggi sekali.

Selain itu, negara ini masih masuk ke tahap membangun belum seperti di Eropa yang bangunannya sudah masuk tahap renovasi. Proyek besar di kota-kota metropolitan di Indonesia pun masih belum banyak jika dibandingkan dengan Shanghai dan Singapura.

“Di Indonesia juga masih banyak areal yang akan dibersihkan dan dibangun bangunan tinggi. Jika melihat konsumsi semen nasional sebesar 60 juta ton bisa dibayangkan berapa besar potensi pasar ini,” tutup Anton.

 

Edito: Eko Adiwaluyo

Related