Indonesia telah kehilangan salah satu putra terbaiknya, Faisal Basri, seorang ekonom yang dikenal dengan keberaniannya dalam mengkritik kebijakan ekonomi dan pemerintahan. Lahir di Bandung pada 6 November 1959, Faisal meninggalkan jejak yang mendalam dalam dunia ekonomi Indonesia dengan pandangan kritisnya yang tajam dan ketegasannya dalam memperjuangkan transparansi.
Sebagai keponakan dari mendiang Wakil Presiden RI, Adam Malik, Faisal Basri menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), di mana ia meraih gelar sarjana pada tahun 1985.
Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat (AS), dan mendapatkan gelar Master of Arts dalam bidang ekonomi pada tahun 1988.
BACA JUGA: Faisal Basri: “Bola di Tangan Pemerintah”
Faisal adalah salah satu pendiri Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), yang didirikan pada tahun 1995.
Melalui INDEF, ia bersama rekan-rekan ekonom senior lainnya banyak memberikan pandangan dan analisis ekonomi yang kritis, yang berpengaruh dalam diskusi kebijakan ekonomi di Indonesia.
Banyak pandangannya dalam dunia ekonomi disampaikan dalam berbagai forum, salah satunya dalam acara Marketing in Indonesia 2017 yang digelar MarkPlus di Bali.
Pria yang meninggal pada Kamis (5/9/2024) ini dikenal sebagai sosok yang tidak segan-segan mengkritik kebijakan pemerintah, terutama terkait masalah utang dan pengelolaan anggaran negara.
Ia sering kali mengingatkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kebijakan yang menurutnya boros, dan menyoroti program hilirisasi yang ia anggap belum optimal.
Salah satu peran penting Faisal dalam pemerintahan adalah ketika ia memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, yang lebih dikenal dengan Tim Anti Mafia Migas.
Selama masa kepemimpinannya, tim tersebut berhasil mengungkap adanya mafia dalam proses impor minyak di Petral, sebuah anak usaha Pertamina.
Temuan ini memicu serangkaian reformasi besar-besaran di sektor minyak dan gas, termasuk pembekuan Petral dan pelaksanaan audit forensik untuk memerangi praktik mafia migas.
Selain kiprahnya di bidang ekonomi, Faisal juga sempat mencoba peruntungan di dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2007 dan 2012. Meskipun ia tidak berhasil meraih posisi tersebut, semangatnya dalam memberikan kontribusi bagi masyarakat tidak pernah surut.
BACA JUGA: Hingga 2021, Pendanaan Perusahaan Batu Bara Tembus US$ 3,5 Miliar
Faisal Basri juga aktif menjadi narasumber di berbagai media, memberikan analisis mendalam mengenai isu-isu ekonomi seperti APBN, utang negara, dan kebijakan pembangunan.
Ia juga memiliki situs web pribadi di mana ia menuliskan pemikirannya tentang berbagai masalah ekonomi yang tengah berkembang, termasuk hilirisasi, ekonomi politik, dan korupsi.
Di akhir hidupnya, Faisal tetap teguh pada prinsip-prinsipnya, berjuang demi transparansi dan keberlanjutan ekonomi Indonesia.
Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam, namun juga warisan intelektual yang akan terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus. Indonesia kehilangan seorang ekonom yang jujur, kritis, dan selalu memperjuangkan kebenaran.
Selamat jalan, Faisal Basri. Semoga segala pemikiran dan perjuanganmu menjadi cahaya bagi masa depan ekonomi Indonesia yang lebih baik.
Editor: Eric Iskandarsjah