Mengenal Money Dysmorphia dan Bahayanya bagi Keuangan

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Pernahkah Anda merasa cemas karena mengira kondisi finansial sedang tidak baik-baik saja, padahal faktanya tidak demikian? Kondisi ini disebut sebagai money dysmorphia, pandangan seseorang yang menyimpang tentang situasi finansialnya.

Money dysmorphia bukan diagnosis medis resmi, tetapi diadaptasi dari konsep body dysmorphic disorder. Dalam kasus ini, seseorang mengalami distorsi dalam menilai keuangannya sehingga merasa tidak aman, padahal secara objektif situasi finansialnya baik-baik saja.

Psikolog Smriti Joshi dalam laman Verywell Mind menjelaskan distorsi ini bisa timbul dari kecemasan finansial, pengalaman buruk, seperti trauma keuangan, ataupun perbandingan sosial yang berlebihan.

BACA JUGA: 18 Istilah yang Wajib Kamu Pahami Sebelum Membeli Polis Asuransi

“Perbandingan di media sosial, di mana menampilkan gaya hidup mewah orang lain yang sulit  Anda capai, berpotensi memicu rasa tidak puas pada kondisi keuangan diri sendiri,” ujarnya, dikutip Senin (28/10/2024).

Ya, fenomena ini berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan media sosial, terutama di kalangan Gen Z dan milenial. Banyak dari mereka menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial untuk menyaksikan gaya hidup orang lain yang terlihat glamor dan sempurna.

Mereka pun tanpa sadar membandingkan keuangan sendiri dengan orang lain yang dilihatnya di media sosial. Ini lantas memungkinkan seseorang untuk merasa ‘tertinggal’ dalam hal finansial dibandingkan rekan-rekan sebayanya.

Bahaya Money Dysmorphia bagi Keuangan

Money dysmorphia bisa menyebabkan seseorang terjebak dalam pola pikir yang merugikan. Ada beberapa tanda yang bisa menjadi indikasi bahwa seseorang mungkin mengalami kondisi ini, salah satunya takut mengeluarkan uang.

Distorsi dalam melihat kondisi finansial sendiri bisa membuat seseorang mengalami kecemasan terus-menerus. Alhasil, mereka menjadi terlalu takut untuk membelanjakan uang, bahkan untuk kebutuhan pokok, yang lantas dapat berisiko pada kesehatan dan kualitas hidup.

Kalaupun pada akhirnya orang yang mengalami ketakutan tersebut membelanjakan uangnya, tak menutup kemungkinan akan muncul perasaan bersalah. Merasa bersalah atau malu setelah membelanjakan uang, meskipun untuk kebutuhan yang diperlukan.

BACA JUGA: 15 Istilah di Dunia Saham yang Perlu Kamu Ketahui Sebelum Investasi

Setelah perasaan bersalah, mungkin saja akan muncul obsesi untuk menghasilkan lebih banyak materi. Orang itu bakal terus merasa harus menghasilkan lebih banyak, meski faktanya telah mencapai kondisi finansial yang cukup.

Di sisi lain, ada juga yang menghabiskan uang secara impulsif demi menyamai standar yang terlihat di media sosial. Kebiasaan ini termasuk pemborosan, yang pada akhirnya bisa berujung pada utang atau kebangkrutan.

Cara Mengatasi Money Dysmorphia

Langkah pertama untuk mengatasi money dysmorphia adalah melihat uang sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan, bukan sebagai penentu harga diri. Lalu, cobalah untuk mengenali pikiran cemas tentang uang.

Usahakan pula untuk mengurangi perbandingan dengan orang lain. Tanamkan pada diri sendiri bahwa media sosial hanya menampilkan sisi terbaik orang lain, bukan gambaran utuh tentang hidup mereka.

Selanjutnya, buatlah rencana keuangan secara rutin agar bisa melihat kondisi finansial dengan jelas, baik melalui anggaran atau rencana tabungan. Jangan lupa juga untuk selalu bersyukur atas hal-hal yang sudah dimiliki, sekecil apa pun pencapaian finansial itu.

Jika perasaan cemas berlebihan sulit dikendalikan, cobalah pertimbangkan bantuan dari terapis atau analis keuangan.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS