Mengenal Shock Therapy, Taktik Manipulasi dalam Debat

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Masih ingat dengan debat yang hampir berujung pertikaian di televisi nasional beberapa waktu lalu? Baru-baru ini, pihak yang melontarkan hinaan memberi klarifikasi atas tindakannya dengan menyebut bahwa itu adalah shock therapy untuk lawannya.

“Itu adalah bentuk shock therapy saya kepada saudara RG yang selama ini selalu memfitnah, merendahkan, dan memaki semua orang di republik ini,” ucapnya dalam sebuah video yang viral di media sosial, dikutip Jumat (6/9/2024).

Dalam dunia perdebatan, strategi untuk memenangkan argumen memang bervariasi, dari logika yang tajam hingga penggunaan fakta yang kuat. Namun, ada situasi saat seseorang memilih taktik yang lebih ekstrem, seperti menggunakan shock therapy terhadap lawannya. 

BACA JUGA: Jangan Emosi dan Menghina, Lakukan 5 Hal Ini jika Kalah Debat

Lantas, apa makna shock therapy dalam debat?

Istilah tersebut sejatinya berasal dari konsep medis terapi kejut, yaitu electroconvulsive therapy atau ECT. Ini digunakan secara metaforis untuk menggambarkan tindakan yang mengejutkan, drastis, atau provokatif dalam sebuah perdebatan. 

Cambridge Dictionary mendefinisikannya sebagai metode untuk mengguncang keseimbangan mental lawan dan menimbulkan rasa bingung atau terintimidasi. Misalnya, setelah kalah dalam sebuah argumen, seseorang mungkin secara tiba-tiba mengeluarkan pernyataan kontroversial atau serangan emosional yang tidak terduga. 

Tindakan ini bisa memaksa lawannya untuk merespons dengan cepat dan tanpa persiapan. Hal itu membuat lawan kehilangan fokus atau bahkan melemahkan kepercayaannya pada argumennya sendiri.

BACA JUGA: Tingkatkan Kemampuan Bicara Bahasa Asing dengan Teknik Speech Shadowing

Psychology Today menyebut taktik manipulatif dalam perdebatan ditujukan untuk mendistorsi persepsi lawan, bukan memperdebatkan fakta secara objektif. Teknik ini, meskipun bisa efektif dalam jangka pendek, sering kali dipandang sebagai bentuk debat yang tidak sehat.

Mengguncang lawan secara psikologis mungkin memberikan keuntungan sementara, namun ini dapat merusak integritas perdebatan itu sendiri. Padahal, tujuan utama dari perdebatan adalah mencapai kebenaran atau pemahaman, bukan hanya untuk memenangkan argumen dengan cara apa pun, termasuk dengan cara mengejutkan lawan.

Untuk itu, jika Anda terpojok saat berdebat, sebaiknya hindari shock therapy. Alih-alih memakai teknik ini, lebih baik ungkapkan argumen berdasarkan logika dan bukti.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS